***
Jam sebelas malam, Sekar membuka pintu apartemen Geby untuk Haidan. Walaupun pasang tampang lempeng dalam menyambut kedatangan lelaki itu, sejatinya benak Sekar berkecamuk. Pasalnya Haidan bertandang seusai mengurus buntut kekacauan tadi pagi, Haidan baru saja bertemu Johan untuk meluruskan segala konflik pelik di antara dirinya, Sekar, dan Wilona. Cukup mengejutkan lantaran wajah Haidan masih tampan, sekujur badan luput dari goresan, padahal Sekar kira Johan akan menghajar lelaki ini habis-habisan. Ternyata prediksinya keliru, sebab alih-alih kemurungan, yang menghiasi wajah Haidan justru kelegaan, seolah-olah kemelut yang sedang terjadi berhasil ia bereskan.
"Gue juga kaget Om Johan sudi biarin gue keluar dari rumahnya tanpa luka sedikit pun," kata Haidan yang sadar makna tatapan terheran-heran Sekar.
Sekar mengangguk singkat, lantas begitu saja memindai penampilan Haidan. Sial, Sekar jatuh cinta lagi pada visualisasi lelaki ini. Kemeja warna lilac dengan bagian bawah dimasukkan ke dalam ankle pants tersemat pas di badan proposional Haidan, membuatnya terlihat sangat menawan. Ditambah rambut depan ditata naik sehingga mengekspos dahi mulus, belum lagi wangi parfum mahal yang menguar samar-samar, ugh! Sekar terpana sesaat. Namun, dalam balutan pakaian yang cukup formal tersebut, anehnya Haidan malah menggendong tas gitar di punggung.
Melihat Sekar malah melamun, Haidan pun berdeham pelan demi menyadarkan perempuan itu, dan berhasil. Sekar terenyak, buru-buru mempersilakan Haidan masuk. Di dalam, tidak ada orang. Geby pulang ke rumah untuk menghadiri acara keluarga. Sejatinya Geby hanya menyuguhkan alibi pada Sekar lantaran tahu jika Haidan akan berkunjung, sudah pasti topik-topik pribadi yang bakal keduanya singgung. Geby menghargai privasi mereka sekalipun Sekar adalah sahabatnya. Sebab di hubungan Sekar dan Haidan yang semrawut itu, Geby ini sekadar outsider, tak berhak ikut campur kecuali jika Sekar yang meminta.
Haidan pergi menuju balkon, sementara Sekar melenggang ke dapur untuk mengambil minum serta beberapa bungkus camilan. Perempuan itu tahu malam ini bakal berlangsung konversasi panjang, ada banyak hal yang mau Sekar tanyakan dan sepertinya Haidan juga sama.
Nampan berisi dua kaleng minuman dan beberapa bungkus keripik ditaruh Sekar ke meja, lantas ia lirik Haidan yang duduk di kursi seberangnya. Sekar mengangguk samar, membalas gumaman terima kasih dari Haidan. Setelahnya ia mengalihkan pandang ke depan, sedikit mendongak demi menatap langit malam yang nihil bintang. Angin berembus pelan, hawa dinginnya membelai wajah Sekar dan Haidan, turut serta menerbangkan anak rambut si cantik yang mencuat dari ikatan messy bun-nya. Lima belas menit memudar, tetapi mereka masih betah membisu, kompak membiarkan senyap mendekap. Menunggu jemu.
"Kami gak banyak ngobrol." Suara Haidan memecah sunyi. "Om Johan jelas kecewa, kelihatan banget dari ekspresinya. Tapi beliau cuma bilang kalau gue baru akan dikasih pelajaran seandainya nanti gak becus jagain lo."
"Itu aja?"
Haidan menoleh, senyum tipisnya tersungging singkat. "Intinya itu, sih. Sama beliau nyuruh kita cepet-cepet nikah." Kekehan renyah lolos dari bibir lelaki itu lantaran mendapati Sekar beringsut memalingkan muka satu detik setelah mendengar Haidan selesai mengucap kalimat terakhir.
"Terus lo jawab apa?" Sekar membuka minuman kalengnya, berlagak sibuk.
"Secepatnya," balas Haidan sebelum mengambil minuman bagiannya. "Gue perlu diskusi dulu sama bokap. Terus kan kita juga harus ngurus berkas-berkasnya. Gue minta waktu paling lama seminggu ke Om Johan."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Love Me Only
Fanfiction"Rasa cinta gue, kepercayaan dan harapan gue, semuanya udah hancur di tangan lo. Gue rasa gue enggak akan bisa memulai kisah baru dengan orang lain. Sekar, gue mau sama lo aja. Gapapa bikin sakit juga. I'll let it hurt, until it can't hurt me anymor...