Siders, pliss banget atuh jangan jadi sider lagi🙏🏻
***
Di sebuah bangunan terbengkalai yang jauh dari keramaian, Renata duduk santai pada sofa butut sambil menyesap sebatang nikotin. Mengepul asapnya ke udara, bercampur dengan aroma lapuk—bau khas dari ruangan yang lama tak dihuni. Sesekali ia cek jam di pergelangan tangan, terlempar pandangannya ke arah pintu sebab ada seseorang yang sedang ditunggu.
"Ma."
Panggilan dari seseorang yang baru saja melangkahi ambang pintu itu praktis membuat senyum tipis terbit di bibir Renata. Ia tegakkan punggung demi menyambut kedatangan Wilona dengan semringah. "Gimana? Sekar berhasil kamu bawa ke sini, 'kan?"
Anggukan Wilona jadi balasan.
Batang rokok pun terjun bebas dari jepitan jemari Renata, lantas padam di bawah alas sepatu perempuan itu.
"Sekarang di mana dia?" tanyanya.Wilona senyum tipis. "Orang suruhan Mama bilang mereka sebentar lagi sampai." Di bawah, tangan gadis itu diam-diam saling remas menahan kegugupan. Tak seperti biasanya yang menatap mata Renata adalah sebuah hal menyenangkan, kini Wilona agak sungkan. Ralat, sedikit tidak nyaman.
Kepuasan terlihat di senyum Renata. Dirogohnya saku baju, lantas tampak sebuah tabung seukuran kelingking berisi cairan bening di genggaman perempuan itu. Ia mengangkatnya ke hadapan Wilona. "Kita harus putus semua koneksi antara Haidan dan Sekar. Kamu tau kan ini buat apa?"
Wilona menelan ludah, kengerian samar-samar menggores manik matanya. "For killing their baby." Mencelos hebat jantung Wilona mendengar perkataannya sendiri.
Renata mengangguk bangga, lantas kembali ia kantongi benda tersebut.
"Tapi, Ma—" Wilona tercekat kala tatapannya dengan Renata kembali beradu. Ada sesuatu luar biasa yang hendak ia sampaikan, tetapi untuk mengatakan kejujuran membutuhkan segunung keberanian. Masalahnya sekarang nyali Wilona mendadak ciut, ngeri akan reaksi Renata semisal ia mengurai kebenaran yang telah diketahuinya dari Haidan. Wilona pun menghela napas panjang, mau tak mau harus menguak rahasia yang selama ini begitu rapat disembunyikan Renata.
"Kenapa, Wilo?" Renata menunggu.
"Ada sesuatu yang mau aku tanyain."
"Apa?"
Sekali lagi Wilona menarik napas demi mengumpulkan keberanian, demi mengenyahkan keraguan, demi mengakhiri segala prahara. Ia tatap sang mama dengan sorot serius. "Aku udah tau semuanya, Ma. Tentang aku," Wilona diam sejenak hanya untuk memberi kesempatan luka meremukkan hatinya, "yang ternyata bukan anak kandung Mama—" Wilona dapat melihat keterkejutan sertamerta muncul di wajah Renata, tetapi tak ia beri kesempatan wanita itu menikmati keterkejutannya lantaran kembali Wilona berkata, "Aku anak kembaran Mama yang udah meninggal, 'kan?"
Bergetar samar iris mata Renata selagi kepalanya mencerna ucapan Wilona. Ia tercekat hebat, sama sekali tidak menduga topik tersebut yang pada akhirnya lolos dari bibir Wilona. Untuk jeda yang cukup panjang, ia hanya mampu menatap sang anak dengan sorot kosong, sorot terkejut, sampai kemudian Renata kembali mendapatkan kesadarannya. Lekas melangkah maju wanita itu demi menggapai bahu Wilona, tetapi kekecewaan yang ia dapat lantaran Wilona beringsut mundur untuk menjauhinya. "Wilo," panggil Renata nelangsa, "ini mama kamu, Wilona. Jangan tatap Mama dengan sorot takut kayak gitu. Ini mama kamu, Nak."
Wilona menggeleng. Rasa takutnya kini tertindih kekecewaan. "Mama bohongin aku selama ini. Oke, Mama memang ngerawat aku dengan baik, tapi tujuan Mama membesarkan aku yang enggak baik. Mama nyuruh aku deketin Kak Haidan, nyuruh aku jadi istri dia hanya untuk membuat kami terluka pada akhirnya." Tangan gadis itu mengepal kuat di bawah sana. Ia coba tahan tangis sekuat tenaga. "Ma, aku sama Kak Haidan saudara, 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Love Me Only
Fanfiction"Rasa cinta gue, kepercayaan dan harapan gue, semuanya udah hancur di tangan lo. Gue rasa gue enggak akan bisa memulai kisah baru dengan orang lain. Sekar, gue mau sama lo aja. Gapapa bikin sakit juga. I'll let it hurt, until it can't hurt me anymor...