Kematian Umi Raden

18.6K 1.2K 9
                                    

Tangan mungil nya memeluk tubuh kekar Raden, rasanya ia ingin sekali menangis di dalam dekapan sang kakak namun ia tak ingin membuat kakak nya khawatir. Raden mencium puncak kepala Ila dan membalas pelukan nya, tanpa sadar air mata nya lolos begitu saja.

'Maaf La, kakak ngga bisa kaya dulu lagi,' batin nya.


***

Setelah solat subuh Raden mengajak sang adik untuk turun ke bawah dan sarapan bersama, mendapat ajakan dari sang kakak pun Ila mengangguk antusias. Kedua sejoli itu turun ke meja makan sembari bergandengan tangan, Kyai hafidz yang melihatnya pun ikut merasa senang.

"Kemarilah," ucap Kyai Hafidz, Raden pun menyuruh Ila untuk duduk lalu ia berjalan mendekati abah nya itu.

Kyai hafidz menepuk bahu kanan Raden dan menatap wajah tampan putra nya itu, ia sangat senang melihat putra nya pulang karena sudah sekitar 2 bulan ini ia tak mengetahui keberadaan putra nya. Raden hanya menunduk tak berani menatap wajah abah nya, rasanya ia belum siap bertemu abahnya namun ia terpaksa melakukan nya karena sebenarnya ia juga sangat merindukan keluarga nya.

"Apakah hatimu sudah lebih tenang?"

Raden, laki-laki itu menatap wajah abah nya sebentar lalu kembali menunduk. Ia menggelengkan kepalanya pelan lalu tersenyum tipis.

"Demi Allah, Raden ngga akan pernah tenang setelah dia merebut paksa sesuatu yang sangat berharga dalam hidup Raden,"

"Kamu tidak bisa menyalahkan takdir, semuanya sudah di tentukan oleh Allah termasuk kematian umi mu,"

Raden kembali tersenyum. "Tapi Raden membenci takdir yang dia tentukan,"

Kyai hafidz menggeleng, dalam hatinya ia beristighfar. Hatinya sakit mengetahui putra nya kini benar-benar mulai menjauh dari agama, ia merasa gagal menjaga titipan tuhan yang seharusnya ia ajari tentang agama agar kelak bisa menuntun nya menuju surga nya Allah.

"Kak... bah..," suara lembut itu membuat Raden dan abahnya menoleh, ia baru sadar jika sedari tadi ila berada di sana.

"Eh La, kamu mau makan apa? Biar kakak ambilin," ucap Raden sembari tersenyum menatap sang Adik.

"Mau telur goreng,"

"Siap tuan putri," balas Raden lalu mulai mengambil telur goreng dan meletakkan nya di piring Ila.

"Tapi Ila mau satu piring sama kakak," lirihnya membuat Raden terdiam, namun sesaat setelah nya Raden mengangguk.

Raden memangku tubuh gadis kecil itu lalu mulai menyuapi nya.

"Aaa,"

"Emm, enak banget. Apalagi di suapin sama kak Raden," ucap Ila membuat Raden terkekeh pelan.

"Abah harap kamu akan selamanya seperti ini,"

Raden tersenyum tipis. "Ila makan yang banyak biar cepet gede,"

"Kak Raden juga harus makan, biar ngga sakit,"

"Sini Ila suapin," ucap Ila, Raden pun membuka mulutnya lalu menerima suapan dari sang adik.

Di tengah keharmonisan itu tiba-tiba sebuah panggilan telvon masuk, Raden pun segera mengangkat nya.

"Hmm,"

"..."

"Hmm,"

"..."

"Hmm,"

"..."

"Ya,"

"..."

Alkazhai dan senja nyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang