18

466 127 50
                                    

Veenan menatap pecel lele dihadapannya tanpa minat, beberapa hari terakhir pikirannya semrawut tidak jelas. Sudah sejak satu minggu pertikaian Veenan dan Jendra terjadi, juga satu minggu pula Veenan dan Jendra menjadi asing.

"Sayang, kamu nggak makan?"

Veenan mengalihkan pandangannya dari piring saat suara ayu di depannya menginterupsi, "Ini mau makan, cintaku."

Veenan mengoles sambal pada nasinya, "Gimana? Suka sama pecel lelenya?"

Kanaya, sosok di depan Veenan itu mengangguk dengan senyuman cerah, "Sukaaa, ini pecel lele paling enak se-Bandung."

Veenan tertawa gemas, satu tangannya yang bersih tergerak mengusak rambut Kanaya, "Kalau gitu makan yang banyak, biar pipi kamu tambah mbul."

Kanaya merengut sebal saat Veenan mencubit pipinya, "Nanti aku mirip donat tau."

Veenan menggeleng pelan, "Siapa yang peduli? Yang penting pacarku ini sehat dan bahagia."

Kanaya tertawa mendengarnya, "Apaan sih? Kayak bapak-bapak tau nggak?"

"Kan calon bapak dari anak-anakmu." Veenan mencolek pelan dagu Kanaya, membuat kekasihnya itu tersipu malu.

"Kanaya sayang, kamu mau hadiah apa buat besok?" Tanya Veenan mengingat mensiversarynya dengan Kanaya.

Kanaya mengerutkan hidungnya sambil berpikir, "Karena itu baru bulan ketiga, gimana kalau jalan-jalan aja?"

"Itu aja?"

Kanaya mengangguk mantap, "Aku nggak mau ngerepotin kamu."

Veenan lagi-lagi tersenyum dibuatnya, "Gemes banget sih?"

Kanaya memamerkan deretan gigi putihnya, "Kan pacarnya aa."

"Duh kamu kalau panggil aku aa tu rasanya hatiku jedar-jeder, Nay." Veenan memegang dada kirinya dengan dramatis.

Kanaya memukul lengan Veenan, "Alay ih!"

Veenan tertawa dibuatnya, menyudahi konversasi dan beralih menyantap pecel lele yang sempat terlupakan. Baru saja memasukkan sesuap nasi, pandangan Veenan terkunci pada sosok Roseline yang menatapnya datar. Namun, baru sedetik bertatap mata, Roseline langsung mengalihkan pandangannya dari Veenan.

Meski begitu Veenan diam-diam mengamati Roseline dengan sesekali ia berusaha memberi respon yang baik saat Kanaya mengajaknya berbicara, tapi sungguh, pandangannya tidak bisa lepas dari Roseline. Bahkan saat Roseline pergi dengan sekantong kresek di tangan kanan, Veenan reflek berdiri berniat mengikuti.

"Kamu mau kemana?" Tanya Kanaya menahan Veenan.

Seakan tersadar dari kekonyolannya, Veenan kembali duduk dan mengusap kepala Kanaya lembut, "Enggak kemana-mana, cinta."

"Lanjut makan, aku udah mau habis, masa kamu masih segitu." Lanjut Veenan sembari menunjuk piring Kanaya.

Kanaya meringis pelan, "Hehe, tungguin ya!"

Lain halnya dengan Veenan dan Kanaya yang menikmati malam di balik sebuah tenda warung makan, Roseline kini tengah berjalan di tengah hiruk pikuk kota Bandung. Malam ini cuaca cerah, sangat mendukung para manusia menghabiskan waktu malam minggu mereka di luar.

"Kak?"

"Astaga dragon ball!" Roseline mengusap dadanya karena terkejut dengan kehadiran Jendra yang tiba-tiba.

Jendra tertawa canggung, "Ngagetin, ya? Maaf."

Roseline menggeleng pelan, "Gapapa, lu Jendra, 'kan?"

Jendra menahan senyumnya saat Roseline ternyata mengingat namanya meski keduanya belum pernah mengobrol secara langsung, "Iya, gua Jendra."

ANTARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang