Kalau Fabian sudah tidak membalas chat berhari-hari, biasanya yang dilakukan Adriel adalah langsung menghampiri ke rumahnya. Yang ditakutkan Adriel adalah kalau Bian kenapa-napa di dalam kamarnya dan nggak ada orang yang tahu.
"Tau gak lo ini udah jam berapa?" Kata Adriel sambil menarik selimut Bian ala emak-emak membangunkan anaknya di hari Minggu pagi.
Bian mengucek matanya, lalu mengetuk layar ponselnya. "Baru jam 9, kontol. Ngapain sih gangguin orang pagi-pagi? Emak gue aja gak pernah gangguin gue tidur..."
"Sembilan malem, tolol." Sahut Adriel geram. Minimnya ventilasi pada kamar Bian membuat pemuda itu benar-benar lupa waktu.
"Hah? Oh. Ya udah, sih. Lagi libur juga." Bian terdiam sejenak, mengumpulkan nyawa. "Kok lo bisa ada di sini? Kemaren gue denger katanya lo ngilang di gunung."
"Bangsat. Terus reaksi lo gimana setelah denger kabar itu?"
"Gue refresh IG kampus terus-terusan in case ada postingan berita duka cita."
"Temen anjing," umpat Adriel, lalu membanting tubuhnya ke kasur Fabian. "Mabar, yuk. Dah lama."
"Makanya jangan jadi mentor. Waktu liburannya jadi kepotong, kan."
"Lo waketu BEM ya, anjing. Gak usah ngomong! Nanti juga ada saatnya lo yang sibuk."
"Organisasi itu scam, bego."
"Coba ngomong gitu di depan ketua lo si Arin."
"Mending gue confess."
"BENER, YA?"
"Enggak, lah. Cewek orang itu, anjing. Dah, ah. Mandi dulu." Bian lalu bangun dari ranjang dan membawa handuk ke kamar mandi.
Adriel bertamu ke rumah Fabian tiba-tiba karena dia sedang penat. Many things are going on with his life right now and he feels like running away. Kalau kata Fabian sih, Adriel hanya mencarinya kalau sedang galau dan Adriel nggak memungkiri hal itu. Bukannya memanfaatkan, sih. Tapi Bian-nya sendiri juga seorang introvert akut yang menjunjung tinggi waktu sendirinya. Kalau mereka kembali ke apartemennya yang di BSD pun, meskipun mereka tinggal di satu unit yang sama, mereka bisa nggak saling tegur sapa semingguan.
Walaupun mereka berdiam diri di ruangan yang sama, sibuk dengan kegiatan masing-masing – kedua lelaki itu nggak pernah merasa canggung. Cowok kalau mau curhat pun juga terjadi dengan sendirinya – let it flow aja. Menurut Adriel, Fabian juga adalah seorang pendengar yang baik. Namun, Adriel harus membayar satu jam sesi konsultasi dengan nonton 1 episode anime dengan Bian.
"Laper nih, Yan. Drive thru McD, yuk." Ajak Adriel begitu Fabian selesai mandi.
"Gojek aja, lah."
"Makan di sana aja, lah. Sekalian mabar. Udah berapa lama coba lo nggak keluar rumah? Jakarta udah banyak berubah, cok."
"Lebay banget, anjing. Gak segitunya..." Bian geleng-geleng mendengar ungkapan hiperbolis temannya itu. "Ya udah, gue ambil hoody dulu. Lo nyetir, ya."
"Iya, Sayang. Jangan lama, ya. Aku tunggu di bawah."
"Geli."
Tiba di McD. Adriel hanya memesan kentang goreng ukuran besar dan McFlurry rasa baru yang disesalinya, sedangkan Bian memesan paket PaNas 2 karena itu makanan pertamanya di hari itu. Usai menyantap habis pesanan mereka, kedua sahabat itu melanjutkan malam yang masih panjang dengan main bareng Mobile Legends.
"Yan," tumben-tumbenan Adriel nggak menggerutu begitu hero-nya dikalahkan.
"Hm?"
"Gimana ya caranya putus baik-baik? Nggak perlu balik jadi temen lagi, asal gue nggak dicap cowok brengsek aja."
![](https://img.wattpad.com/cover/331060176-288-k813229.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
eighteen [END]
أدب الهواةCalista Alexandra si wakil ketua komdis galak, terpaksa harus berhubungan dengan Adriel Ryan yang adalah pembimbing kelompok ospek adiknya yang baru masuk kuliah. "Mentee lo ada yang namanya Calvin Alexander, kan? Dia adek gue dan dia pengidap penya...