JANGAN JADI SIDER!
***
Permukaan air tanpa riak tidak selalu menjamin ada ketenangan di dasar, pun dengan pembawaan Sekar yang kalem dalam mengarungi masalah antara dirinya, Haidan, dan Wilona. Ia memang bersikap santai, seolah tidak peduli pada jiwa-jiwa yang terluka karena ulahnya. Namun, sejatinya tidak demikian. Sekar jelas kepikiran, kerap terjaga semalaman memikirkan balasan yang bakal menghantamnya di masa depan. Atas kekecewaan Wilona, sakit hatinya, serta perih dari kehilangan—Sekar yakin akan ada momen di mana Tuhan mengganjarnya dengan hukuman.
Sekar kini menapakkan kaki di depan pintu ruang rawat inap Wilona. Tadi pagi Haidan memberi kabar bahwa mantan kekasih lelaki itu dilarikan ke UGD. Patah hati telah menggerus gairah hidup Wilona, membuatnya enggan makan dan hanya mengurung diri di kamar berhari-hari. Puncaknya adalah tadi malam ketika Renata menemukan sang anak tergeletak di sisi ranjang, pingsan karena dehidrasi.
Gagang pintu digerakkan, kemudian Sekar tarik pelan. Sebelum memasuki ruangan, perempuan itu sudah lebih dulu memastikan ketiadaan Renata. Sang mama tiri sedang ke kafetaria, baru hengkang sepuluh menit lalu.
Di dalam, Wilona terlelap di ranjang dengan wajah pucat. Selang infus tertanam di punggung tangan kirinya. Sekar bergeming beberapa detik di ambang pintu lantaran rasa bersalah kian menumpuk di dada. Namun, sudah sejauh ini ia melukai banyak hati, termasuk miliknya sendiri, jadi Sekar tak mungkin berhenti. Akan ia biarkan waktu yang menyelesaikan segalanya. Untuk sekarang, prahara yang terlanjur tercipta, Sekar harus menjalaninya meski ketegaran yang ia tunjukkan hanyalah kepura-puraan.
Di sisi lain, suara derit pintu mengusik ketenangan Wilona yang tak betulan tidur dalam pejaman matanya. Gadis itu mengerjap, tertegun sepersekian detik ketika tatapannya mengunci presensi Sekar. Jemari Wilona kontan mengepal, kepalang kecewa pada sang kakak tiri. Wilona masih tidak habis pikir atas motif yang mendasari perbuatan tercela Sekar padahal Wilona telah bersikap baik kepadanya.
Pandangan keduanya beradu. Sekar melayangkan tatapan datar, disambut Wilona dengan sorot kecewa. Sekar jadi pihak pertama yang memutuskan kontak mata, mengambil langkah tegas ke sisi ranjang dan langsung menempatkan diri pada kursi. Untuk sesaat, kesunyian merapat, memberi dua perempuan itu waktu untuk menyusun kata-kata dalam kepala.
"Ngapain ke sini, Mbak?" Parau, suara Wilona terlontar. Matanya yang sayu menyorot sendu. "Mau mastiin apa aku udah bener-bener hancur atau belum? Udah, Mbak. Kamu berhasil. Kamu ambil seseorang yang aku sayang dengan sangat. Gak tanggung-tanggung, kamu langsung rebut dia lewat anak, lewat sesuatu yang gak mungkin bisa aku cegah. Kenapa sih, Mbak? Aku salah apa sama kamu? Aku beneran minta maaf kalau emang pernah bikin kamu tersinggung." Bulir-bulir air mengaliri sudut mata perempuan itu, deras berjatuhan membasahi cuping telinga. Bagi Wilona, kehadiran Sekar serupa penegas luka, mengoyak hati yang tempo hari sudah lebih dulu Haidan remukkan. Ekspresi wajah datar Sekar menjelma ejekan paling memuakkan. Sampai sekarang Wilona masih tidak paham alasan Sekar setega demikian.
"Wilo," Sekar menatap lurus-lurus kenelangsaan yang menggores wajah cantik Wilona. Ia raba sejauh mana rasa sakit mencengkeram dada sang adik. Lalu, macam manusia tak punya nurani, Sekar bisa-bisanya tersenyum dalam menanggapi kepedihan gadis itu. "Ketika kita melakukan kebaikan pada seseorang, Tuhan pasti kasih balasan, tapi balasannya gak selalu datang dari orang yang kita baikin. Dan balasan dari kebaikan kita juga enggak selalu datang ke kita. Bisa aja anak kita yang nikmatin, atau orang tua kita, atau pasangan kita. Nah, Wilo, kejahatan pun konsep tuai-taburnya sama. Keburukan yang lo tabur, boleh jadi anak lo yang menuai karmanya."
Wilona membuang muka, menjadikan langit-langit ruangan sebagai titik fokus. Sisa-sisa isakannya masih terdengar, menggema pilu di antara senyap yang sekejap mendekap.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Love Me Only
Fanfic"Rasa cinta gue, kepercayaan dan harapan gue, semuanya udah hancur di tangan lo. Gue rasa gue enggak akan bisa memulai kisah baru dengan orang lain. Sekar, gue mau sama lo aja. Gapapa bikin sakit juga. I'll let it hurt, until it can't hurt me anymor...