JANGAN JADI SILENT READER!
***
Sekar menyesal setengah mati. Harusnya kejahatan tidak dibalas kejahatan. Harusnya ketika dilukai, jika tak mampu membalas dengan kebaikan, maka diam; abaikan. Ya, jika saja demikian. Jika saja waktu dapat diseret ke masa lalu. Andai dulu Sekar tak memulai huru-hara, tak menyulut konflik antara dirinya dan Wilona, mungkin siang ini—usai keluar ruangan Devana dan didesak membuat surat pengunduran diri—Sekar mungkin tidak akan berlari pontang-panting menuju rumah sakit.
Tepat di jam setengah satu, Renjana memberitahu via sambungan telepon bahwa Geby kecelakaan. Renjana tak lupa mewanti-wanti Sekar untuk jangan terlalu cemas karena Geby sebatas terserempet mobil, tidak terluka terlalu serius, hanya butuh beberapa jahitan di lengan kanan. Namun, mana bisa Sekar tenang, masalahnya ia tahu dalang di balik kecelakaan sang sahabat. Ya, sebab tidak berselang lama dari Renjana menelepon, pesan bak teror singgah ke ponsel Sekar. Dari Wilona. Begini tulisan yang tertera; aku udah nunggu semalaman, Mbak. Tapi kamu gak ada ngasih keputusan. Aku anggap kamu nolak, jadi siang ini kita mulai aja, ya?
Sekar sakit kepala.
Saat dihajar masalah, Sekar selalu lari pada Geby. Namun, ketika perempuan itu yang menjadi sumber kecemasan, harus kepada siapa Sekar mengadu?
Haidan?
Tidak bisa, sebab lelaki itu adalah tebusan yang Wilona pinta. Jika Haidan tahu perkara ini, maka ada dua kemungkinan; menyelamatkan, atau justru memperumit keadaan. Tahunya Haidan boleh jadi membantu, tetapi jika Wilona menyadari, perempuan itu pasti makin menjadi-jadi. Sekar tidak mau ambil resiko. Untuk sekarang ia bakal tutup mulut dan mencoba menyelesaikan segalanya sendiri.
Sesampainya di ruang UGD, segera Sekar cari keberadaan Geby. Satu persatu tirai yang menyekat bangsal disibak, dan perempuan itu berhasil menemukan Geby di ujung. Detik ketika tatapan mereka bertemu, Geby langsung pamer cengiran, sementara Sekar yang dadanya serasa terhimpit seketika dikuasai kelegaan. Sekar memejam sekejapan, menarik napas panjang, lalu menatap datar Geby.
"Gue temen lo bukan, sih?" Sekar bertanya pelan, tetapi nadanya ditekan, menyirat kekesalan. "Kenapa bisa gue tau lo kecelakaan dari orang lain? Udah sohiban banget lo sama Renjana sampai-sampai kabar kayak gini bukan gue yang pertama tau?"
"Calm, bestie." Geby menarik lengan Sekar, menyuruhnya duduk di tepian brankar. "Gini, gue gak mau bikin lo khawatir. Lagian cuma keserempet doang. Nih—" Geby menyodorkan lengan kanan yang terdapat perban, lantas terkekeh pelan. "Cuma ini aja."
"Terus ini apa?" cecar Sekar sambil menekan memar di pipi dan dahi Geby, membuat perempuan itu meringis. Sekar menghela napas, berusaha meredam rasa kesal. Ia sebenarnya memahami alasan Geby bertindak seperti ini, tetapi tetap saja, Sekar kesal karena tidak diberitahu. Andai Renjana tak mengabari, pasti Geby akan menolak bertemu sampai beberapa hari demi memulihkan luka-luka, demi menghindarkan Sekar dari kekhawatiran. Sepeduli itu Geby pada Sekar dan calon keponakannya. "Lo anggap gue apa, sih? Gue temen baik lo kan, Geby?" tanya Sekar lirih.
"Dih—"Geby mendengkus, tetapi sejurus kemudian terkekeh geli. "Drama amat bumil satu ini. Sans, sayang, gue gapapa. Gue tuh tau banget lo suka cemas berlebihan kalau gue kena masalah dikit aja, makanya gak gue kasih tau. Lagian gak parah. Maaf, deh. Nanti-nanti bakal gue ulang lagi."
Sekar tabok pelan lengan Geby yang tidak terluka, lantas memberengut sebal. "Sini gue tonjok aja biar lo pulangnya naik ambulan sekalian."
"Nanti lo nangis!" cibir Geby.
"Gak," balas Sekar sewot. "Gue punya Haidan, lo nggak terlalu penting lagi."
Geby mendengkus. "Ya udah sana sama Haidan sana, gue juga punya Renjana."
![](https://img.wattpad.com/cover/332765764-288-k691417.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Love Me Only
Fanfic"Rasa cinta gue, kepercayaan dan harapan gue, semuanya udah hancur di tangan lo. Gue rasa gue enggak akan bisa memulai kisah baru dengan orang lain. Sekar, gue mau sama lo aja. Gapapa bikin sakit juga. I'll let it hurt, until it can't hurt me anymor...