Kekacauan di ruang makan pagi itu baru berakhir ketika Renata jatuh pingsan. Haidan yang merasakan perempuan dalam pelukannya tak bergerak sontak menggendong Sekar ke mobil, lalu balik ke dalam rumah demi membawa serta Renata ke rumah sakit. Di sepanjang perjalanan, ia dan Wilona tak sedikit pun bertukar kata. Wilona sibuk menata rasa, mati-matian menahan murka. Ia terus menyeka air mata sembari menggenggam erat tangan sang mama. Sesekali Wilona menengok ke sisi kanan, menatap nanar Sekar yang tak sadarkan diri juga. Kepada kakak tirinya itu, Wilona kelewat kecewa, sebab bagaimana bisa Sekar sedemikian tega? Tidur dengan Haidan hingga kemudian berbadan dua? Nurani Sekar lari ke mana?
Kedua perempuan yang kehilangan kesadaran itu dilarikan ke UGD. Sekar tersadar tidak lama setelah mendapatkan infusan, sementara Wilona yang diberi informasi bahwa Renata harus rawat inap dikarenakan tekanan darahnya naik pun buru-buru memindahkan sang mama dari UGD. Wilona tak mau kondisi beliau makin kacau jika sampai terbangun dan langsung melihat keberadaan Sekar. Haidan, walau harus sambil menahan deraan perih di punggung, tetap membantu Wilona mengurus administrasi dan sebagainya. Dua sejoli yang masih terikat hubungan itu baru berpisah kala Wilona mengantarkan sang mama ke ruang rawat inapnya.
Sekarang, Haidan termenung di kursi tunggu persis depan ruang unit gawat darurat. Membiarkan Sekar terlelap di dalam sendirian. Lelaki itu kalut, benar-benar tak mengira akan seperti ini kejadiannya. Haidan lupa memberitahu Sekar untuk jangan mengakui kehamilan pada keluarga tanpa keberadaan Haidan di sisinya. Semalam rasa haru membuat Haidan tidak bisa berpikir banyak, yang ada di kepalanya hanya tentang bagaimana akan menghadapi Wilona. Harus meminta maaf dalam bentuk apa ia kepada sang kekasih yang telah dengan begitu kejam ia khianati?
Haidan menghela napas berat sambil memijit pangkal hidung. Ia memejam sesaat, tetapi begitu kembali membuka mata, malah ia dapati presensi Wilona. Gadis itu berjalan ke arahnya dengan mata yang kentara menyorot kecewa.
Begitu menapakkan kaki di depan Haidan, Wilona terdiam sebentar seraya mengulum bibir bawah, mati-matian menahan isakan. Dadanya teramat sesak melihat wajah Haidan. Wajah lelaki yang telah ia titipi hati. Wajah lelaki yang selalu ia bayangkan menjelang tidur. Gadis itu berusaha keras menyangkal fakta yang sempat didengarnya tadi pagi, sebab jujur saja ia sulit percaya bahwa Haidan bisa begitu tega membagi rasa. Mana dengan saudara Wilona pula. Namun, mendapati kilat sesal yang kentara di mata kekasihnya, kesadaran Wilona seolah kembali ditampar kuat-kuat.
Kini kenyataan menjadi jelas sejelas-jelasnya, Haidan sungguh mendua, tak tanggung-tanggung dalam memberi Wilona luka. Padahal kepada dirinya, Haidan berlaku amat peduli. Tampak tulus mencintai. Namun, kenapa malah berakhir seperti ini?
Apakah kata-kata cinta yang Haidan ungkap setiap hari tak memiliki arti?
Haidan menunduk ketika kekasihnya mengambil posisi duduk di samping lelaki itu. Tidak mampu mengadu tatap. Haidan tidak sanggup melihat kekecewaan di mata Wilona. Kecewa yang timbul karena kebrengsekannya.
"Kamu hutang penjelasan ke aku, Kak." Wilona berkata dengan tatap hampa terarah ke lantai. Sama seperti Haidan yang tidak mau melakukan kontak mata, Wilona juga enggan menatap lama-lama wajah lelaki yang amat ia cinta. Wilona tahu bahwa keteduhan tak akan lagi ia temukan di obsidian Haidan. Tak akan lagi ia dapati senyum lembutnya. Sekarang Wilona sukar melihat Haidan dengan penilaian yang sama. Haidan yang Wilona kira laki-laki baik ternyata bajingan, persis seperti yang pernah Renata katakan.
Jemari Haidan yang saling taut di atas paha kontan terurai lantaran lelaki itu mengusap wajah kasar sebelum berkata, "I have nothing to explain, Wilo. Aku salah banget, dan gak akan ada kalimat pembelaan apa pun. Aku brengsek udah hancurin kepercayaan kamu. Udah gak setia sama komitmen kita. Kamu berhak marah, berhak kecewa. Aku minta maaf walau tau enggak layak mendapatkannya. I'm sorry. Really sorry." Haidan menoleh hanya untuk mempertegas rasa sesal lantaran Wilona kini sibuk menyeka air mata. Tangan Haidan mengepal kuat, frustrasi karena tak lagi layak menghapus air mata perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Love Me Only
Fanfiction"Rasa cinta gue, kepercayaan dan harapan gue, semuanya udah hancur di tangan lo. Gue rasa gue enggak akan bisa memulai kisah baru dengan orang lain. Sekar, gue mau sama lo aja. Gapapa bikin sakit juga. I'll let it hurt, until it can't hurt me anymor...