Y.A.M 1/17: Compete To Claim.

652 67 7
                                    

Beberapa hari setelahnya, semua orang berkumpul di kediaman Ignatius untuk mengecek persiapan mendaki sekaligus berangkat bersama ke titik kumpul yang sudah di berikan nanti sore.

"Jadi kau tak ikut?" Tanya Jordan sekali lagi.

"Aku harus ke pergi ke Kota Selatan, aku akan menyusul lusa" begitu kata Ignatius.

"Kalau Ignatius tak ikut, aku dan Lerell juga tak ikut" sahut Astley yang baru saja turun bersama Lerell, dia dan putranya itu melenggang ke dapur untuk mengambil susu.

"Jadi kami harus pergi tanpamu? Tidak seru kalau begitu" protes Gial.

"Mau bagaimana lagi? Pekerjaanku lebih penting, kau tau aku harus menafkahi istri dan anakku" ucap Ignatius di sambut tawa oleh semua orang.

"Bahkan kalau kau keluar dari perusahaan-perusahaanmu, kau bisa menghidupi tujuh turunan tanpa bekerja" sahut Tobias.

"Hahaha, ya sudah. Tapi, yang lainnya tak ada kendala 'kan?" Tanya Christopher pada yang lain.

"Tidak, semua sudah beres" jawab Jordan.

"Baiklah kalau begitu, aku akan ke tempat Kanagi sebentar. Aku ada perlu dengannya" ucap Ignatius lalu meninggalkan ruang tengah, menuju dapur.

"Dia pasti meminta obat tidur lagi" tebak Gial.

"Kau tau dia, Gial. Kau tau pria itu" setuju Jordan.

Setelah pamit dengan Astley, Ignatius pergi ke rumah sakit unyuk menemui Kanagi. Tentu saja, dia akan membutuhkan obat-obat itu untuk jaga-jaga jika insomnianya kembali menghanyui malam-malamnya di Kota Selatan.
Dia sendiri harus mengurusi permasalahan di pekerjaannya itu sebelum hari libur.

Sesampainya, Ignatius keluar dari mobil dengan di buntuti Jim sebagai bodyguardnya. Dia harus menggantikan posisi Richard, karna pria itu tidak mau kalau orang yang lain menjaga Astley dan Lerell.

"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" Tanya penjaga depan.

"Aku ingin menemui Doc. Kanagi Eris, apa dia ada?" Tanya Ignatius.

"Beliau ada di kantornya, Tuan."

"Baiklah."

Ignatius langsung melenggang menuju kantor Kanagi. Saat sampai, tanpa mengetuk Ignatius membuka pintu ruang kerjanya. Betapa terkejutnya dia ketika melihat seseorang duduk tepat di atas pangkuan temannya itu.

Karna ketibaan Ignatius, pria yang duduk di pangkuan Kanagi itu langsung bangun dengan wajah ketakutan dan malunya.

"Apa yang ku temukan di sini? Dokter kita sudah besar ternyata?" Ignatius masuk ke dalam, begitu juga dengan Jim yang langsung menutup pintu.

"Kau.. biasanya kau datang dengan mengirimiku pesan terlebih dahulu?" Kanagi yang masih terkejutpun mengatur pernapasannya.

"Haha, aku buru-buru jadi tak sempat. Aku datang untuk meminta obatku lagi" ucapnya sambil duduk di depan Kanagi.

Pria itu menatap temannya bingung, "Untuk apa lagi obat tidur?"

"Aku akan pergi ke Kota Selatan, ada urusan mendadak."

"Kau dan kesibukanmu."

Kanagi lalu menyuruh pria tadi untuk pergi ke bagian apotek, setelah menuliskan resep obat itu. Kepergiannya membuat Ignatius terus menatapi Kanagi dengan tatapan dinginnya.

"Apa?" Tanya Kanagi bingung karna ditatap seperti itu.

"Tidak, aku hanya baru paham kenapa White tidak pernah menyebutkan namamu lagi" kata Ignatius.

"Ah..."

"Siapa yang akan menyangka kau bisa melakukan hal itu pada adikku?" Ignatius mulai serius.

Sebenarnya kedatangan Ignatius tidak hanya soal obat tidur yang ia inginkan dari Kanagi, melainkan kejelasan tentang apa yang sebenarnya terjadi.

"Dia mengatakan sesuatu?"

"Tidak, aku tau dari pengamatanku."

Kanagi menghela napasnya, "Kau tau aku sibuk, jadi aku harus bagaimana lagi?"

"Sibuk dengan pria tadi? Siapa dia memangnya."

"Tidak, aku tidak punya niat apa-apa. Dia hanya asisten baruku saja" ucap Kanagi.

"Aku dengan jelas melihatmu mau mengambil kesempatan lebih tadi, Kanagi. Kau tak bisa membohongiku" ucap Ignatius.

Kanagi menghela napas lagi, "Tampaknya Tobias semakin di depan?"

Ignatius terkekeh, "Bagaimana tidak? Aku tak melihatmu sedikit berjuang untuk mendapatkan adikku. Tobias melakukan segala caranya, dan kemungkinan dia yang akan mendapatkan hati White."

"Tobias melakukan segala caranya, tentu saja. Ternyata dia masih melakukan hal itu" gumam Kanagi.

"Kemarin saat pertandingan ski, di sana aku baru benar-benar sadar kalau mereka berdua semakin akrab saja. Kenapa aku tak memikirkannya saat White bermalam ke rumah Tobias hari itu, ya?"

Kanagi mengernyitkan dahinya, "Bermalam?"

"Ya, aku tak menyangka hal itu akan terjadi. Tapi, selama White menginginkannya, aku bisa apa?" sambung Ignatius.

"Kau hanya tidak tau saja, Aige, Tobias benar-benar melakukan segala caranya untuk mendapatkan hati White" kata Kanagi.

Ignatius menoleh melihat langit biru di luar jendela ruangan itu, "Setidaknya kau harus melakukan hal yang sama jika benar-benar menginginkan White. Melihatmu begini bahkan bersama pria lain, membuatku bersyukur kalau Tobias memang melakukan segala caranya."

"Hey! Aku sungguh tak berniat apa-apa dengan asistenku, jangan salah paham" bantah Kanagi.

"Kau tau aku tidak bisa mentoleransi hal-hal seperti itu. Jadi, lebih baik kau tunjukkan keinginanmu yang sebenarnya atau aku akan beranggapan kalau kau hanya main-main dengan adikku" sambung pria itu.

"Hmm... aku ingin White, tapi aku tidak lebih berkuasa dari Tobias. Aku hanya seorang dokter spesialis."

Ignatius kembali menatapi Kanagi, "Kau hanya perlu mengikuti apa yang Tobias telah lakukan. Lakukan segala cara. Aku mengatakan hal ini bukannya aku lebih mendukungmu, tapi aku hanya ingin menyadarkanmu kembali."

Kanagi bertanya, "Menyadarkan tentang apa?"

"Tentang hubunganmu dengan White."

Ignatius sadar, kalau dia tidak berpihak pada siapapun. Namun, dia hanya ingin tau lebih tentang apa yang terjadi antara adiknya engan temannya itu.

Dari lubuk hati dan pikirannya, dia sedikit terusik dengan apa yang dilakukan Kanagi dengan asistennya. Meski Kanagi membantah, Ignatius tau bahwa hal itulah yang membuat White seakan tak ingin mendengar nama Kanagi.

"Permisi, dok. Ini obatnya" asisten Kanagi kembali dengan membawa sekantung plastik berisikan obat tidur untuk Ignatius.

"Terimakasih."

Pria itu langsung mengambil benda itu dan bangun dari duduknya.

"Ingatlah satu hal, Kanagi. Bersainglah secara sehat. Aku tidak mau tau jika kalian berdua menyusahkan White" itulah kalimat terakhir Ignatius sebelum ia meninggalkan ruang kerja Kanagi.

Dokter itupun langsung merilekskan tubuhnya dan mengatur pernapadannya.

"Terjadi sesuatu, dok?" Tanya asisten barunya itu.

"Tidak. Hanya saja, kepalaku rasanya mau meledak."

"Ehh..."












TBC





aplod 2x hari ni,
sudahkah senang?
kl ada typo, maapkeun.





support.

You Are Mine (BXB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang