Event 16

427 64 5
                                    

Dingin.

Karena itu, Hana semakin mengeratkan selimut tebal yang kini membalut tubuhnya.

Mengabaikan suara alarm yang meraung-raung memintanya untuk bangkit dan segera memulai aktivitas di pagi hari ini.

Alarm pertama berbunyi, ia abaikan hingga berhenti dengan sendirinya.

Selang sepuluh menit. Alarm yang kedua menyusul berbunyi, tak ada yang berbeda. Perempuan itu malah meraih bantal dan meletakkannya untuk menutupi kepala.

Hingga pada alarm yang ketiga, Hana sudah tidak bisa mentolerir nya lagi. Ia bangkit dan langsung melepas baterai jam waker yang telah menganggu jam tidurnya itu.

"Berisik banget! Orang masih jam setengah lima juga." Omelnya, sembari akan kembali meraih selimut hendak melanjutkan tidur cantiknya.

Namun matanya seketika membelalak, menyadari kamar yang ia tempati ini terasa begitu asing.

Yang pertama, sejak kapan,Hana memasang alarm sepagi ini?

Kedua, aroma tempat ini tecium sangat maskulin. Pun pada selimut, serta sarung bantalnya yang sama-sama menguarkan aroma khas seorang pria.

Astaga!

"Gue dimana?"

Seingatnya, kejadian terakhir yang masih di ingatnya hanyalah saat ia bersembunyi di dalam almari.

Lalu kenapa sekarang ia bisa tidur di—

Mas Satya?!

Hana menepuk jidatnya agak keras.

Bisa-bisanya ia lupa, kalau saat ini ia tengah berada di apartemen Satya.

"Kalo gue tidur disini, terus Mas Satya tidur dimana?"

Hana segera bangkit dari tidurnya, beranjak dari dalam kamar dan langsung disambut dengan keadaan ruang tengah yang begitu gelap.

Hana celingak-celinguk mencari keberadaan saklar lampu.

Seingatnya kemarin ada di dekat tembok samping kamar Satya.

"Nah, ketemu !"

Ctak!

Lampu ruang tengah seketika menyala, dan matanya langsung tertuju pada sesosok tubuh yang begitu panjang yang terbungkus selimut dari ujung kaki sampai ujung kepala.

Bahkan, sejujurnya Hana tidak tau yang mana kaki, dan yang mana kepala.

"Ini pasti Mas Satya kan?"

Karena siapa lagi kalau bukan laki-laki itu yang tinggal di sini.

Haruskah Hana membangunkannya, agar laki-laki itu bisa pindah ke kamar dan kembali melanjutkan tidurnya dengan lebih nyaman.

Hana yakin, saat bangun nanti badan laki-laki itu akan terasa sakit semua. Karena tidur di sofa yang bahkan tidak dapat menampung keseluruhan tubuh tinggi seorang Satya.

Hana meringis, merasa tidak enak hati karena sudah merepotkan laki-laki itu.

"Mas Satya?"

Ditepuknya pelan bagian tubuh Satya, yang Hana tebak adalah kakinya.

Panggilan pertama tak ada sahutan.

"Mas, udah hampir jam lima. Lo ngga mau bangun?"  Panggilnya lagi, yang akhirnya dibalas gumaman pelan. Namun masih belum ada tanda-tanda kalau laki-laki itu akan segera bangun.

"Mas Satya?" Panggilnya lagi sedikit lebih keras, pun diikuti dengan tepukannya pada kaki Satya yang juga lebih kencang.

"Iya, gue udah bangun."

Colleague, Brother or Lover?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang