Event 26

391 51 13
                                    

Sudah tiga harian ini kantor berasa begitu suram dan mencekam. Ini sungguhan, Hana tidak mengada-ada. Bahkan Bene, Cakra dan Marko yang biasanya kerap kali berulah, tiga hari belakangan ini mereka mendadak menjadi sosok introvert yang tak banyak bicara.

Tak lain dan tak bukan, dikarenakan insiden truth or dare malam itu. Saat itu, ketika Satya pergi entah kemana, mau tidak mau permainan akhirnya dihentikan. Apalagi kondisinya sudah tidak memungkinkan untuk mereka tetap bersenda gurau saat salah satu diantara mereka tidak dalam keadaan yang baik.

Hana tiba-tiba pingsan.

Semua orang tentu menyalahkan Bene, namun tidak menampik kalau mereka semua juga ikut andil bagian. Karena mereka semua jelas-jelas malah menyoraki Satya dan Hana untuk tetap melanjutkan dare yang Bene berikan. Padahal kedua orang tersebut sudah terlihat enggan dan meminta Bene untuk mengganti tantangan. Tapi mau bagaimana lagi, nasi sudah terlanjur menjadi bubur, kan?

Dan hingga saat ini, detik ini, Satya masih mendiami mereka. Laki-laki itu sepertinya benar-benar kelewat marah.

Bene saja bahkan sampai tidak berani untuk menegur Satya saat mereka sama-sama akan masuk kedalam kantor. Takut. Dan memilih untuk pura-pura kembali menuju mobil, sambil bergumam kalau ada barangnya yang tertinggal.

Sungguh, aura Satya saat marah sangatlah menyeramkan. Padahal laki-laki itu hanya diam dan tidak melakukan apa-apa. Tidak juga membentak atau memaki orang-orang yang telah lancang menjahilinya. Malahan, pikirnya akan lebih baik kalau laki-laki itu menyalurkan kemarahannya dengan memaki dan membentak. Karena dengan begitu, Bene bisa langsung sekalian meminta maaf. Tapi kalau diam-diaman begini, Bene jadi bingung bagaimana harus memulainya.

Padahal mereka tidak tau saja, kalau sebenarnya Satya sudah tidak lagi marah pada teman-temannya itu.

Bahkan saat Satya kembali ke tenda yang ditempatinya bersama dengan Seno dan Cakra malam itu, laki-laki itu sudah benar-benar tidak lagi marah. Namun anehnya, teman-temannya tidak ada yang mengajaknya berbicara. Jadi ya sudah, Satya ikut-ikutan diam saja.

Mereka memang sudah kelewatan. Tapi Satya marah bukan karena hal itu. Ada hal lain.

Ada yang salah dengan Satya semenjak malam itu. Dan Satya sendiri tidak tau apa.

Satya uring-uringan. Tiap melihat Hana rasanya ia ingin marah.

Setelah tiga harian ini laki-laki itu mendiami semua orang di kantor. Maka di hari inilah puncaknya. Laki-laki itu akhirnya menyuarakan amarahnya. Namun anehnya yang terkena semprotan amarahnya bukannya Bene atau Cakra si biang kerok malam itu, tapi malah Hana.

Iya, Hana. Orang yang nyatanya sama-sama menjadi korban bersama dengan dirinya.

Satya tiba-tiba merasa kesal tiap kali melihat Hana. Terlebih saat Hana berbicara.

Bibirnya, astaga. Satya pusing melihatnya.

"Lo bisa diem aja nggak? Cerewet banget." Ujarnya saat Hana menyampaikan beberapa point yang menurutnya perlu di revisi.

Hana seketika bungkam. Melipat bibirnya, lalu menyerahkan hasil tulisannya pada Windy agar perempuan itu yang melanjutkan.

Hana sebenarnya menyadari keanehan Satya itu. Apalagi mereka kan tinggal serumah.

Semuanya diawali dengan Satya yang tiba-tiba mendadak sensi apabila ada Hana di radius dua meter didekatnya. Lalu Satya yang tidak lagi mau untuk memberinya tumpangan ke kantor, dan meminta perempuan itu untuk berangkat sendiri dengan kendaraan umum.

Mengingatnya membuat Hana mendengus kesal.

Dulu siapa yang kekeuh memintanya untuk berangkat bersama? Tapi sekarang apa?

Colleague, Brother or Lover?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang