"Stop...stop...stop, hopp! Gue turun disini aja." Pinta Hana pada Satya untuk menghentikan laju mobilnya, saat mobil berjalan lambat di persimpangan jalan sekitar 500 meter dari kantor.
Satya berdecak, "Lo pikir gue supir angkot. Nyuruh-nyuruh gue berhenti sembarangan." Komentarnya yang tidak Hana sahuti.
"Terus lo mau lanjut jalan kaki sampe kantor? Yakin?" Tanya Satya tidak yakin dengan keputusan yang kemungkinan akan Hana ambil.
"Ya, iya. Toh, deket kok. Gue udah biasa."
Keras kepala.
Setelah seharian kemarin menghabiskan waktu berdua dengan Hana di apartemen, kurang lebihnya, kini Satya mulai tau seperti apakah seorang Hana itu.
Seperti pagi tadi misalnya. Mereka sempat berdebat. Pada awalnya Hana sangat kekeuh ingin berangkat ke kantor sendiri, menolak tawaran dari Satya yang mengajaknya untuk berangkat bersama. Yang jelas-jelas akan lebih banyak menguntungkan Hana apabila perempuan itu memilih opsi kedua. Mengingat kondisi keuangan perempuan itu yang katanya sedang krisis.
Dan setelah Satya mengiming-iminginya dengan sebuah tawaran yang menjanjikan, ditambah ancamannya yang akan perempuan itu terima kalau sampai telat sampai kantor, akhirnya perempuan itu mau tidak mau menurutinya.
Sedikit licik memang. Tapi mau bagaimana lagi.
Satya mengernyitkan dahinya sesaat, dengan mata tertuju pada perempuan yang sibuk membenarkan ikatan rambutnya itu.
Mengendikan bahunya.
Tidak lagi membalasnya, dan membiarkan Hana dengan keputusannya itu.
"Oke, terserah. Gue duluan, Han." Pamit Satya setelah Hana turun dari mobil dan melajukan mobilnya meninggalkan perempuan itu.
Diliriknya dari kaca spion, Hana yang mulai berjalan dengan kepala tertutup tudung hoodie. Persis seperti seseorang yang sedang dalam penyamaran.
Satya geleng-geleng kepala.
Sebegitu tidak sudikah, Hana, orang-orang tau tentang hubungan yang terjalin diantara mereka.
Perasaan, dia tidak buruk-buruk amat dijadikan saudara. Malahan, seringkali Satya disanjung-sanjung, dan dibanggakan di keluarga besar saat ada perkumpulan keluarga. Dan baru kali ini ada orang yang malu? Berdekatan dengan dirinya?
Ck! Harga diri nya merasa tersentil.
Satya menautkan kedua alisnya, "Jangan jangan dia naksir gue. Makanya ngga mau kelihatan deket deket gue."
Hening.
"Ah, nggak mungkin lah. Orang dia sukanya sama yang berondong."
***
Suasana kantor di siang hari ini sangatlah tidak kondusif.
Sudah tau kan karena apa?
Ya, ulah trio biang kerok. Siapa lagi kalau bukan mereka.
Kalau sedang tidak ada kerjaan, mereka biasanya memainkan PlayStation yang ada di ruang tengah. Yang memang sengaja Seno tinggal untuk hiburan anak-anak The One. Kadang-kadang Seno juga ikut main. Tapi kebetulan untuk hari ini laki-laki itu sedang pergi, makanya tidak ikut serta bersama Marko, Bene, dan Cakra.
Lalu, untuk Dino dan Satya? Hana tidak tau. Mereka berdua memang suka sekali seperti ini. Hilang tanpa kabar, dan kembali dengan tiba-tiba.
Sedangkan Hana dan para perempuan lain tengah sibuk mempercantik kuku di meja kerja Arin. Dengan Clara yang mengerjakan kuku milik Windi, dan Arin yang mengerjakan kuku Hana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Colleague, Brother or Lover?
ChickLitFrom colleague, became brother, and ended up being a boyfriend? Is it possible? Written in Bahasa