Aidan?

9.5K 725 27
                                    

Raden terdiam menatap sekompok laki-laki itu, ia memfokuskan pandangan nya kepada salah satu orang yang ia kenal dan ia percayai merupakan ketua dari para berandalan itu. Tak ada persiapan apa-apa, tiba-tiba saja markas nya di serang. Apa semuanya akan baik-baik saja?

"Jadi firasat gue bener?" gumam Raden, tak salah lagi jika suatu hal besar akan terjadi.

"Den, gimana?" tanya salah satu anggota Savero, Raden berpikir sejenak. Dia tidak boleh bertindah gegabah karena mereka membawa senjata tajam sedangkan di markas ini hanya ada pistol.

"Ambil pistol, tapi jangan langsung lawan. Kita harus pake strategi biar semuanya aman," ucap Raden yang di balas anggukan oleh mereka.

Dengan cepat mereka mengambil pistol yang tersedia di lantai 2, belum sempat turun ke lantai satu tiba-tiba para anggota gang berandalan itu mendobrak pintu masuk dengan paksa. Raden menoleh saat mereka berjalan menghampiri nya,

"Sendirian ketua? Anak-anak nya dimana?"

"Hahaha baru tobat ya?"

"Husstt ngga boleh gitu sama Gus,"

"Wah sungkem sama Gus,,"

"Hahaha!" tawa mereka pecah, namun Raden hanya menampakan senyum tipis.

"Selamat datang," ucap Raden ramah, namun ia malah mendapat tatapan sinis dari mereka.

"Bacot!"

Tanpa aba-aba mereka menyerang Raden secara bersamaan, tentu saja hal itu membuat Raden khawatir di tambah ia tak membawa senjata apapun. Terpaksa ia harus melawan mereka sendirian dengan tangan kosong, pertarungan itu benar-benar sengit di tambah jumlah mereka yang sangat banyak membuat Raden kewalahan.

Bugh!

Satu bogeman mendarat pas di pipi Raden, laki-laki itu sedikit tersungkur namun ia kembali berdiri dan melawan mereka.

"Bangsat, berani nya keroyokan!" teriak Aidan, lalu ia menembakki para gang berandalan itu hingga tumbang di susul anggota Savero lainnya di belakang.

Dor! Dor! Dor!

Para gang berandalan itu mulai tumbang satu persatu, kini tinggal menyisakan sekitar 70 orang. Pasti akan kalah dengan Savero yang jumlah nya ratusan, Raden mencengkram kerah laki-laki dan menatap nya tajam.

"Lo ngga bosen ngorbanin nyawa temen-temen lo demi nyerang gue?" tanya Raden, laki-laki itu tertawa pelan.

"Sampai mati gue ngga akan bosen," balas nya penuh keyakinan.

"Lebih baik kita damai, kita hijrah bersama. Gue ngga suka punya musuh," ajak Raden pada kebaikan, namun sepertinya hati laki-laki itu sudah tertutup.

"Ngga akan pernah!" tegas nya.

Tung!

Tiba-tiba seseorang memukul kepala Raden dari belakang menggunakan tongkat bisbol, ia pun refleks melepaskan cengkraman nya dari kerah laki-laki itu. Raden terjatuh ke lantai, kepala nya terasa pecah pandangan nya pun jadi buram. Darah segar mengalir dari pelipis nya, ia merintih pelan sembari memegang kepala nya.

"Hahaha, rasain!" ejeknya pada Raden.

"Sialan lo!"

Dor!

Satu tembakan melesat tepat mengenai kepala laki-laki yang memukul Raden tadi, ya Aidan yang melakukan nya karena emosi. Akhirnya laki-laki itu pun meninggal di tempat, seseorang yang di ketahui merupakan ketimua gang berandalan itu langsung mengajak anggota nya untuk kabur. Tujuan nya hanya ingin melukai Raden dan kini tujuan nya sudah tercapai.

Alkazhai dan senja nyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang