Teguran untuk Raden

13K 1K 167
                                    

Tak berubah, Raden masih terdiam sembari menatap wajah tampan nya di layar kaca hp yang sudah ia matikan. Ia merasa gagal menjadi anak yang baik, bahkan untuk mencari tau pelaku yang membuat ibu nya meninggal pun ia belum bisa.

"Kenapa lo sebodoh ini Den?"

"Kenapa nyari satu orang aja lo ngga becus?"

"Anj---"

"Allah tidak menyukai perkataan buruk, (yang diucapkan) secara terus terang kecuali oleh orang yang dizalimi. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui." Q.S An-nisa Ayat 148.

Tiba-tiba bayangan arti surat itu muncul di kepala Raden membuat ia tak bisa mengucapkan kata-kata kasar yang hendak ia ucapkan tadi, Raden menghela nafas berat lalu berusaha mengendalikan emosinya.

"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersabar," gumamnya.

Raden tersenyum, sungguh meskipun mulutnya berkata jika ia sangat membenci tuhan nya namun hatinya tak berbicara demikian. Jauh dalam lubuk hatinya, ia benar-benar sangat mencintai sang pencipta.

"Sungguh bodoh manusia lemah sepertiku berusaha membenci tuhan sang pencipta alam semesta,"

Raden mulai memejamkan kedua matanya hingga tak tersadar ia pun mulai memasuki alam mimpi, Raden merasa sangat nyaman dalam tidurnya seperti ada sang ibu yang tengah menemani nya tidur.

Raden membuka mata nya perlahan, ia mengerjab kala merasakan seseorang mengusap-usap kepalanya.

Deg!

"Umi?" gumamnya kaget saat melihat seorang wanita yang sangat tak asing untuknya itu kini tengah menatapnya sembari tersenyum.

"Apa kabar putra umi?" tanya nya halus, mata Raden berkaca-kaca. Ia langsung memeluk tubuh ibunya itu erat.

"Raden rindu umi hiks, Raden ngga bisa tanpa umi," tangisnya.

"Umi juga sangat merindukan Raden, sekarang kita sudah bersama lagi. Tidak ada yang bisa memisahkan kita,"

Raden mengangguk. "Iya Umi, Raden janji ngga akan ada yang bisa misahin kita lagi,"

"Sekarang ikut umi," ajaknya.

"Kemana umi?"

"Kamu ingin bersama umi kan nak?" tanya nya yang di balas anggukan oleh Raden.

"Baiklah ayo!" ajak nya, Raden pun hanya menurut mengikuti ibu nya. Rasanya ia tak ingin melepaskan genggaman hangat umi nya itu, ia bahagia. Benar-benar sangat bahagia.

"Hamba ku, jangan ikuti dia,"

Deg!

Raden mendongak ingin mencari tau asal suara itu, "Jangan melihat kemanapun, lihat umi saja!" tegas nya.

Raden sedikit heran, umi nya tak pernah berbicara setegas itu padanya namun ia berusaha berpikir positif dan kembali berjalan mengikuti wanita itu dari belakang.

"Hambaku.."

Deg!

Ingin sekali Raden menoleh, namun ia tak bisa karena ini perintah dari umi nya. Akhirnya ia pun mengurungkan niatnya dan terus berjalan ke depan, mereka pun sampai pada sebuah lubang berwarna hitam itu.

"Kita mau kemana umi?" tanya Raden.

"Masuk ke sana,"

"Itu tempat apa umi? Kenapa gelap sekali?"

"Itu syurga, mari kita masuk bersama ke syurga dan hidup bahagia bersama selamanya,"

"Apa itu benar-benar syurga?"

Alkazhai dan senja nyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang