Jemari yang bergerak lincah di atas keyboard itu menimbulkan suara yang teratur, seirama dengan jemarinyaㅡ mata Veenan sesekali membaca materinya dari buku tulis, kemudian diolah menjadi satu kalimat yang berbeda, namun dengan inti yang sama.
Veenan mendapat tugas untuk membuat essay dan itu akan dikumpulkan esok hari, ya, Veenan adalah kaum deadliner. Katanya, otaknya lebih encer jika dirinya terdesak oleh deadline, oleh sebab itu hari-hari sebelumnya Veenan hanya bersantai dan menyiapkan judul, hari tempurnya adalah malam sebelum tugas dikumpulkan.
Essay yang berjudul Dinamika Pemikiran Ekonomi-Politik Internasional itu sudah memuat sebanyak 1.780 kata, sedikit lagi yang mana target Veenan adalah 2.000 kata. Dengan gamblang Veenan menjelaskan pokok demi pokok bahasan sejak dua jam lalu, tak berpindah tempat sedikitpun, fokusnya total pada essay itu.
Hihihihihihi
Veenan tersentak saat suara tawa kuntilanak terdengar, baru teringat bahwa Jendra sempat mengganti ringtone ponsel Veenan yang sayangnya lupa Veenan ganti. Dengan segera Veenan meraih ponselnya, berniat mematikan ponsel agar tak terganggu, namun ia mengurungkan niatnya kala nama Sonia tertera pada layar.
Veenan mengambil napas dalam, kemudian menggeser dial hijau pada layar, "Sonia?"
"Ada waktu nggak? Ada beberapa hal yang mau aku obrolin."
Veenan diam untuk beberapa saat, "Kapan? Sekarang?"
"Besok, pulang dari kampus."
Veenan mengangguk meski Sonia tak mengetahuinya, "Iya, bisa. Mau di mana?"
"Warkop dekat Jalan Braga."
"Oke, gua kesana besok."
Tutt!
Setelah beberapa saat menatap layar ponselnya dengan bingung, Veenan meletakkan benda pipih itu ke atas meja. Dirinya bersandar pada kursi dan menutup matanya, apa yang akan Sonia bicarakan, hingga hampir larut malam begini menelfon Veenan? Setahu Veenan dulu Sonia selalu tidur kurang dari jam 11 malam, tapi ini sudah lewat 30 menit.
Veenan menghela napas berat, membuka matanya dan berniat melanjutkan tugasnya yang sempat tertunda. Akan tetapi, telepon Sonia cukup membuat Veenan kehilangan fokus, semua kalimat yang tadinya telah tersusun apik mengabar entah kemana. Veenan hanya tidak tahu apa kelanjutan dari essaynya, dirinya hanya benar-benar kosong dan bingung.
. . .
Roseline naik ke atas motor Alisa saat temannya itu menjemput dirinya. Rumah Roseline memang selalu Alisa lewati kala pergi ke kampus, itu sebabnya Alisa kerap menjemput Roseline, meski di beberapa saat digantikan oleh Jeanne.
Roseline bisa mengendarai motornya sendiri sebenarnya, tapi Alisa selalu memaksanya agar pergi dengan dirinya. Alisa itu tipikal yang tidak bisa diam di jalan, dia membutuhkan teman bicara.
"Lu tumben pagi berangkatnya?" Tanya Roseline setelah Alisa menjalankan motornya dengan kecepatan rata-rata.
"Gua nggak tidur semalaman, buat tugas." Jawab Alisa setengah berteriak, berusaha melawan angin agar Roseline mendengarnya.
"Pantesan mata lu item-item."
"Kelihatan, ya?"
Roseline mengangguk dua kali, "Iya, lu nggak kompres tadi pagi?"
"Nggak sempat, Lin, gua males."
Roseline geleng-geleng mendengarnya, tebakan Roseline adalah Alisa pasti tidur di salah satu kelasnya nanti. Motor Vario hitam itu memasuki gerbang kampus bebarengan dengan mahasiswa lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARES
ФанфикTidak, tidak ada hal yang benar-benar kamu miliki di dunia ini. Semuanya akan pergi saat tiba masanya, lantas mengapa kamu terlena dalam euforia yang memabukkan seperti cinta? Warning ⚠️ : This book contains a lot of harshwords, if you're a harshwo...