Tun Qawi Idham, Panglima tentara kesultanan Melaka, tergopoh-gopoh berjalan keluar dari pintu samping istana kesultanan Melaka yang megah. Laki-laki berambut putih itu menatap lurus kekejauhan. Lokasi istana kesultanan yang tinggi diatas bukit, memudahkannya untuk mengawasi keadaan di seluruh kota pelabuhan itu. Dia dapat menyaksikan ratusan pasukan infanteri Portugis, dari pantai sebelah timur dan barat, bergerak ke masuk menuju pusat kota Melaka.
Tidak lama kemudian Sultan Mahmud Syah, penguasa kesultanan Melaka, beserta empat orang menterinya, datang bergabung dengannya diteras istana kesultanan tersebut. Tampak dengan jelas kemarahan di wajah Sultan. Rambut hitamnya, yang panjang, melambai dihembus angin pagi yang dingin.
"Duli tuanku baginda Sultan", salam Tun Qawi Idham, sambil bersimpuh dihadapan Sultan Mahmud Syah. Sultan Mahmud Syah tidak menjawab salam Tun Qawi. Baginda menatap lurus kearah gerakan tentara infanteri Portugis, yang bergerak menjepit dari barat dan timur.
"Panglima, apa yang telah berlaku masa ini?", tanya Sultan kepada Tun Qawi dingin.
Tun Qawi menjawab, dan memberi tahu, semua masalah dan informasi yang dia peroleh, kepada Baginda Sultan Mahmud Syah. Sultan mendengar semua informasi dari Tun Qawi, dengan kilatan kemarahan di matanya.
"Portugis kafir biadab...", caci Sultan menanggapi penjelasan Tun Qawi. Tun Qawi hanya tertunduk diam, mendengar kemarahan Baginda Sultan.
"Qawi, Saya nak awak bagi perintah semua pasukan. Tewaskan, dan bunuh semua Portugis di tanah Melayu ini. Tidak ada tempat bagi kafir itu di Melaka. Paham ke?", tegas Sultan Mahmud Syah,kepada panglimanya tersebut.
"Mohon ampun, Duli yang Maha Mulia Sri Paduka Baginda, hamba kerjakan titah Baginda", jawab Tun Qawi.
"Qawi, berlakulah sebagai Panglima", kata Sultan dengan sinis.
Dengan cepat Tun Qawi, atas persetujuan Sultan, memerintahkan pasukan utama kesultanan Melaka, yang berada di tenda-tenda barak, untuk segera bergerak masuk kembali ke dalam kota. Dalam waktu singkat, hampir dua ribu pasukan infanteri kesultanan Melaka, bergerak memasuki kembali kota pelabuhan yang sudah porak poranda itu.
Tun Qawi, atas saran Baginda Sultan, memerintahkan dua ratus lima puluh personel pasukan infanteri kesultanan Melaka, yang didukung oleh seratus lima puluh personel pasukan kavaleri berkuda, untuk melawan pasukan infanteri Portugis yang bergerak maju di barat kota. Pasukan gabungan itu akan memotong pergerakan tentara Portugis di sisi barat.
Di sisi timur, pasukan gabungan kesultanan Melayu, yang terdiri atas tentara infanteri, tentara kavaleri berkuda dan pasukan gajah, didukung sisa pasukan artileri meriam dari dalam benteng, dipersiapkan untuk melakukan perang terbuka di sisi luar benteng kota.
Sementara itu, pasukan artileri kesultanan Melaka, juga berupaya melakukan perbaikan dan penggantian personel meriam, yang secara diam-diam, telah disabotase oleh pasukan Portugis subuh dini hari tadi. Sebagian besar meriam-meriam yang diperbaiki adalah meriam-meriam yang mengarah ke timur. Kesultanan Melaka menyadari bahwa tanpa meriam, mereka tidak bisa menyerang kapal-kapal perang Portugis, yang berlabuh di garis pantai selat Melaka.
Saat ini, meriam-meriam itu sama sekali tidak berfungsi. Hal ini yang menyebabkan, pasukan infanteri Portugis dapat, dengan leluasa, didaratkan dari kapal-kapal perang. Tanpa meriam, pasukan infanteri Portugis dengan leluasa membuat kamp disekitar kota, dan mengepung kota tersebut dari setiap sisi.
Alfonso d'Alburqueque, dari atas geladak kapal Flor de la Mar, mengamati gerakan memotong pasukan kavaleri kesultanan Melaka tersebut dengan seksama, dia sudah siap dengan strategi untuk serangan itu. Alfonso d'Alburqueque memberikan tanda semaphore, kepada pasukan infanterinya didarat, untuk menahan laju gerak maju dan memberi ruang tembak bagi meriam-meriam Flor de la Mar.
Galleon Portugis Flor de la Mar, diikuti oleh dua Caracca, mengembangkan layarnya, dan, dengan kecepatan yang mengagumkan, bermanuver mensejajari garis pantai, mengarahkan meriam-meriam disisi kanan kapal perang tersebut, kearah jalur lintasan gerak serang pasukan kavaleri berkuda kesultanan Melaka. Tepat saat pasukan kavaleri tersebut berada dalam jarak tembak, meriam-meriam Flor de la Mar menyalak memuntahkan tembakan salvo, disusul oleh dua Caracca lainnya, yang dari awal bergerak mengikuti manuver Flor de la Mar.
Sekitar dua ratus proyektil, dari ketiga kapal perang Portugis, tersebut menghantam pasukan kavaleri kesultanan Melaka, yang bergerak menusuk, mencoba menyerang pasukan infanteri Portugis dari utara. Ledakan dahsyat dari peluru-peluru logam kapal perang Portugis, membunuh lebih dari seratus personel pasukan gabungan kesultanan Melaka, dan melumpuhkan hampir separuhnya. Sisa pasukan gabungan tersebut terus merangsek maju, dan mencapai barisan infanteri pasukan Portugis.
Pasukan infanteri Portugis, yang sudah siap menghadapi serangan tersebut, membentuk formasi bulan sabit berjajar lima baris, dan mulai menembak. Senapan musket Portugis menyalak bersahut-sahutan. Peluru timah meluncur menusuk dan merobek daging. Peluru-peluru tersebut, tanpa ampun, menembusi tubuh-tubuh sisa personel pasukan gabungan kesultanan Melaka, yang terus bergerak maju. Ringkikan kuda dan teriak kesakitan, bersahutan dengan suara letupan senapan musket. Debu yang bercampur darah dan bau mesiu, menyesakkan paru-paru siapapun yang berada disana.
Dari atas tembok teras istana kesultanan, Sultan Mahmud Syah tertegun dan Panglima Tun Qawi terperangah, melihat serangan pertama pasukan kesultanan Melaka lumpuh dihantam tembakan meriam-meriam Portugis, dan sisa dari pasukan itu kemudian habis disapu tembakan musket dan terkul tentara infanteri pasukan penyerbu itu. Pasukan kavaleri kesultanan Melaka hanya bisa melambatkan gerak maju tentara Portugis, tetapi tidak mampu untuk menahannya. Gerakan gelombang kedua pasukan Melaka yang mencoba memotong gerakan penyerbuan infanteri Portugis, ditarik mundur untuk kemudian berkonsentrasi bertahan didalam kota.
Tanpa bisa dicegah oleh pasukan kesultanan Melaka, tentara infanteri Portugis sudah mencapai sisi barat kota Melaka, yang tidak diperkuat oleh tembok benteng. Infanteri Portugis terus bergerak maju memasuki kota, meskipun mendapat perlawanan sengit dari pasukan kesultanan Melaka. Pasukan Portugis merebut rumah per rumah, jalan per jalan, bangunan per bangunan, dan terus merangsek maju ke arah benteng kota Melaka yang masih berdiri kokoh, diseberang timur sungai Melaka.
Pertempuran yang terjadi di sisi barat kota pelabuhan Melaka, berlangsung brutal dan kejam. Pasukan tentara infanteri Portugis, yang bersenjata api lengkap, dengan topi dan baju besi sebagai pelindung, bukan lawan sepadan tentara infanteri kesultanan Melaka, yang bertempur tanpa baju pelindung. Dengan perlindungan topi dan baju besinya, personel tentara Portugis hanya memperoleh luka-luka minor yang tidak membahayakan. Kondisinya berbanding terbalik dengan tentara kesultanan Melaka. Dengan minimnya perlindungan dari baju besi, mereka harus menerima luka-luka yang mematikan.
Selain itu, kemampuan dan keterampilan bertempur tentara Portugis jauh lebih baik dan lebih siap. Tentara Portugis lebih memiliki pengalaman bertempur dengan senjata api sebelumnya, sehingga memiliki koordinasi yang baik, antar personel dalam satu unit tempur, untuk memaksimalkan senjata api mereka. Dalam satu regu, tentara infanteri Portugis dapat menembak terus menerus, tanpa jeda untuk mengisi mesiu. Kemampuan tempur mereka-pun sudah terasah, karena sebelum mereka menyerbu Melaka, mereka sudah terlebih dalu berperang dengan tentara kerajaan Spanyol dan pasukan kerajaan Goa, India.
Tentara infanteri Portugis terus maju, merebut wilayah sisi barat kota pelabuhan Melaka, secara bertahap tanpa menemui banyak kesulitan, meskipun mendapat perlawanan sengit dari pasukan kesultanan Melaka. Mereka semakin mendekati sisi timur sungai Melaka, yang berseberangan dengan tembok benteng kota Melaka.
Sementara itu, pergerakan tentara infanteri Portugis di sisi timur kota Melaka, terus diamati dan dipelajari oleh Sultan Mahmud Syah. Sultan-pun akhirnya, memutuskan untuk menarik sisa pasukan Melaka, yang bertahan di sisi barat, mundur ke dalam benteng, dan bertahan di sisi barat sungai. Menjelang tengah hari, kota pelabuhan Melaka di sisi barat sungai, jatuh dan dikuasai sepenuhnya oleh tentara Portugis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chiaki 1511 - Buku Satu
Historical FictionPerjalanan Chiaki Miura, seorang Onna-bugeisha dari klan Miura, melaksanakan tugas terakhir dari ayahnya, untuk menemukan "hidup". ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- "History h...