528 52 1
                                    

Dentingan garpu yang beradu dengan piring kaca memenuhi ruangan. Gemerlap cahaya terang menjadi pusatnya. Makan malam yang selalu ia habiskan sendirian itu sudah biasa baginya.

Potongan roti yang menjadi appetizer itu pun hanya menyisakan potongan kecilnya.

"Tuan, bagaimana dengan proposal kami tadi?" Dengan takut suara itu mengganggu ketenangan makannya.

Matanya berdelik menatap sosok asing yang menerobos masuk ke ruang pribadinya.

Siapa yang mengizinkannya masuk?

Lan Wangji melipat rapi serbet putih itu dan meletakkannya di atas meja, lalu berdiri untuk menatap si pengganggu.

"Maaf Tuan Lan, tadi saya sudah melarangnya untuk masuk," perempuan muda yang berperan sebagai sekretarisnya hanya bisa menundukkan kepala, meratapi kesalahannya.

Tuannya itu tidak suka saat waktu makannya di ganggu.

Bahkan, jika ia di ajak untuk makan keluar bersama client. Ia akan menyuruh mereka makan terlebih dahulu sebelum membicarakan tujuannya.

Sama seperti di sektenya terdahulu, tidak boleh berbicara saat makan.

Ia masih menerapkannya, bahkan beberapa dari 3000 peraturan lainnya.

"Tidak apa, silahkan duduk," Lan Wangji mempersilahkan orang itu untuk duduk di sofa yang tersedia, sedangkan kakinya berjalan menuju jendela besar di ruangannya.

"Tuan Lan, proposal kinerja kami, apakah tuan sudah melihatnya?" Tanyanya kembali.

"Sudah,"

"Lalu bagaimana tanggapan tuan?"

Lan Wangji menoleh sebentar pada sosok itu, mendekatkan langkahnya.

"Aku menolaknya," ucapnya.

"T-tapi tuan, mengapa anda tolak?" Raut wajah itu menjadi panik, sedangkan Lan Wangji hanya menatapnya tanpa ekspresi.

"Terlalu banyak kerugian di projek proposal kalian,"

"Tapi kita bisa memasang iklan dan mendapat omset yang besar tuan!" Suaranya naik membuat sekretarisnya terkejut, sadar akan kesalahannya, ia pun kembali menundukkan kepala.

"Aku bilang tidak, ya tidak." Selesai. Lan Wangji pun meninggalkan mereka berdua di sana.

.....

Sebenarnya projek yang di ajukan bukan hal yang buruk, hanya saja terlalu banyak resiko untuk itu, terlebih lagi, ia ingin menghancurkan lembah tempat Wei Ying mati.

Lan Wangji tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

Setelah bersusah payah membeli lembah itu sendiri, mengabadikan tempat dimana kenangannya terukir jelas, tentu saja ia tidak ingin tempat itu menjadi perumahan bagi orang lain.

Selain tempatnya yang akan mengundang banjir bandang, serta tanah yang susah untuk ditanami tumbuhan, alasan lainnya pun tentu saja ada.

Tidak ada yang pernah bisa mensucikan tempat tersebut.

Dia tidak ingin mengambil resiko kerasukan atau semacamnya. Karena Guqin miliknya hanya akan di pakai untuk memainkan lagu yang sama.

.....

"Tuan Lan,"

"Ada apa?"

"T-tuan Su She mengamuk di ruangan, ia menghancurkan beberapa piring milik tuan.." sekretarisnya itu menjelaskan dengan nada yang sangat pelan.

Bahkan Su She dimasa sekarang pun merepotkan.

"Biarkan saja, beli yang baru sudah cukup. Ia pasti merasa kesal dengan pilihanku," Lan Wangji kemudian mengisyaratkan perempuan itu untuk pergi.

Dan meninggalkannya sendiri.

.....

Lan Wangji, dengan usianya yang tidak terbatas, berhenti menua di umurnya yang ke 30 tahun, sejak kutukan tersebut, ia harus menyembunyikan wajahnya yang tidak menunjukkan tanda penuaan apapun.

Kali ini akhirnya ia bisa kembali, setelah melarikan diri dari gempa bumi hebat yang menghancurkan semua sekte-sekte di zamannya.

Tanpa sisa.

Dengan berbekal ingatan mengerikan itu, ia pergi. Bersama lukanya yang perih, dan juga Guqin yang setia menemaninya sepanjang waktu.

Di kantornya, dimana alat musik itu di masukkan pada kotak kaca transparant memancing mata untuk memandang.

Ukiran indah pada kayu berwarna hitam legam memberi efek elegan yang menawan, serta 7 senar yang berwarna putih itu melengkapi komposisinya.

Meski ia mengatakan benda itu untuk pajangan, namun siapa sangka alunan musik indah selalu ia mainkan setiap malam.

Seperti sebuah rutinitas, membuat beberapa karyawan menyebarkan gosip aneh tentang hantu dan semacamnya.

Ya, ia tidak menyalahkan mereka.

Pada dasarnya, musik yang dimainkan memang untuk memanggil arwah, bukan?

.....

"Lanzhan! Mainkan sebuah lagu untukku, hm? Atau bernyanyi saja?"

"Tidak mau,"

"Ayolahh, disini sangat sunyi, aku bosaan!"

"Tidur."

"Iya iya aku akan tidur, tapi mainkan lagu dulu,"

"......"

"Lan Wangji, er-gege, Hanguang Jun!"

"Mn?"

"Mainkan lagu agar tidak terlalu sepii"

"Istirahat, Wei Ying."

"Baik, baik. Kau memang membosankan sekali!"

Lan Wangji menyentuh permukaan kaca tersebut, lalu membuka kotaknya dan mengambil benda di dalamnya.

Duduk di tengah ruangan, dengan postur yang tegak, ia menyapu senarnya dengan ujung jari, sangat pelan dan lembut.

Dengan anggun jarinya bergerak membuat dentingan indah mengalun dari alat musik itu.

Sembari memejamkan mata, tangannya fokus bergerak untuk menghasilkan lagu yang ia tulis sendiri.

Lagu yang ditujukan untuknya.

.....

.....

.....

Sirna (MDZS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang