23. Peka, dong!

2.2K 373 75
                                    

JANGAN JADI SIDERS!

***

Yang hamil Sekar, tetapi di suatu sore bergerimis Haidan tiba-tiba ngidam seblak. Kebetulan pada waktu bersamaan Renjana mengundang keduanya untuk bakar-bakar jagung, alhasil pergilah mereka ke rumah Buk Arini. Jagung tersebut adalah buah tangan yang dibawa Pak Jefri usai menunaikan tugas dinas ke Tasik. Berhubung Buk Arini dan Pak Jamal tidak ada di rumah, Sekar pun mengajak Geby turut serta, dan tentu saja perempuan itu dengan senang hati mengiyakan. Ngomong-ngomong, Geby dan Renjana sudah akrab. Selain sama-sama suka ghibah, keduanya juga memiliki ketertarikan pada lukisan. Geby belajar banyak hal dari Renjana. Lelaki itu bahkan telah berjanji akan membuatkan satu lukisan untuk Geby. Soal gambarnya apa, rahasia, Renjana hanya tertawa ketika Geby bertanya.

Di dapur, Sekar berdiri di samping Haidan yang sibuk memotong bahan berupa sosis, bakso, dan beragam bumbu. Ia hanya memperhatikan lantaran sang suami bilang Sekar harusnya duduk dan menunggu saja. Namun, perempuan itu mengatakan sangsi meninggalkan Haidan sendirian bergelut dengan api, ngeri kebakaran. Padahal sejatinya malam ini Sekar sedang ingin menempeli Haidan. Ingin menghidu wangi Haidan terus-terusan. Maklum, pengantin baru. Sementara di depan mereka, air dalam panci besar sudah mendidih sejak tadi. Sambil menonton tutorial masak seblak di Yutup, Sekar menyebutkan bahan apa saja yang pertama-tama dimasukkan.

Haidan mengikuti instruksi Sekar dengan baik. Mereka sebenarnya bisa membeli supaya praktis, tetapi Sekar belakangan suka melihat punggung Haidan ketika memasak, jadi tidak apa-apa walau harus repot-repot seperti ini asal Sekar dapat mencipta satu momen manis bersama Haidan.

"Ini telurnya nanti, Sekar?"

"Iya. Masukin terakhir kalau sosis dan kawan-kawannya udah agak lunak."

Selagi menunggu seblak ala Haidan matang, keduanya sempat terlilit kesunyian. Sekar membalikkan badan, disandarkannya pantat ke tepian meja kabinet, lalu mengarahkan tatap pada Haidan. Si lelaki menoleh, mengulas senyum lembut seraya mengusak pelan rambut Sekar. Haidan menyadari istrinya sedikit clingy malam ini.

"Hari ini oke?" tanya Haidan, kedua tangannya bertumpu pada meja kabinet. "Baby gak nakal kan, ya?"

Sekar mengangguk. "Tapi hari ini ngeselin banget. Devana makin sinis sama gue, masa?" Perempuan itu tanpa sadar memanyunkan bibir bawahnya sekejapan, bikin Haidan mati-matian menahan senyuman. "Serem banget muka marahnya, kayak Medusa."

"Pukul, dong."

"Penginnya."

Haidan terkekeh. "Gak berani?"

"Berani-berani aja."

"Terus yang nahan lo apa?"

"Males pegang kulitnya."

"Bikin gatel, ya?"

Tawa Sekar lolos dalam intonasi pelan. Sejenak, perempuan itu menahan semua kata di ujung lidah, memilih menjatuhkan tatap. Ia temukan jemari Haidan berpegangan pada pinggiran meja, maka pelan-pelan Sekar geser tangan demi menjangkaunya. Sekar tautkan kelingking mereka, tetapi Haidan sigap mengisi seluruh celah jemari Sekar, menggenggamnya erat.

"Sekar—" Ada jeda singkat lantaran Haidan masih menimang-nimang, baiknya ia bahas atau tidak perihal sekelumit kalut yang dua hari ini dirasakan. Lalu, keraguan lelaki itu lenyap tatkala Sekar mengangguk pelan, seakan-akan mampu membaca kebimbangan Haidan. "Tempo hari pas gue ke kantor lo, pas gue nunggu di kantin, beberapa cewek di meja sebelah said something bad 'bout you, dan gue tau semua yang mereka omongin enggak benar. Lo tau gak?"

"Tau apa?"

"Lo sering diomongin."

Sekar terkekeh hambar. "Gimana gue enggak tau kalau sesekali mereka bahkan ngomongin gue di depan mata?" Di titik ini, perempuan itu sudah terbiasa. Walaupun terasa tidak nyaman, tetapi Sekar tak bisa berbuat apa-apa. Satu-satunya cara terlepas dari keadaan menyulitkan itu adalah meninggalkan lingkungan tersebut. Namun, saat ini Sekar belum mau, masih sanggup menahan sakit hatinya.

[✓] Love Me OnlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang