Tentang Raden

51.1K 1.9K 10
                                    

Di dalam sebuah ruangan yang gelap, terlihat seorang laki-laki yang tengah melamun. Air mata nya tak berhenti mengalir membasahi kedua pipi nya, pikiran nya berantakan, hatinya hancur kala mendengar berita bahwa ayah nya tengah di rawat di rumah sakit namun tak ada yang bisa ia lakukan selain mendoakan kesembuhan ayah nya.

"Bah, anakmu ini terlalu pengecut untuk hanya sekedar menjengukmu dan melihat keadaan mu,"

Raden menghela nafas kasar lalu keluar pergi mengambil air wudhu, setelah nya Raden mengambil sajadah dan menggelarnya di lantai. Ia pun mulai melaksanakan solat tahajud dengan khusyu, di akhir salam air matanya kembali lolos. Ia menengadahkan tangan nya, wajahnya terdongak menatap sang pencipta.

"Ya Allah, rasanya sudah lama sekali hamba tidak menghabiskan waktu bersamamu di sepertiga malam ini. Hati hamba tergores kala mengingat betapa dekatnya hamba denganmu dulu, bahkan untuk meninggalkan solat tahajud pun hamba tak mampu,"

"Maafkan kesalahan hamba yang begitu berat ini, bahkan hamba sendiri pun tak kuat menahan nya."

"Seperti manusia biasanya yang tak luput dari dosa, hamba pun sama ya Allah. Hamba merasa sangat tidak pantas berada di atas sajadah ini, hamba malu kepadamu ya Allah,"

"Hamba malu mengingat betapa keji nya sikap hamba dulu, betapa durhaka nya hamba pada orang tua hamba, betapa jauh nya hamba dari agama,"

"Dan betapa hina nya hamba saat berani meninggalkanmu ya Allah,"

Suara rintihan kembali terdengar, rasanya sangat sulit sekali untuk Raden bisa bernafas saat ini. Hati nya benar-benar hancur, rasa penyesalan itu semakin menghantui nya apalagi saat membayangkan dirinya tengah di tatap oleh sang pencipta.

Raden bersujud sembari melafadzkan dzikir memuji tuhan nya, dengan air mata yang tak henti-henti nya keluar dan penyesalan yang tak henti-henti nya datang membuat tangisan sujud nya benar-benar mengharukan.

“Allahumma inni as-aluka fi'lal-khairaat, wa tarkal-munkarat, wa hubbal-masaakiin, wa an-taghfira lii wa tarhamanii.” lirihnya.

Raden pun terjatuh ke lantai usai membisikkan doa itu ke dalam sujudnya.


___________________________________________

"Kamu ini satu-satu nya putra Abah, penerus abah. Calon pemimpin pondok,"

"Bukan nya udah Raden bilang, Raden ga mau bah. Raden mau nentuin jalan hidup sendiri, Raden cape. Hidup Raden cuma di penuhi Ngaji, ngaji dan ngaji. Raden juga butuh kebebasan ngga harus di pondok terus,"

"Astaghfirullah, Istighfar kamu. Kamu sudah terlalu jauh dengan Allah,"

"Terserah abah mau bilang apa, Raden tetep sama pilihan Raden. Asalamualaikum,"

___________________________________________

"Nan, lo cantik. Tapi lebih cantik lagi kalo lo berhijab," ucap Raden sembari menatap wajah cantik Kinan

Deg!

"G--gue belum siap den," lirihnya.

"Pake hijab itu bukan perkara siap atau ngga nya, itu suatu kewajiban wanita islam. Lo masih islam kan?" tanya Raden, Kinan mengangguk.

"Belajar ya Nan, pelan-pelan aja. Semua nya butuh proses, ngga usah dengerin apa kata orang. Hidup lo, ya lo yang pegang. Cukup orang tua dan tuhan yang boleh ikut campur,"


___________________________________________

"Kalian ga perlu tau masa lalu gue, yang inti nya kita sama-sama istiqomah di jalan Allah. Kita sudah terlalu jauh, kita harus kembali ke jalan yang benar. In sya Allah gue yang bakal mimpin kalian," ^Raden Alkazhai.

Alkazhai dan senja nyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang