Hari berikutnya. Lagi-lagi, Kelompok 18 mengadakan kerja kelompok di kosan Calvin. Padahal hari itu dia gak masuk ospek karena masih disuruh istirahat.
"Udah sehat belom, Vin?" Kali ini Adriel bisa ikut menemani kelompoknya. Awalnya dia juga bingung kenapa mereka mutusin buat kumpul di kosan Calvin padahal Calvin-nya masih sakit. Tapi namanya mentor, gak punya hak berpendapat jadi cuman bisa ngikut aja.
Mungkin kalian ikutan bertanya-tanya – sebenarnya peran mentor apa sih kok Adriel kelihatan gabut banget? Mentor pada ospek kampus mereka memang dibatasi campur tangannya. Sengaja diatur demikian supaya mentee-nya didorong buat berinisiatif. Semacam learning by doing.
"Udah dong, Kak. Masa lo doain gue sakit terus? Monmaap nih, gue belom nyiapin warisan apa-apa."
"Lo abis nonton telenovela mana lagi, sih?"
"Gue tidur seharian, bray. Ini juga kalau kalian gak bertamu, gue bakal bablas sampai besok pagi."
"Maksud lo ngomong gitu di depan kita yang gak tidur dan dengerin seminar seharian itu apa?" Sahut Teo. Tenang, dia lagi gak ngajak ribut – emang cara ngomongnya aja yang menyerupai preman pasar.
"Buat bikin iri, lah! Apa lagi?!"
"Jadi besok lo udah bisa masuk, Vin?" Tanya Winna.
"Masuk lah, Win. Bosen juga di kosan sendirian gak ngapa-ngapain." Calvin menatap teman kelompoknya bergantian, "Gimana guys ospek hari ini? Chandra kangen sama gue gak, tuh?"
"Ospek hari ini lebih mulus dari jalan tol. Tugas kita aman, gak ada yang telat juga... Si Chandra juga gak mondar-mandir barisan kita. Pokoknya gue merasa lebih santai setelah tau behind the scenes-nya gimana."
"Behind the scenes dari apa tuh?" Pancing Adriel.
"Kalau ternyata komdis aslinya gak galak. Ya, emang dari awal gue udah yakin sih mereka kayak gitu buat gertakan aja. Tapi setelah ngelihat cicinya Calvin aslinya gimana, gue udah gak takut sama komdis mana pun."
"Gak tau aja lo cici gue kalau di rumah udah kayak singa betina..." Pembelaan Calvin membuat Adriel terkejut. Gak disangka aja orang selengean macam Calvin bisa diajak kerja sama... atau Calla memang semenyeramkan itu di rumah sampai Calvin gak berani cepu?
"Gak pernah serumah sih, jadi gak tau." Tatapan Teo tertuju pada Adriel.
"Kenapa bocah ngeliatin gue gitu banget?"
"Sebagai temen ospeknya Ci Calla, lo ada tanggapan, gak?"
"Galak beneran dia... Eh, gak ada panggil-panggil Cici, ya. Mau dia suku apa kek – sesuai budaya kampus kita, manggilnya Kak!" Adriel yang baru ngeh lalu melemparkan tatapan menuduh ke Calvin. "Tau dari mana gue sama Calla dulu satu kelompok ospek? Calla ada cerita?"
"Emang lo sespesial itu Kak di hidup cici gue sampe diceritain gitu...?" Calvin melemparkan tatapan penuh menghakimi.
"Itu si Calvin boleh manggil Cici, kenapa gue gak boleh?" Tuding Teo gak terima.
"Dari gue orok juga manggilnya udah Cici..."
"Bebas dah kalian manggilnya mau pake sebutan apa. Yang penting jawab dulu pertanyaan gue, tau dari mana gue sama Calla dulu satu kelompok?"
"Vlog ospek lo masih ada di YouTube, Kak," jawab Winna. "Ternyata kalau ngantuk mata lo jadi cuman segaris, ya!"
"Masa, sih? Perasaan gue gak sesipit itu..." Adriel malah jadi membuka kamera depan ponselnya buat ngaca.
"Jangan ngalihin topik, Win. Gue yakin kalian juga lebih penasaran sama hubungannya Adriel sama Ci Calla daripada besar mata si Adriel." Lengan Teo merangkul Adriel.
KAMU SEDANG MEMBACA
eighteen [END]
FanfictionCalista Alexandra si wakil ketua komdis galak, terpaksa harus berhubungan dengan Adriel Ryan yang adalah pembimbing kelompok ospek adiknya yang baru masuk kuliah. "Mentee lo ada yang namanya Calvin Alexander, kan? Dia adek gue dan dia pengidap penya...