Jangan jadi silent reader!
***
Sekar celingak-celinguk di basement gedung apartemen Geby, mencari Mini Cooper kepunyaan Haidan. Lima detik mencari-cari, eksistensi mobil itu pun berhasil ditemukan. Langkah diambilnya untuk mendekat. Dari kaca depan dapat Sekar lihat wajah Haidan beserta senyum lembutnya. Sekar memasuki kendaraan tersebut dan langsung memasang seatbelt. Malam ini mereka berencana mengunjungi rumah ibunya Haidan di daerah Dago.
"Baju lo formal banget, abis dari mana?" Sekar melirik sekilas ke sisi kanan untuk melihat sekali lagi penampilan seseorang di balik kemudi. Perempuan itu mengernyit samar lantaran Haidan mengenakan jas hitam dengan dalaman kemeja putih, tampak berwibawa meski wajahnya menyirat gurat-gurat letih. Seharian ini Sekar tak diberi kabar oleh Haidan, padahal kemarin Haidan kelewat cerewet mengingatkan Sekar untuk makan teratur dan tidak boleh melupakan minum susu serta vitamin.
Haidan melajukan dulu mobilnya sebelum menjawab, "Gue abis rapat tender, Sekar. Capek banget dari jam tujuh pagi dan baru kelar jam lima sore tadi. Gue sampe lupa ngabarin lo, sorry, ya?" Lelaki itu menoleh, pamer senyum tipis di antara tatapannya yang layu. Haidan fokus pada bagian samping wajah Sekar barang sebentar demi meleburkan rindu. Senyumnya kemudian terulas samar sebelum ia mengembalikan pandang ke jalanan.
Giliran Sekar yang menoleh, memaku tatap pada sisi wajah tampan Haidan. Embusan angin bertamu lewat jendela, menerbangkan pelan rambut lelaki itu.
"Goal gak?" tanya Sekar.
Haidan tak menoleh, tetapi anggukan diberikannya sebagai balasan. Lelaki itu menarik tipis sudut bibir seraya mengembuskan napas panjang; lega.
Sekar mengangguk. "Kalau gitu gue mau resign aja, deh. Mau jadi trophy wife. Ongkang-ongkang kaki di rumah sambil ngabisin duit lo. Boleh gak?"
Haidan tergelak, suaranya terdengar agak serak. "Boleh. Gue sih terserah elo, Sekar. Gak akan ngatur-ngatur. Kalau nanti kita udah nikah, gue akan mengizinkan lo melakukan apa yang lo suka. Misalnya lo mau kerja, silakan. Mau di rumah aja fokus rawat anak kita, boleh, malah gue lebih suka. It depends on you. Apa pun pilihan lo, gue bakal jadi supportive husband. I'll be someone who back you up without limits and let you grow without borders. Lo berhak mendapatkan laki-laki baik, dan gue akan berusaha keras menjadi laki-laki baik tersebut." Kelewat kalem Haidan berkata, tanpa tahu perempuan di sampingnya begitu erat mencengkeram kain celana. Haidan luput membaca bahwa penuturannya berhasil membuat Sekar berdebar.
"Lo kan project manager, berarti sering keluar kota karena proyek dong, ya?" Sekar langsung mengalihkan topik, tak kuat jika meladeni obrolan Haidan perihal rencana sesudah pernikahan.
"Sering."
"Nanti juga?"
"Nanti kapan?"
Sekar berdeham. "Kalau udah nikah."
"Iya." Haidan mengulum senyum, melirik Sekar sekilas. "Kenapa? Lo nggak mau ditinggal-tinggal, Sekar?"
Dengkusan Sekar terdengar sebelum menyahut, "Nope. Just ask." Kepala Sekar miring ke arah jendela demi merasakan embusan angin menerpa wajahnya. "Lagian gue udah biasa ditinggalin. Semisal ditinggal sekali lagi kayaknya gak bakal ngaruh apa-apa. Just go if you have to, but don't forget to leave black card for your wifey, okay?"
Haidan bingung meresponsnya sebab dalam satu kali tarikan napas itu, Sekar mengumbar fakta menyakitkan sekaligus candaan. Jadi alih-alih mengiyakan, ia memilih bertanya, "Lo sendiri gimana? How was your day?"

KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Love Me Only
Fanfic"Rasa cinta gue, kepercayaan dan harapan gue, semuanya udah hancur di tangan lo. Gue rasa gue enggak akan bisa memulai kisah baru dengan orang lain. Sekar, gue mau sama lo aja. Gapapa bikin sakit juga. I'll let it hurt, until it can't hurt me anymor...