"Eitss...eitss...eitss, buru-buru amat. Terus ini lo juga habis dari mana pake lari-larian segala?" Hadang Cakra persis di depan pintu, karena saat akan keluar ia dikejutkan dengan Hana yang menyelonong masuk.
Padahal seingatnya perempuan itu sudah pulang lebih dulu sejak setengah jam yang lalu. Tapi kenapa sekarang malah balik lagi ke kantor?
"Lo bukannya tadi udah balik duluan ya? Ada yang ketinggalan?" Tanyanya lagi semakin penasaran, apalagi ditambah dilihatnya penampilan Hana yang sudah tidak karuan dengan rambutnya yang awut-awutan seperti habis dikejar.... satpol PP?
Cakra mendelik, "Astaga Hanaaa... Ketahuan mangkal di perempatan depan ya lo?! Jangan bikin malu kantor dong, yang bener aja." Tuduh Cakra dengan raut wajahnya yang terlihat tidak santai, yang seketika dihadiahi Hana dengan tabokan keras pada lengannya.
"Lo butuh uang berapa? Gue pinjemin deh, supaya lo nggak perlu cari sugar daddy lagi." Tambah Cakra lagi seolah tidak kapok padahal habis dipukul cukup kencang oleh Hana sambil mengeluarkan dompetnya dari saku celana.
"Atau sekalian aja gue yang jadi sugar daddy lo?" Tawar Cakra dengan kedua alisnya yang naik turun.
"Mulut lo bang!"
Masih dengan nafas yang tersengal-sengal sehabis berlari usai membeli sesuatu dari apotek depan, Hana membungkukkan badannya sambil berpegangan pada Cakra.
Rasanya kedua kakinya sudah tidak sanggup lagi untuk menopang tubuhnya setelah berlari bolak-balik dari kantor-apotek dan kembali lagi ke kantor.
Gila, hanya demi sebuah obat Hana sampai rela berkorban seperti ini. Mana ia pakai lari-larian segala. Dan bodohnya, kenapa juga ia tidak kepikiran untuk pesan melalui aplikasi ojol aja coba.
"Bentar...biar gue napas dulu."
"Butuh napas buatan?"
"Ha-ha-ha, lucu." Balasnya setelah berhasil menegakkan kembali tubuhnya dan perlahan berjalan ke arah pantry.
Sedangkan Cakra terkekeh mendengar balasan sarkas khas Hana sembari mengekori rekan kerjanya itu.
"Duduk dulu deh, biar gue ambilin minum." Ujarnya lalu menyerahkan helm biru kesayangannya itu pada Hana yang kini telah duduk di kursi pantry.
"Air putih atau apa?"
"Terserah."
Hana mengedarkan pandangannya sesaat, ketika menyadari suasana kantor terlihat sudah sangat sepi. Padahal rasanya ia pergi cuma sebentar, tapi kenapa orang-orang sudah pada pulang.
Eh? Jangan bilang....
"Mas Satya belum balik kan?" Tanya Hana buru-buru.
"Belum, noh orangnya masih diatas."
"Tapi kok gue nggak lihat mobilnya di depan?"
"Dipake Bang Seno."
Syukurlah. Usahanya jadi tidak sia-sia.
"Nih,"
"Thank you, Bang."
"Halah, kalo lagi gini aja lo mau panggil gue bang." Sindir Cakra yang Hana balas dengan cengiran tidak bersalah.
Bak orang kesetanan, Hana segera meneguk hingga tandas air mineral dingin yang Cakra berikan padanya, bahkan sampai membuat Cakra yang melihatnya geleng-geleng kepala.
"Lo kayak orang yang udah nggak minum setahun. Awas keselek." Peringatannya pada Hana lalu ikut meneguk kopi kalengan yang diambilnya dari dalam kulkas.
"Oiya, ini lo jadinya mau pulang nebeng gue? Si Bene udah balik duluan. Lo sih, gue pikir lo nggak balik lagi kesini."
Hana mengerutkan dahi, "Pulang bareng? Bene?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Colleague, Brother or Lover?
Chick-LitFrom colleague, became brother, and ended up being a boyfriend? Is it possible? Written in Bahasa