Tiga hari belakangan ini Hana kembali melakukan rutinitasnya seperti saat masih kuliah dulu. Masa di awal-awal ia baru menjadi mahasiswi sekaligus menjadi anak kos sejati. Dan mengharuskan dirinya untuk berhemat uang.
Ada yang bisa menebak rutinitas apakah itu?
Membawa bekal.
Tidak ada yang salah memang. Namun teman-teman kantor nya menatapnya dengan tatapan aneh.
Terutama Clara dan Bene.
"Lo dari kemarin bawa bekal mulu. Tumben." Komentar Clara yang baru saja kembali dari mengambil pesanan gofood nya kebawah.
Hana tidak menjawabnya, mulutnya sibuk mengunyah wortel yang ada dalam sup kuah bening.
"Rin, titipan lo nih." Panggil Clara pada Arin yang tidak menyadari titipan makan siangnya telah tiba.
"Oh, oke, Mbak Clara. I'm coming!" Balasnya dengan begitu antusias.
Hana mencebikkan bibirnya, saat memperhatikan betapa menggiurkannya ayam goreng yang berlumuran saus merah yang Clara juga Arin santap dihadapannya itu.
Lalu matanya beralih pada kotak bekalnya sendiri, yang terdapat sup kuah bening berisi bayam dan wortel, dengan lauk perkedel tahu yang dicampur parutan wortel, sambal tomat, plus sebotol jus wortel.
Batinnya, nggak apa-apa. Makanan punya gue lebih sehat dibandingkan ayam milik mereka.
Namun tetap saja Hana merasa sedih.
"Kenapa? Lo mau?" Tawar Clara sambil menyuirkan sepotong kecil kulit ayam miliknya.
Bukan, bukan untuk diberikan pada Hana tentunya. Tapi untuk disuapkan ke mulutnya sendiri.
"Hmmmmm, enak banget tau, Han. Lo sih gue tawarin mau beli juga apa nggak, eh lo nya nggak mau."
Hana berdecak, "Ya masa gue udah bawa bekal nggak gue makan."
"Mbak Hana nggak bosen apa, kayaknya dari kemarin makan wortel mulu?"
Nah itu dia masalahnya.
Hana jadi kembali teringat beberapa hari yang lalu.
Sore itu Hana memang meminta Satya untuk membeli wortel. Dan kalian tau apa? Saat Satya sudah kembali ke apartemen, laki-laki itu membawa sekantong keresek wortel!
Hana ulangi, SATYA MEMBAWA SATU KANTONG KERESEK WORTEL!
Kalian pikir hanya itu saja?
Tentu tidak.
Di sebelah tangannya yang lain, laki-laki itu juga menenteng dua kantong kresek yang masing-masing berisi kemangi juga selada.
Hana yang melihatnya tentu saja terheran-heran. Laki-laki itu sengaja atau tidak membeli semua itu.
Dan saat Hana tanya mengapa Satya membeli belanjaan sebanyak itu, laki-laki itu hanya menjawab,
"Kalau beli sedikit malu lah."
Bisa kalian bayangkan betapa menyebalkannya ekspresi Satya dengan wajah super cool nya itu?
Ya, kira-kira begitulah kronologi kejadian yang menyebabkan mengapa selama tiga hari berturut-turut ini, Hana membawa bekal dengan menu makanan serba wortel.
Kalau tidak begini, sayang wortelnya kalau keburu busuk di dalam kulkas. Pikirnya.
Lalu bagaimana nasib selada dan kemangi?
Aman. Hana dan Satya hari itu mau tidak mau harus ber-cosplay menjadi seekor kambing. Dan hal baiknya, kini setiap pagi mereka berdua bisa sarapan sehat dengan menu salad.
Yah, dan Hana rasa selama sebulan atau beberapa bulan kedepan, dirinya bersumpah tidak akan berurusan dengan ketiga sayur mayur tersebut.
Hana trauma.
Dan ingatkan Hana untuk tidak lagi menitip belanjaan pada Satya.
***
"Diet lo?" Tanya Seno pada Satya yang baru saja mengintip menu makan siang milik tangan kanannya itu.
Satya hanya mengendikan bahunya. Lalu sibuk menuangkan saus mayonaise kedalam salad sayur buatan Hana pagi tadi yang belum sempat ia makan.
Seno terkekeh, "Kata Dino lo lagi rajin-rajinnya bawa bekal. Emang bener?"
Satya lagi-lagi mengendikan kedua bahunya.
Batinnya, ternyata Dino bermulut ember juga ya.
Seno yang tidak mendapatkan jawaban sepatah katapun dari Satya hanya dapat tertawa terbahak-bahak.
Ia tau laki-laki dihadapannya itu sedang kesal. Atau malu karena ia ejek?
"Udah lah, Bang. Biarain aja. Harusnya kita seneng. Ternyata si Satya masih doyan cewek."
Sialan!
Satya melirik sinis pada Cakra yang tiba-tiba nimbrung bersama mereka.
"Pasti bekalnya dibuat dengan sepenuh hati, makanya rasanya enak. Ya, nggak, Sat?" Goda Cakra setelah mencomot secuil telur rebus yang ada dalam salad milik Satya.
"Auk, ah." Balas Satya pada akhirnya.
"Jujur aja, lo lagi deket sama cewek kan?" Tuduh Cakra tak lupa sambil menodongkan jari telunjuknya dihadapan Satya.
"Nggak. Sok tau lo."
Cakra menyugar rambutnya dengan kasar, diikuti dengan decakan frustasi, "Ayolah, kita ini udah kaya keluarga. Masa lo nggak mau cerita ke kita-kita." Ujarnya sebelum kemudian berdecak, "Parah sih. Parah banget. Durhaka."
Satya menyuapkan sesendok besar salad yang tersisa, dan beranjak kearah wastafel untuk mencuci wadah makan beserta sendoknya. Meninggalkan Seno serta Cakra yang saling melemparkan tatapan curiga.
"Si Satya kenapa? Ngambek?" Tanya Dino yang baru saja tiba usai kembali dari luar. Dan sempat melihat Satya yang berada di pantry dengan mulut komat-kamit bagai seorang dukun yang sedang membaca mantra.
Batinnya, tumben sekali Satya memperlihatkan wajah jengkelnya.
"Tantrum. Gara-gara diejek Cakra."
Cakra yang tidak terima disalahkan sendirian oleh Seno jelas menyangkalnya, "Lo juga ya, Bang."
"Kalau sampe si Satya ngambek beneran, lo harus bantuin gue ngebujuk dia loh, Bang. Nggak mau tau. Lo pokoknya kudu mau." Tambah Cakra.
"Bisa gawat soalnya. Kerjaan gue ntar nggak ada yang bantuin."
- Bonus muka Mas Satya habis kena omel Hana 🤣🤣
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.