Part 7

366 62 9
                                    

Seperti apa Calla dan Adriel sebagai maba, serta kejadian apa yang membuat mereka menjadi dekat?

Satu tahun lalu.

"Guys, dari kelompok kita, siapa yang mau volunteer jadi perwakilan untuk koordinasi seangkatan?"

"Calla aja sekalian, dia kan ketua kelompok! Biar sekalian di satu pintu."

"Iya, Calla aja. Yang ngerti dia doang, woy."

"Gimana Cal, lo setuju, gak?" Seluruh mata tertuju pada Calla.

Senyuman tipis terurai pada bibir Calla. Kalau seluruh anggota teman kelompoknya sudah memintanya demikian, dia mau ngomong apa lagi? "Ya udah, gue aja."

"Kenapa gak yang lain?" Justru Adriel yang merasa keberatan. "Dia udah laporan, ngumpulin tugas, terus sekarang disuruh jadi perwakilan buat tugas angkatan juga."

"Atau mau lo aja, Driel?"

"Maaf, gak dulu." Tolak Adriel mentah-mentah. Dia paling gak mau diribetin.

"Tuh, kan. Lo aja gak mau!"

"Iya, jangan Adriel. Bisa salah informasi semua kalau dia yang jadi perwakilan!"

"Udah, Calla emang pilihan paling bener."

"Iya, gapapa, gue aja." Jawab Calla.

Adriel mencuri-curi pandang ke arah Calla. Di balik senyumannya yang berseri, lingkaran hitam di bawah matanya berkata lain. Adriel memang belum begitu dekat dengan Calla, tapi sifatnya yang nggak bisa menolak permintaan orang lain membuatnya geregetan. Dia gak mengerti dengan orang seperti Calla yang rela mengorbankan dirinya demi orang lain.

Malamnya, kelompok mereka sudah berjanji untuk berkumpul di kosan Calla untuk mengerjakan tugas bersama. Tapi Calla selaku perwakilan kelompok harus menghadiri rapat angkatan dan dia baru mengabari di group chat kalau dia bakal terlambat karena diskusi masih berlangsung. Karena ini pertama kali rapat angkatan diadakan dan tidak ada penengah, sedangkan banyak pendapat yang dikemukakan sehingga situasi menjadi kurang kondusif.

Sepulangnya Calla ke kosan usai melewati hari yang panjang, teman-teman sekelompoknya tiba-tiba membatalkan kegiatan kerja kelompok karena hari sudah terlalu larut.

"Mana yang lain?" Tapi satu orang tetap muncul di depan pintu kosannya, yaitu Adriel. Sepertinya dia telat membaca pesan terakhir di group chat mereka.

"Gak jadi ngumpul. Kemaleman kalau nungguin gue kelar rapat angkatan. Emang lo gak baca group?" Calla mempersilakan Adriel masuk ke ruang tamu kosannya. Nada bicaranya memang masih terdengar datar, tapi raut wajahnya terlihat geram. Entah karena dia kecewa atau hanya kelelahan sehabis melalui hari yang panjang seorang diri.

"Lah? Terus denah kampus gimana? Vlog? Jurnal harian? Yel-yel?"

"Vlog bisa rekam masing-masing terus kirim ke gue, nanti gue aja yang gabungin. Jurnal kalau keburu nulis besok aja sebelum acara. Yel-yel juga yang penting hafal liriknya. Kalau denah kampus... Lo bawa bahan-bahan yang gue udah kirim ke group, kan?"

"Iya, bawa." Adriel memberikan kantong plastik berisikan karton warna-warni.

"Kok lo beli warna hijau muda? Perasaan instruksi gue udah jelas kalau hijau tua."

"Adanya itu. Hijau tuanya abis."

"Udah cek ke toko lain?"

"Belum, males cari parkir lagi."

Calla melirik jam dinding, "Ck. Mana jam segini toko buku pasti udah pada tutup..."

"Emang gak boleh pake hijau muda aja?"

eighteen [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang