Event 02

770 75 3
                                    

"Mbak Hana," panggil si berondongnya The One Event Organizer yang siang tadi datang dengan wajah sumringah dan berlagak hendak memeluk Hana, yang tentu saja tidak kesampaian, karena Cakra dengan gesit menarik Marko untuk menjauh dan memiting lehernya.

"Kenapa, Ko?"

Marko mesem-mesem tidak jelas sambil menggaruk lehernya yang tidak gatal, "Mau pulang bareng gue nggak?"

"Gue udah bawa helm dua. Kan waktu itu lo pernah bilang, lo mau pulang sama gue kalau gue bawa helmnya dua. Nah, sekarang gue udah bawa dua, jadi?" Marko menaik-turunkan alisnya antusias, menunggu jawaban apa yang akan Hana berikan.

Di lain sisi, Hana meringis tidak enak hati. Sebenarnya itu hanya alasannya saja supaya Marko berhenti berusaha untuk mendekatinya. Tapi ternyata laki-laki bertindik itu cukup gigih juga ya.

Lantas sekarang ia harus bagaimana?

Apa tidak apa-apa menerima tawaran pulang dari Marko?

"Uhm...tapi gue udah terlanjur pesen ojol, Ko. Gimana dong?" Ujar Hana sambil menunjukkan laman aplikasi pemesanan ojek online dari layar ponselnya.

Marko mendesah kecewa, "Kalau di cancel kasian abang-abang ojolnya juga sih."

Hana mengangguk menyetujui.

Lalu diliriknya Arin yang baru saja keluar dan celingukan seperti tengah mencari sesuatu.

"Cari apa, Rin?" Tanya Hana saat Arin ikut berdiri di sampingnya.

"Ojol, Mbak. Mau pesen ojol instant soalnya buru-buru. Tapi kok tumbenan ya nggak ada ojol yang nongkrong di sekitar sini."

"Kok nggak dijemput sama yang biasanya?" Tanya Hana, mengingat hampir setiap hari ia melihat Arin yang selalu dijemput oleh seorang laki-laki tampan yang ia rasa adalah pacarnya Arin.

Arin terkekeh malu-malu, "Hehehe, iya. Jadwalnya dia futsal, Mbak." Ucapnya lalu melepas jedai rambut dan membiarkan rambut hitam panjangnya terurai apik di punggung.

Hana tersenyum sambil ber oh ria.

Kalau Arin ini dedek gemesnya The One Event Organizer. Dia seumuran dengan Marko, dan sama-sama berawal dari menjadi volunteer di salah satu projek yang The One garap.

Dan siapa yang menyangka satu tahun setelahnya mereka malah menjadi staf disini.

"Mbak Hana, ya?"

Hana menolehkan wajah pada ojek online yang menyebutkan namanya.

"Iya, saya."

"Rin, kalau kamu buru-buru, kamu duluan aja. Tinggal ganti tujuannya, gimana?" Tawarnya pada Arin.

Arin membelalakkan mata, lalu mengibaskan tangannya tanda menolak, "Eh nggak usah, Mbak. Kan yang pesen Mbak Hana, masa malah aku yang pake."

"Ya, nggak apa-apa lah. Di dalam masih ada yang lain, gue bisa nebeng ke mereka."

Arin masih tetap kekeh menolaknya, "Emangnya Mbak Hana nggak buru-buru mau pulang?"

Hana tersenyum.

Sejujurnya, iya.

Rasanya Hana ingin segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dan melepaskan segala penatnya setelah seharian ini bekerja.

Tapi mau bagaimana lagi. Sepertinya Arin memang lebih membutuhkannya.

"Santai aja, Rin."

"Nah, ini juga masih ada Marko. Gue bisa pulang sama dia."

Hana hampir saja melupakan keberadaan Marko yang ternyata masih ada disana. Yang mana laki-laki itu sedari tadi hanya menyimak pembicaraan dua perempuan cantik di hadapannya itu sambil bersandar pada pohon Mangga dengan muka masam.

Colleague, Brother or Lover?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang