Babá

10 3 0
                                    

Hugo Fonseca bersandar pada pagar anjungan, dengan seksama kapten kapal Portugis Santo Domingues itu mengamati ujung cakrawala dihadapannya. Hari menjelang senja, cuaca cerah dan langit terlihat bersih. Bulan sabit dan gugusan bintang sudah terlihat jelas, meskipun cahaya matahari masih tampak menerangi ufuk barat.

Kapal Portugis Santo Domingues berlayar tenang, mengikuti tiupan angin dan mengayun lembut menyusur gelombang. Ritme suara ombak yang memecah di lambung kapal terdengar syahdu.

Mereka sedang melayari wilayah pesisir ujung Medini, untuk kemudian memasuki wilayah perairan Tumasek. Cuaca terlihat cerah, dan menurut pengalamannya sejauh ini, dia dapat memperkirakan cuaca akan tetap cerah sampai dua hari kedepan.

Hugo Fonseca berdiri sambil memegang sebuah sextant ditangan kanan, dan sebuah kompas ditangan kiri. Dengan teliti dia mengamati formasi gugusan bintang, sambil sesekali melihat kompas. Sebuah peta perkamen tergulung terselip dicelah ketiak kirinya. Setelah berulangkali mengamati arah kompas, Capitão Hugo Fonseca melipat peta dengan puas.

Mereka berlayar kearah yang benar, dan apabila cuaca terus cerah seperti ini, maka dapat dipastikan mereka akan tiba dititik rendevous lebih dahulu dari rombongan besar Admiral Alfonso d'Alburqueque. Semoga cuaca akan tetap cerah sampai tiba di titik pertemuan nanti, do'anya dalam hati.

Kemudian Capitão Hugo Fonseca memberikan arahan kepada jurumudi Santo Domingues, Jorge de Carvalho, untuk tetap pada lajur pelayaran. Jorge de Carvalho menyimak dengan seksama, dan beberapakali menganggukkan kepala tanda mengerti. Dia lalu menatap peta perkamen yang ada digenggaman Capitão Hugo, dan menyalin tanda-tanda baru kedalam peta miliknya sendiri.

Setelah sang Capitão dan jurumudi tersebut saling menyesuaikan peta masing-masing, Capitão Hugo Fonseca melangkah pergi meninggalkan deck. Dia berjalan menyusuri geladak sambil memperhatikan kondisi kapal secara keseluruhan.

Matanya menatap layar yang terbentang diatasnya, lalu menelusuri batang tiang-tiang layar, dan kemudian pagar geladak. Tidak terdapat kerusakan yang berarti pada kapal. Semua masih dalam kondisi baik, meskipun terlihat beberapa bekas guratan dan patahan pada pagar, dan lantai geladak.

Ruang kerja Capitão Hugo berada tepat dibawah deck paling atas buritan kapal. Ruang kerja itu tergabung dengan kamar tidur dan jamban bersih disudut ruangan, yang berseberangan dengan kamar tidur. Ruangan kerja yang luas itu terlihat bersih dan rapi. Dinding kayunya yang diplitur terlihat bersih dan mengkilap.

Capitão Hugo Fonseca selalu menyempatkan diri untuk menata dan menyusun barang-barangnya dengan rapi. Tidak ada satupun barang yang tampak tercecer. Semua barang yang ada dalam ruangan tertata dan terikat rapi, pada tempatnya masing-masing.

Sang Capitão melangkah masuk kedalam ruangan dan kemudian mengunci pintunya. Dia melangkah mendekati sofa tunggalnya dan membenamkan tubuh tuanya kedalam kelembutan busa sofa. Sejenak dia meregangkan otot-ototnya, sebelum duduk dengan nyaman sambil memejamkan mata.

Dia mencoba mengingat kenangan-kenangan atas peristiwa-peristiwa yang telah terjadi bertahun-tahun yang lalu. Masa dimana rambutnya masih hitam legam, otot-ototnya masih kencang dan tubuhnya masih kokoh. Teringat dengan jelas kenangan disaat ia pertama kali bertemu dengan Yoshiatsu Miura, seorang laki-laki tampan berwajah oriental, yang berasal dari kepulauan Nihon, saat dia bertugas di Goa, India.

Kala itu dia masih menjabat Segunda oficial di kapal São Gabriel yang dipimpin oleh Admiral Vasco Da Gama yang terkenal. Hugo termasuk dalam rombongan pertama dari Portugis yang mendarat di Goa, India. Hugo Fonseca bertemu dengan Yoshiatstu Miura disebuah kedai penjual rempah-rempah, seperti kapulaga, jinten, dan saffron. Saat itu dia dihampiri oleh laki-laki asal Nihon tersebut.

Chiaki 1511 - Buku SatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang