Event 24

381 56 8
                                    

"Pagi, adikku. Eh, atau calon kakak ipar?"

Sepertinya sehari saja Dewa tidak menggoda atau menjahili Hana, dia akan merasakan gatal-gatal, gangguan sesak napas, dan nyeri kepala akut, deh.

Buktinya, laki-laki berkaki empat yang sedang duduk di meja makan itu lebih memilih mengawali  hari Sabtu paginya dengan menggoda Hana terlebih dahulu daripada menyantap sarapannya.

Tidak lupa dengan menampilkan senyum usilnya tentu saja.

"Gue sumpahin kaki lo nggak sembuh-sembuh."

"Heh! Mulutnya! Jahat banget sama calon adek ipar sendiri. Aww! Awww! Iya, iya..ampun! Jangan diinjek ngapa." Panik Dewa menghindari Hana yang bersiap akan menginjak kakinya.

"Makanya nggak usah ngomong yang aneh-aneh."

Dewa terkekeh sebagai balasan, "Tinggal lo aminin aja kenapa sih? Siapa tau beneran jadi kakak ipar gue. Ya, kan?"

Ya mana bisa dodol! Batin Hana.

Tidak Hana katakan, namun ia harap Dewa paham hanya dengan melihat Hana yang memelototinya.

Melihat Hana yang tidak lagi menanggapinya, dan memilih sibuk dengan sarapannya, membuat Dewa mengendikkan bahu lalu ikut fokus menyantap sarapan juga. Lalu tak lama setelahnya, Satya menyusul keluar kamar dengan membawa sebuah ransel yang serupa dengan milik—Hana?

Hal itu jelas membuat Dewa menatap keduanya bergantian.

"Kalian pada mau kemana? Kenapa bawa-bawa ransel segala? Kayak mau liburan aja."  Tanya Dewa sambil menatap keduanya curiga.

Oh, apa semalam Satya lupa memberitahu Dewa?

"Acara kantor. Emang semalam gue belum ngasih tau lo, ya?" Yang Dewa balas dengan gelengan kepala.

"Terus gue gimana?"

Benar juga apa kata Dewa. Laki-laki itu pasti akan sedikit kesulitan harus melakukan apa-apa sendiri tanpa bantuan. Tapi mau bagaimana lagi. Ya kali salah satu dari mereka harus absen dari acara outbound? Mereka kan juga mau sekali-kali liburan.

Hana dan Satya saling lirik.

"Gini aja. Gimana kalau lo minta salah satu temen band lo buat nginep?" Saran Satya.

"Kalau nggak, lo ajak semuanya juga nggak masalah. Asal mereka nggak keberatan buat tidur di sofa."

Dewa menatap Satya ragu, "... seriusan nggak apa-apa? Waktu itu lo bilang gue nggak boleh ngundang orang ke sini?"

Satya mengangguk, "Iya, lo nggak bisa ngajak orang kesini pas ada Hana di apart. Sementara hari ini gue sama Hana mau ke Bandung sampai besok sore. Jadi nggak apa-apa."

"Oke lah, kalau gitu." Balas Dewa sambil tersenyum lebar. Siapa juga yang tidak senang kalau temannya akan menginap.

"Baek baek kalian disana." Pesan Dewa sok perhatian pada Satya dan Hana yang baru saja akan berangkat.

"Jangan mojok berduaan mulu. Awas aja."

***

"Gue turun kayak biasanya ya, Mas." Ucap Hana mengingatkan Satya.

Walaupun sebenarnya tidak perlu, karena laki-laki itu tidak mungkin lupa. Karena selama hampir satu bulan ini, laki-laki itu selalu melakukannya tiap pagi.

Menurunkan Hana di halte depan.

Alasannya? Karena Hana yang tidak mau terlihat berangkat bersama dengan Satya. Apalagi kalau bukan karena itu?

Perempuan itu memang aneh. Suka sekali mencari-cari hal-hal yang rumit.

"Turun di kantor aja sekalian. Lo nggak capek harus jalan dari halte ke kantor setiap hari?"

Colleague, Brother or Lover?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang