Part 38

260 46 26
                                    

Nadine diminta bantuan untuk memberikan masukan kepada Freya terkait bisnis startup yang mau didirikannya. Karena atasan Nadine, yakni Dave yang memintanya langsung, Nadine jadi sungkan untuk menolaknya. Awalnya, Nadine pikir bekerja sama dengan Freya bukanlah ide yang buruk, namun dia semakin menyesali keputusannya itu seiring berjalannya waktu.

"Nice office you got," puji Nadine tulus ketika diundang Freya ke kantor barunya. "Menurut gue, rent office di tahap ini masih terlalu early, ya. Padahal masih ada opsi yang lebih cost-efficient, salah satunya sewa co-working space. Tim lo juga belum banyak orang."

"Susah gak sih mesti pindah-pindah tempat lagi? Sekalian aja sewa office. I'm actively hiring, so the team is growing. Call me old-fashioned, tapi brainstorming secara langsung gini lebih efektif." Bela Freya.

"But your cash flows–"

"We'll figure that out setelah apps-nya launch. Oke? So, what do you think about the UI design?"

Nadine jadi mempertanyakan gunanya kehadiran dirinya kalau Freya selalu menolak masukannya.

Mengesampingkan perasaan pribadi, Nadine berusaha keras untuk menghadapi Freya dengan sabar. Apakah Nadine jengkel dengan gadis yang lebih belia itu karena cara kerja mereka yang bentrok atau karena kecurigaannya terhadap hubungannya dengan Darius? Sejauh ini masih aman. Setidaknya Freya tidak pernah membicarakan Dary di depan Nadine – ini yang membuat Nadine bimbang seketika. Kalau ternyata firasatnya itu salah bagaimana?

"Anyway, gue denger lo udah mau nikah. Gimana persiapannya? Acaranya kapan, sih?" Tanya Freya dengan nada yang terdengar bossy di telinga Nadine.

"Next week. Dary ada undang lo? Kalau belum, biar gue yang undang." Balasan Nadine terkesan ketus. Freya ini usianya lebih muda dari adiknya, tapi kok bicaranya tidak ada sopan-sopannya? Padahal Nadine juga bukan seorang yang gila hormat – tetapi dia geram saja.

"Ada ngundang, kok. But I told him I wouldn't be able to make it."

Nadine tidak menanyakan kelanjutannya. Apa pentingnya dia mengetahui alasan Freya tidak bisa datang?

Diskusi pun berlanjut. Nadine bekerja dengan efektif. Bukan karena dia tidak mau berlama-lama berada di ruangan yang sama dengan orang yang tidak dia sukai, tetapi memang seperti itu cara dia bekerja. Selama Freya tidak bertanya lebih lanjut (terkait pengembangan bisnisnya), Nadine tidak akan memberitahu lebih.

"Btw, gue boleh nebeng pulang ke apartemen gue, gak? Sopir gue stuck di traffic sama PA gue. Apartemen gue gak jauh dari sini, kok."

Nadine paling malas kalau disuruh menyetir di lalu lintas Jakarta yang selalu padat. Walaupun dia hanya tinggal duduk manis di kursi penumpang belakang saja, dia suka cemas melakukannya. Kecuali ada deadline yang harus dikerjakannya di dalam mobil – setidaknya untuk mengalihkan pikirannya. Jika sedang tidak ada yang mendesak, Nadine lebih prefer menaiki MRT dan dijemput sopirnya di depan stasiun. Besar keinginan Nadine untuk menyuruh Freya supaya jangan manja dan menggunakan transportasi umum. Tapi dia ingin mengkonfirmasi sesuatu...

Apakah apartemen tempat Freya tinggal sama dengan apartemen yang dikunjungi Dary tempo hari?

Dave pernah bilang kalau dia memilih Nadine karena dia punya rasa ingin tahu yang amat tinggi. Sekali Nadine mengerjakan sesuatu, dia akan menuntaskan pekerjaan tersebut dan mencari tahu hingga ke akar-akarnya. Baru kali ini Nadine merasa kemampuan yang selama ini memudahkan pekerjaannya, justru malah membebaninya. Ignorance is truly a bliss.

"Boleh." Nadine berakhir memanggil sopirnya untuk menjemput mereka di lobi gedung kantor yang berlokasi di jantung ibu kota.

"Di Skyline Resident ya, Pak." Freya memberitahu alamat tujuannya kepada sopirnya Nadine. Jantung Nadine terasa berhenti berdetak sesaat. Lokasi apartemen yang Freya sebutkan sama dengan apartemen tempat Dary menginap tanpa sepengetahuannya...

eighteen [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang