Perangkap

4 2 0
                                    

Amat Salli duduk dibalik reruntuhan sebuah tembok bata merah. Posisinya berada disekitar dua puluh meter dari pintu gerbang barat. Malam tadi, dia dan rekan-rekannya, menerima perintah untuk menyerang pada pukul 6 pagi, yang kemudian dimajukan satu jam lebih awal. Tugas regunya adalah maju menyerang, dan merebut posisi di jalan utama sisi barat kota Melaka. Mereka ditugasi untuk menyerang, dan menduduki persimpangan jalan sampai sejauh persimpangan ketiga. Jarak yang sangat jauh, sepanjang hampir tiga batu, dengan tiga persimpangan jalan.

Gerak maju pasukannya akan ditopang oleh personel tambahan dari masyarakat India dan Cina, yang akan membantu regunya mengisi kekosongan jarak antar persimpangan. Sejak awal serangan, Mat Salli tidak menyukai gelagat dan situasi pagi hari itu. Situasi kota di sisi barat sungai sangat sepi, tidak terdengar suara apa-pun, kecuali satu dua suara tonggeret yang tidak peduli dengan kehancuran kota, disekitar sarang mereka. Selebihnya tidak ada suara sama sekali. Selain itu, tidak terlihat satu gerakan-pun diwilayah barat kota pelabuhan tersebut.

Mat Salli bergerak, zig zag, dari reruntuhan ke reruntuhan, menuju persimpangan pertama. Dia menemukan beberapa mayat pasukan kesultanan Melaka, yang tergeletak tidak terurus, di sepanjang jalan utama sisi barat itu. Dia bersama regunya bergerak cepat, sambil tetap waspada. Mat Salli berhenti di persimpangan kedua, dia memberikan kode kepada seluruh anggota regunya, untuk tidak meneruskan gerak majunya. Seluruh anggota regunya, yang berjumlah lima belas personel, diam tidak bergerak. Sementara regu lain tetap bergerak, dan melewati posisi regunya di persimpangan kedua.

"Amir, awak bagi tahu Samin dan Yahya, kita pusing balik. Saya pikir macam tidak betul ini. Pusing balik", perintah Mat Salli kepada bawahannya tersebut.

Amir menganggukkan kepala, dan bergegas memberitahu Samin dan Yahya. Setelah menerima perintah itu, seluruh personel regu Mat Salli, serentak berputar balik menuju persimpangan pertama. Grup pasukan kesultanan Melaka lainnya, melihat manuver grup Mat Salli dengan heran. Tetapi mereka tetap pada perintah awal, dan terus bergerak maju sampai ke persimpangan ketiga.

Saat Mat Salli dan pasukannya mencapai persimpangan pertama, mereka bertemu dengan pasukan tambahan dari orang Cina, yang alih-alih bergerak lurus ke barat menuju persimpangan kedua, mereka semua berbelok ke arah selatan. Sontak Mat Salli berteriak, dan berseru memberitahu mereka arah yang benar. Tetapi seakan-akan mereka sudah tuli, orang-orang Cina itu tetap berbelok ke selatan, menuju arah pantai. Dan saat Mat Salli mengejar mereka untuk memberitahu, orang-orang Cina itu malah semakin mempercepat langkah mereka. Mat Salli berhenti mengejar, dan dengan bingung memperhatikan orang-orang Cina itu pergi.

"Astaga! Pusing balik! Pusing balik! Jom masuk benteng!", seru Mat Salli sambil berlari, memerintah semua anggota regu pasukannya untuk kembali ke dalam benteng kota. Ke lima belas anggota regunya, dengan wajah bingung, berputar balik dan berlari menuju ke arah gerbang barat. Kepanikan terlihat dari wajah Mat Salli. Semua anggota regunya, meskipun bingung, mengikuti perintah kepala regunya. Mereka berlari kembali melewati persimpangan pertama, dan terus berlari menuju kembali ke seberang sungai Melaka. Mat Salli berlari sambil terus berteriak, mengajak regu pasukan kesultanan Melaka yang lain untuk mengikutinya, kembali ke dalam benteng.

Tepat saat seluruh anggota regunya telah melintasi jembatan batu, dan menyeberang ke sisi timur sungai, terdengar gegap gempita suara letupan senapan musket tentara Portugis dari segala arah, di belakang mereka. Tentara Portugis telah mengepung mereka, yang sedang berjaga di persimpangan, dari balik reruntuhan bangunan. Mat Salli terus berteriak kepada seluruh anggota regunya, untuk terus berlari, dan berlindung ke dalam gerbang barat.

"Perangkap! Perangkap! Semua pusing balik! Pusing balik!", teriak Mat Salli kepada semua orang yang bisa mendengarnya. Seruannya diikuti oleh beberapa orang yang ada didekatnya. Pasukan kesultanan Melaka pun banyak yang berputar balik, dan mengikuti arahan Mat Salli.

Kekacauan pun terjadi di sepanjang jalan utama sisi barat kota. Pasukan kesultanan Melaka, yang terkonsentrasi disetiap persimpangan jalan, terkurung dan tidak bisa bergerak untuk menghindari serangan frontal tentara Portugis. Satu per satu mereka roboh, ditembus peluru-peluru timah senapan musket tentara infanteri Portugis. Teriakan kesakitan berbaur dengan teriakan takbir, dan suara letupan amunisi, membahana membuka pagi hari, di sisi barat kota Melaka.

Mat Salli dan regunya, berpacu bersama regu-regu pasukan kesultanan yang lainnya, berlari kearah gerbang barat. Mereka berebut memasuki gerbang kota, dan bergegas mengambil posisi perlindungan di belakang barikade. Dengan nafas terengah-engah, Mat Salli mengintip dari balik tembok reruntuhan. Dia dapat menyaksikan tentara-tentara Portugis menembaki pasukan Melaka yang terkepung. Dengan mata nanar, dia melihat pembantaian yang terjadi, tanpa bisa berbuat banyak.

Sambil terus menunduk, dia mulai menghitung jumlah personel regunya. Semua masih lengkap lima belas orang personel. Sambil memberikan tanda kepada regunya untuk bersiap melepaskan tembakan dengan senapan, dia memasukkan bubuk mesiu kedalam laras senapan sumbunya. Seluruh anggota regunya mengikuti arahannya, dan memasukkan bubuk mesiu, mempersiapkan senapan mereka.

Kemudian Mat Salli membidikkan senapannya, ke salah seorang tentara infanteri Portugis. Seluruh anggota regu yang dipimpin Mat Salli melakukan hal yang sama. Mereka mengarahkan bidikan mereka masing-masing ke salah satu tentara Portugis, yang berada diluar gerbang. Kemudian secara hampir bersamaan, mereka menekan pelatuk, meletupkan senapannya masing-masing. Beberapa peluru tepat mengenai tubuh tentara Portugis.

Beberapa tentara Portugis jatuh terkena peluru-peluru senapan Pasukan kesultanan Melaka. Tetapi semua tentara Portugis, yang terkena tembakan itu, bangkit berdiri kembali. Tidak ada satupun peluru yang membunuh mereka. Mat Salli mengerang putus asa melihat kenyataan tersebut. Baju-baju besi Portugis, ternyata tidak bisa ditembus oleh peluru-peluru pasukan kesultanan Melaka.

Beberapa detik kemudian, terdengar letusan balasan dari senapan musket tentara infanteri Portugis, peluru-pelurunya menghantami posisi perlindungan pasukan Melaka. Tembakan senapan itu berlangsung terus menerus, tanpa henti. Mat Salli hanya bisa berlindung meringkuk, tanpa bisa bergerak dari balik reruntuhan tembok yang melindunginya. Beberapa anggota pasukan Melaka yang mencoba berlari keluar dari balik tempat perlindungan, langsung terkapar terkena peluru-peluru senapan musket tentara Portugis, yang menghujam tanpa henti.

Amat Salli benar-benar terpojok, dia tidak bisa beranjak kemana-mana. Dari tempatnya, Amat Salli melihat beberapa anggota regunya terkapar, ditembus peluru, ketika mencoba keluar dan berlari dari tempat perlindungannya. Amat Salli melihat Amir dan Yahya terkapar bersimbah darah. Dia juga melihat Samin menangis ketakutan, dari balik sebongkah tembok batu tanpa bisa berbuat apa-apa. Dengan nafas memburu, Amat Salli memasukan mesiu ke dalam laras senapan suluhnya. Kemudian dengan perlahan-lahan, dia memasukkan sebutir peluru timah, dan melocokkan peluru tersebut dengan tekanan yang kuat, agar bubuk mesiu yang sudah ditanamnya menjadi padat.

Setengah putus asa dan setengah nekat, dia menggeser tubuhnya dan mengangkat kepalanya, mencari target tembaknya. Dengan segera dia membidik salah seorang tentara Portugis. Lalu terdengar letusan mesiu yang sangat keras, terlalu keras dari biasanya.

Amat Salli terkejut dan jatuh tergeletak menyamping. Mata kanannya hancur berantakan, ditembus peluru dari senapan musket salah seorang tentara Portugis. Puluru itu tidak hanya menghancurkan mata kanannya, tetapi terus bergerak menembus tengkorak kepala, dan bersarang di otak kanannya.

Ditarikan nafas terakhirnya dia menyadari, bahwa dia belum sempat menembakkan senapannya.

Chiaki 1511 - Buku SatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang