Mungkin hanya perasaan Giselle saja, tapi akhir-akhir ini, Fabian seperti sedang menghindarinya. Ulah siapa lagi kalau bukan Adriel? Cowok itu selalu mempertemukannya dengan sahabatnya. Don't get her wrong. Gigi suka bertemu orang baru, apalagi jika dikenali dengan orang setampan Fabian. Hitung-hitung, sekalian cuci mata.
Gigi juga bukan orang yang gampang salting. Mau seganteng apapun lawan bicaranya – mau cucu presiden sekalipun, Gigi selalu bisa bawa santai. Tapi berbeda dengan Bian yang adalah seorang introvert. Sudah tahu Adriel teman yang seusil apa – mending kalau dia hanya mempertemukan mereka secara gak natural berulang kali, tapi dia juga menggoda kedua temannya habis-habisan seperti bocah SD.
Sekali lagi, Gigi nggak menanggapi hal itu serius, tapi reaksi yang diberikan Bian berbeda. Bian jadi canggung setiap kali bertemu dengan Gigi dan bahkan akhir-akhir ini juga menghindarinya. Termasuk sekarang.
"Ah, lo sih, Driel! Ceng-cengin gue sama Bian mulu! Dianya jadi risih kan sama gue!" Keluh Gigi dari lubuk hati terdalam.
Di jam makan siang, Gigi yang kebetulan sedang butuh Adriel untuk diajak berdiskusi penting, menghampiri cowok itu di kantin gedung lama kampus. Mau Adriel sengaja atau tidak, Gigi sudah menduga di awal kalau dia juga akan bertemu Bian. Karena kedua cowok itu hampir gak pernah terpisahkan – sudah tinggal di unit apartemen yang sama, satu kelas pula. Gimana mereka gak menimbulkan kecurigaan?!
Namun, gak lama sejak Gigi bergabung ke meja mereka, Bian izin cabut duluan karena ada urusan mendadak. Di jam makan siang banget...? Batin Gigi. Dia curiga urusan Bian yang tidak bisa ditunda itu adalah menghindari kecanggungan dengannya.
Stop mikir kayak gitu! Dunia gak berputar di sekitar lo doang! Cepat-cepat Gigi menepis pemikirannya itu. Tidak melupakan jabatan Bian sebagai wakil ketua BEM yang tentu menyita banyak waktunya. Namun, melihat rektor kampus mereka berlalu dan mengantri membeli makanan di salah satu kios di depan, Gigi jadi berpikir dua kali. Ya kali, wakil ketua BEM lebih sibuk daripada rektor...?
"Takut dijauhin sama Bian, ya? Takut kehilangan, ya? Cieee..." Respon Adriel yang malah balik menggodanya.
Sumpah Adriel orang paling ngeselin sedunia... Minta ditampol!
"Ya, bukan gitu! Gue mah santai aja ya mau diceng-cengin separah apapun, tapi Bian-nya gak nyaman, woy? Masa lo gak nyadar? Temennya bukan, sih?!" Wajah Gigi memanas. Tiap kali amarahnya diluapkan, pasti matanya akan mulai berair seperti orang yang hendak menangis. "Lagian, kenapa maksa banget sih jodoh-jodohin gue sama Bian? Emang gue minta?! Dia aja kelihatannya gak ada interest sama gue! Kalau makin ilfeel gimana?!"
Panik melihat Gigi yang seperti ingin menangis, Adriel sigap mencari tisu. "Ampun, Gi. Ampun. Jangan nangis dong! Kan gue cuman bercanda... Sorry ya kalau udah kelewat batas. Gue gak gitu lagi, deh..."
"Gue gak lagi nangis, anjir! Emang muka gue kayak gini kalau habis marah!"
"Iya, iya. Sorry ya udah bikin lo kesel. Udah makan belom, Gi? Mau dessert? Es krim? Gue beliin dua, deh."
"Tai. Tapi gak nolak sih kalau Haagen-Dazs."
"Aice aja gimana? Magnum, deh."
"Dasar pelit! Gue doain berak lo keras!" Gerutu Gigi. "Daripada lo minta maaf ke gue, mending lo minta maaf ke Bian. Dia yang lebih kelihatan terganggu gak, sih? Emang kenapa sih kalau diceng-cengin sama gue? Kayak ada hati yang harus dia jaga aja."
Adriel tertawa terpingkal-pingkal, "Gak kok, gak ada. Gue berani jamin. Kalaupun ada, orangnya udah unavailable juga."
"Oh, ya? Spill-nya jangan setengah-setengah dong!"
KAMU SEDANG MEMBACA
eighteen [END]
FanfictieCalista Alexandra si wakil ketua komdis galak, terpaksa harus berhubungan dengan Adriel Ryan yang adalah pembimbing kelompok ospek adiknya yang baru masuk kuliah. "Mentee lo ada yang namanya Calvin Alexander, kan? Dia adek gue dan dia pengidap penya...