21

458 120 43
                                    

Hari terus berlalu dengan cepatnya. Tidak ada yang berubah antara Veenan, Roseline, dengan Jendra. Oh, atau mungkin ada?

"Kita putus."

Lawan bicaranya sontak memasang raut terkejut, "Loh? Aku salah apa?"

"Nggak salah apa-apa, gua cuma mau putus."

Veenan pergi dari cafe tanpa mempedulikan teriakan Lova yang meminta penjelasan. Ya, semakin banyaknya hari berlalu, semakin gencar pula Roseline mengganggu pikiran Veenan. Veenan sudah cukup dewasa, ia paham apa artinya itu.

Veenan dengan motor hitamnya melaju kencang membelah jalanan, sepasang mata tajam di balik helm pun fokus menatap lurus. Veenan mengurangi laju motornya saat jalanan di depan lebih padat dari sebelumnya. Decakan terdengar dari mulutnya sebelum motor dengan pengemudinya itu berlenggak-lenggok di antara mobil, truk, bahkan bus di sekitarnya.

"Pantes macet." Gumam Veenan saat melihat dua mobil ringsek yang sepertinya baru saja terlibat kecelakaan dengan polisi dan ambulans di sekitarnya.

Veenan kembali menarik gasnya saat jalanan kembali lenggang, kemudian berbelok ke kanan di perempatan jalan. Sekitar 400 meter, Veenan berhenti di depan rumah bergaya klasik, juga seekor anjing yang di ikat di halaman rumah menggonggong saat Veenan datang.

Veenan turun dari motornya dan menghubungi seseorang dengan ponselnya. Selang beberapa menit, Kanaya keluar dengan dress rumahan berwarna hijau muda dengan lengan ditutupi oleh cardigan rajut. Kanaya yang berlari kecil menghampiri Veenan, membuat rambut panjang yang terikat itu tergerak kesana-kemari.

"Hai! Kok nggak bilang kalau mau dateng, sih? Mau kasih aku surprise, ya?" Tebak Kanaya dengan senyuman.

Veenan tersenyum tipis, kemudian mendekat pada Kanaya, "Nay, kita putus, ya?"

Sorot mata Kanaya yang tadinya cerah lantas berubah dalam sekejap, "Kenapa?"

Veenan menatap sepasang mata yang menatapnya sendu, "Nay, maaf, tapi ada orang baru yang keberadaannya sama sekali nggak bisa gua abaikan."

"Orang baru?"

"Tolong ngertiin posisi gua, Nay!"

"Ngertiin posisi lu? Maksudnya lu minta gua ngertiin perasaan lu ke si orang baru itu?? Lu sehat nggak sih?!"

Veenan menghela napas berat, "Gua tau kalau gua salah, Nay, tapi gua tetep nggak bisa buat abai."

Kanaya meraup udara dengan kasar, "Oke, kita putus! Cowok yang nggak ngerti kata setia kayak lu nggak cocok buat dipertahankan."

Kembalinya Kanaya masuk ke dalam rumah membuat Veenan pun pergi dari sana. Baru beberapa menit berkendara, Veenan memutuskan berhenti saat ponselnya tak berhenti bergetar sejak tadi.

15 panggilan tak terjawab dan 47 pesan belum dibaca.

Veenan berdecak pelan, membuka roomchat Clara yang heboh menanyakan alasan Veenan mengakhiri hubungan mereka. Veenan menekan tombol blokir dan menghapus pesan Clara setelahnya.

"Ganggu banget." Kesal Veenan.

Veenan kembali berkendara setelah menyimpan ponselnya di saku jaket bagian dalam. Tak seperti sebelumnya, kini Veenan memilih berkendara dengan santai dengan menikmati siang yang cerah ini.

"Semuanya udah selesai, sekarang udah saatnya gua kejar apa yang seharusnya jadi milik gua."

. . .

Roseline mencelupkan kuas lukisnya ke cat warna hijau, kemudian mencoretkannya ke atas kanvas. Meski pandangannya fokus pada kanvas, tetapi bibir cherrynya sesekali bersenandung pelan dengan senyuman.

ANTARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang