Part 33

349 50 42
                                    

Tw // suicide attempt

"Sebelum ngelakuin sesuatu, lo tuh mikirin konsekuensinya gak, sih?!" Tanya Calla sambil berkacak pinggang, mengamati adik laki-lakinya yang hanya tengkurap di atas ranjang kosannya – menghindari kontak mata dengannya yang sudah kehabisan kesabaran.

Kabar tentang perkelahian Calvin dengan Juan beredar cepat hingga ke telinga Calla. Saksi mata sekitar sigap melerai keduanya bahkan sebelum Juan sempat membalas pukulan Calvin. Hanya saja, kampus mereka ketat dalam mendisiplinkan mahasiswanya. Calla dengar senior yang pernah berkelahi pernah dikenakan sanksi skorsing hingga satu semester... Bagaimana dengan nasib Calvin? Mana dia masih maba – ospek saja belum selesai...

Usai menjemput adiknya di ruang sekretariat, Calla tak henti memarahi Calvin hingga keduanya tiba di kosan Calvin. Dalam hati, dia beruntung adiknya tidak terluka, namun itu tidak menjustifikasi tindak kekerasan yang dilakukannya.

"Kenapa gak nyahut dari tadi? Punya mulut, gak? Atau baru nyesel sekarang?" Pancing Calla geram.

"Bacot," balas Calvin ketus. "Percuma gue ngomong ke lo. Lo gak akan ngerti! Terserah lo mau mikir gimana tentang gue – yang jelas, gue gak nyesel nonjok si Jancuk! Kalau perlu sampai mampus itu orang!"

"Belajar dari mana lo ngomong kayak gitu??? Apa yang nge-trigger lo sampai kayak gini?" Calla duduk di tepi ranjang Calvin. Tatapannya memancarkan kekhawatiran. "Coba ceritain ke gue kronologinya... Biar gue tau gue bisa bantu apa..."

Calvin pun melunak pada bujukan lembut kakaknya. Sejak mereka kecil, Calla sudah menyaksikan segala kenakalannya dan sekalipun kakak perempuannya itu akan mengomelinya, Calla akan selalu berpihak padanya dan berusaha membantu. Tak jarang Calla menjaga rahasianya dari kedua orang tua mereka selama Calvin punya alasan yang masuk akal.

"Si Juan ngata-ngatain Winna dari belakang dan ngaku sendiri kalau dia selingkuh... Gak cuman itu, dia juga abusive ke Winna – secara fisik dan emosional. Hidup Winna itu gak mudah, ditambah ketemu sama tukang gaslight modelan si Jancuk! Mana bisa gue diem aja?!"

"Gue ngerti lo marah dan gak terima Winna diperlakuin kayak gitu... Tapi, lo mikir gak akibat yang bakal lo tanggung setelahnya? Dampaknya apa ke diri lo... ke Mami dan Papi, bahkan ke Winna? Menurut lo, Winna bakal apresiasi lo ngehajar Juan barusan, gak?" Calla mengelus punggung adiknya untuk menenangkannya. "It must not be just another crush, ya, kalau lo belain Winna sampai segininya. Tapi, lo mau tau gak cara ampuh dapetin cewek? Cewek itu sukanya cowok berkepala dingin – yang bisa tenang nyelesain masalahnya tanpa pakai kekerasan. Gue rasa Winna juga sama."

"Lo tau apa tentang Winna, Ci...?" Calvin menoleh, memperlihatkan matanya yang sudah berkaca-kaca. Suaranya terdengar pecah di akhir. "Lo bener. Dia bukan cuman sekedar crush. Gak ada yang gue pengenin di dunia ini selain lihat dia bahagia... Gak harus sama gue – selama dia dikelilingin orang-orang baik dan sayang balik ke dia. Sayangnya, hidup gak adil ke dia. Lo sadar gak kalau orang yang bisa nyakitin lo itu justru orang terdekat lo? Winna kayak gitu... Gak orang tuanya, gak si Jancuk. Gimana Winna bisa ngebela dirinya sendiri kalau selama hidupnya, dia di-gaslight sama orang terdekatnya sampai dia percaya kalau dia gak pantes bahagia?"

"Gue paham lo se-care itu sama Winna... Tapi karena tindakan gegabah lo, lo jadi mempertaruhkan masa depan lo... Kalau sampai lo di-DO gimana...? Nanti gak sekampus lagi loh sama Winna."

Calvin memalingkan wajahnya. "Ya, udah. Terima aja. Udah terjadi juga. Selama Winna sadar kalau Juan itu brengsek dan putus dari dia. It was all worth it."

Calla refleks menjangkau bantal terdekat untuk memukul kepala adiknya. "Dasar adek goblok!"

"Kasar banget sih jadi cewek?! Heran gue, kok si Kak Adriel mau ya sama lo? Jelas-jelas lo cewek gadungan! Pake nanya lagi kenapa gue main nonjok si Juan, dari kecil aja lo udah hobi gebukin gue!"

eighteen [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang