"Makasih, No, tebengannya."
"Hmm, tumben ngga bawa mobil? Lagi di servis?"
Satya turun dari motor, lalu melepaskan helm dan memberikannya kembali pada Dino.
"Ada, lagi di rumah temen gue." Sahutnya sekenanya. Toh, Satya tidak sepenuhnya berbohong, kok. Hana memang temannya kan? Dan rencananya, setelah ini nanti ia memang akan mengambil mobilnya di kosan Hana.
Dino yang mendengarnya hanya menganggukkan kepala. Lalu mengedarkan pandangannya sejenak pada kawasan ruko yang di datanginya ini.
Pertigaan dekat lampu merah, gang samping minimarket.
Dino mengerutkan dahinya, ia merasa tidak asing dengan tempat ini. Sepertinya ia pernah mendengar seseorang membicarakan daerah ini sebelumnya saat di kantor.
"Kosnya Hana daerah sini nggak sih?" Tanya Dino pada Satya sambil menunjuk dengan dagu gang yang berada tepat di sebelah mini market.
Gawat. Apa Dino tau dimana kosan Hana? Padahal niat awalnya meminta tolong pada Dino ya karena sepengetahuannya Dino tidak terlalu dekat dengan Hana, jadi kemungkinan laki-laki itu mengetahui kosan Hana sangatlah kecil.
"Tapi gue ngga tau sih tepatnya daerah mana. Cuma pernah denger aja dari Bene."
Syukurlah.
"Ya udah, Sat, gue duluan. Lo seriusan ngga apa-apa gue tinggal?"
Satya mengangguk, "Santai. Hati-hati lo."
"Oke."
"Sekali lagi makasih."
Tin!
Balas Dino sebelum melajukan motornya.
Setelah Dino pergi, Satya lantas segera memasuki minimarket untuk membeli air minum sebelum mengambil mobilnya. Namun dirinya malah dikejutkan dengan kehadiran seorang perempuan yang sangat dikenalinya tengah menggeret koper dan menenteng tas di bahu sempitnya.
Perempuan yang baru akan ia temui.
Tidak lain dan tidak bukan, Hana.
"Loh, Mas Satya? Ngapain disini?" Tanya Hana dengan raut terkejutnya.
Satya menyipitkan matanya, mengamati perempuan dihadapannya itu dengan menyelidik, "Lo...ngapain bawa-bawa koper kaya orang mau pindahan?" Tanyanya balik tanpa menanggapi kalimat Hana sebelumnya.
Hana terdiam sesaat, apa iya, ia harus mengatakan yang sejujurnya pada Satya? Terlebih lagi, Satya juga jadi sosok yang membuatnya berakhir seperti ini. Haruskah?
"Ngg... ceritanya panjang. Intinya gue emang lagi mau nyari kosan baru."
***
Entah ini pertanda baik atau malahan sebaliknya, pertemuan antara Hana dengan Satya di minimarket sore tadi seolah menjadi kebetulan yang aneh. Namun sangat menguntungkan bagi Hana.
Karena dengan pertemuan itu, Hana bisa mendapatkan rejeki nomplok karena ditraktir Satya makan malam di warung tenda samping minimarket.
Lumayan, uang miliknya bisa jadi tambahan untuk mencari kosan baru nantinya. Toh, Satya juga pasti tidak akan keberatan mentraktir seporsi nasi rames miliknya.
"Jadi? Lo diusir?" Yang Hana balas dengan anggukan kepala.
"Sorry." Ujar Satya merasa bersalah setelah melipat kembali selembar foto yang menjadi penyebab nasib buruk saudara tirinya itu, dan menyimpannya di saku kemeja.
Hana mengangguk lagi, masih belum terlalu menyimak Satya yang sedari tadi mencoba mengajaknya mengobrol. Terlalu asik menyantap makan malam yang merangkap jatah makan siangnya yang tertunda akibat harus memberesi barang-barang bawaannya siang tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Colleague, Brother or Lover?
ChickLitFrom colleague, became brother, and ended up being a boyfriend? Is it possible? Written in Bahasa