Nagasaki

6 2 0
                                    

Chiaki melangkah ringan, saat menuruni tangga dari kapal kayu yang menyeberangkannya, dari pelabuhan Shimonoseki. Kemudian, dengan lembut, dia menarik tali kekang kuda hitamnya, membujuknya untuk turun dari geladak kapal kayu, yang sudah menambatkan talinya, didermaga kayu pelabuhan kecil tersebut.

Dengan hati-hati, kuda itu menurunkan kaki depannya ke dermaga kayu. Disusul dengan langkah ragu-ragu kaki belakangnya. Setelah keempat kakinya turun dari kapal kayu, terdengar dengusan lega dari kedua lubang hidung hewan penurut tersebut. Chiaki mengelus hidung kudanya dengan lembut. Keduanya kemudian berjalan diatas dermaga kayu, melewati kesibukan para nelayan yang hilir mudik menaik turunkan muatan.

Dikejauhan, atap benteng Kokura yang menjulang tampak megah, mengawasi selat Kanmon. Chiaki tidak membuang waktu berlama-lama, untuk mengagumi benteng itu. Dia segera menaiki punggung kudanya, dan berpacu kearah selatan menuju Fukuoka. Perjalanan dari Kokura menuju Fukuoka, memakan waktu lebih dari setengah hari. Chiaki harus melewati jalan perbukitan, yang berkelok-kelok, setelah menyeberangi sungai Onga, melalui jembatan Nogata yang ramai.

Gadis itu tiba di Fukuoka, tepat saat matahari terbenam. Dia menemukan sebuah penginapan kecil yang bersih. Penginapan itu ramai oleh pedagang dari Hiroshima, yang hendak menuju Nagasaki dan sebaliknya. Untuk makan malam, Chiaki hanya menyantap semangkuk Hakata Udon yang lezat, ditambah satu sloki sake untuk menghangatkan tubuhnya. Sejauh ini, sejak dari Hiroshima sampai Fukuoka, tidak ada hal-hal mencurigakan yang dapat mengganggu perjalanannya.

Sebelum sampai larut malam, gadis itu masuk ke kamar penginapannya. Seperti kebiasaannya, dia duduk bersimpuh diatas futon dan berdoa. Setelah itu dia menarik kakebuton - selimut, yang disediakan oleh penginapan, dan tidur sampai menjelang pagi.

Chiaki terbangun, saat sinar matahari baru muncul diufuk timur. Sejenak dia meregangkan tubuh langsingnya, sebelum berdiri, dan mulai berkemas-kemas. Setelah dia mengemasi seluruh barang bawaannya, gadis itu mencuci wajahnya bersih-bersih dari air yang tersedia disebuah ember kayu, yang sudah ditaruh didepan pintu kamarnya. Setelah itu dia turun ke ruang makan, dan memesan semangkuk sup miso panas.

Setelah membayar seluruh biaya penginapan, gadis itu berjalan ke deretan kandang kuda, yang disewakan untuk pengunjung penginapan. Terdengar suara dengus halus dari balik pintu kandang. Kuda hitamnya tampak sudah segar kembali, dan siap untuk melanjutkan perjalanan ke tujuan akhir mereka hari ini. Gadis itu memberikan bayaran secukupnya kepada pengurus kandang sewaan, sambil membungkukkan tubuh berterima kasih.

Chiaki melompat ringan naik ke punggung kudanya, dan memacunya. Udara pagi yang dingin, berhembus menyegarkan tubuhnya. Gadis itu kembali memacu kudanya dengan kecepatan sedang, kearah selatan, menuju kota kecil Kurume. Dari kota itu dia berbelok ke kanan mengikuti aliran sungai Chikugo, sampai bertemu persimpangan Okawa. Dipertigaan itu, Chiaki mengambil jalan ke kanan menuju Kashima, sebuah kota kecil yang berada diujung barat teluk Ariake.

Dari kota kecil itu, Chiaki dengan berani mengambil rute yang cukup berbahaya, gadis itu mengambil jalan naik, menembus pegunungan Takayama ke arah kota Omura. Gadis itu memacu kudanya dengan hati-hati. Jalur yang dipilih Chiaki, rupanya jalur yang jarang ditempuh oleh manusia. Sepanjang perjalanan dari Kashima sampai ke Omura, gadis itu tidak bertemu seorang manusia-pun.

Jalur tersebut sangat menguras tenaga Chiaki dan kudanya. Sering kali dia harus turun dari kudanya, karena jalannya sangat berbahaya. Gadis itu baru melewati Omura menjelang sore, dan terus menuju ke kota Isahaya. Sesampainya di kota tersebut, Chiaki beristirahat sejenak disebuah rumah makan, untuk memulihkan kebugaran kudanya yang sudah tampak kepayahan.

Chiaki 1511 - Buku SatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang