29. Jangan Tolol!

2K 391 154
                                    

Jangan jadi siders dong:'(

***

Hampa, adalah yang menyelimuti benak Sekar kala terbangun pagi ini. Atas permintaan Haidan, permintaan terakhir sebagai seorang suami, lelaki itu meminta Sekar menginap semalam. Lantas, kini Sekar yang terbaring di ranjang, yang pinggangnya didekap erat Haidan, termenung sembari menatap wajah tampan sang suami.

Jarak di antara wajahnya dengan Haidan hanya terpaut sejengkal, membuat Sekar kelewat leluasa memaku tatap pada setiap lekukan di wajah Haidan yang masih terpejam. Napas lelaki itu berembus dalam tempo lamban dan teratur, indikasi masih tertidur. Sementara Sekar sendiri melewati sepanjang malam tanpa mampu menapaki alam mimpi, senantiasa terjaga walau kelopak matanya tidak terbuka. Tidak secuil pun kantuk menggelayuti mata, terlalu berisik isi kepalanya. Yang ia lakukan selagi waktu merangkak maju adalah merekam baik-baik rasanya dipeluk Haidan, menggenggam tangan Haidan ketika lelaki itu jatuh dalam lelap, diam-diam berbisik bahwa ia juga mencintai Haidan dengan sangat.

Tidak Sekar kira bahwa beberapa jam yang ia lalui dalam dekapan Haidan bisa begitu hebat menghancurkannya.

Sekar menarik jemari yang semula menari-nari di wajah Haidan sebab lelaki itu melenguh pelan, lantas membuka kelopak mata perlahan. Dengan tatapan sayu, Haidan lepas sapaan dalam nada parau, "Morning, cantik." Bergerak mencondongkan wajah, Haidan ringkas jarak demi menyematkan sebuah kecupan di dahi Sekar. "Hari ini gue bakal urus perceraian kita, nanti lo tinggal isi dokumennya aja. Makasih udah mau tetap tinggal semalam lagi di sisi gue."

Sekar membalas dengan gumaman. Bukan enggan berkata-kata, tetapi memang tak mampu menyuarakan sepatah kata, lantaran jika sampai bibirnya bergerak melepas kalimat, Haidan alamat bakal sadar Sekar sedang mati-matian menahan isakan.

Masih sambil memeluk Sekar, masih sambil menghidu wangi rambut perempuan itu, Haidan kembali berkata, "Nanti, kalau kita udah pisah, tolong jangan reject telepon dari gue, ya? Jangan blokir gue dari sosmed lo. Jangan bangun sekat terlalu tinggi di antara kita, Sekar. Gue enggak akan mengusik hidup lo, kok, tapi tolong kasih gue pintu untuk memastikan lo dan anak kita baik-baik aja. Bisa, ya?"

Lagi, Sekar bergumam, tetapi kali ini Haidan tak puas dengan jawaban tersebut. Maka diulang sekali lagi pertanyaannya, barulah Sekar sudi mengatakan, "Gue usahain, Haidan."

"Sekar, hati manusia itu dinamis, bisa berubah kapan aja, bisa berubah ke arah yang enggak diduga-duga. Gue boleh gak kalau berharap suatu hari perasaan lo berubah juga?" bisiknya.

"Gak boleh."

"Kenapa?"

"You deserve someone better."

"But I have you as the best."

Sekar membiarkan perkataan Haidan dibalas sunyi, sampai kemudian Sekar merasakan kekosongan di pinggang dan bahunya lantaran Haidan telah menarik tangan. Sekar mendudukkan diri, menatap Haidan yang juga sudah tegak punggungnya. Sekar bergeming, memperhatikan lelaki yang tengah menunduk seraya memijit pelipis. Sesaat, keduanya dipeluk kesenyapan. Sekar menunggu, Haidan sengaja mengulur waktu. Dalam hati, mereka sama-sama tak mau mengakhiri ini. Mau selamanya saling membersamai.

Haidan menghela napas, menatap hampa selimut yang menutupi bagian pinggang ke bawah. Sekali lagi lelaki itu mengembuskan napas sebelum menarik sudut bibir dan beranjak turun dari ranjang. Haidan berjalan ke sisi lain tempat tidur itu, ke sisi Sekar tepatnya. Sekar sendiri sudah menyibak selimut dan menjatuhkan kedua kaki ke lantai, senantiasa ia ikuti pergerakan Haidan seraya menebak-nebak apa yang hendak lelaki itu lakukan. Begitu telah saling berhadapan, Haidan bawa dirinya merunduk sembari melarikan jemari ke bagian belakang kepala Sekar. Ia pertemukan keningnya dengan kening Sekar. Senyum tipis sarat getir diulas Haidan, satu kalimat yang semula dikira bisa sampai mati diucapkan lantas diucapkan-untuk terakhir kali,

[✓] Love Me OnlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang