Part 21

263 45 14
                                    

Tw // self-harm, suicide attempts, overdose

Winna mendapati dirinya di tempat yang begitu asing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Winna mendapati dirinya di tempat yang begitu asing. Tubuhnya terasa seringan bulu. Seolah-olah segala beban pikiran dan kepedihan yang dipendamnya telah ditinggalkan begitu saja. Tapi, dimana dia sekarang? Apakah ini di surga... atau neraka?

Hal terakhir yang Winna ingat adalah ia meneguk satu strip obat paracetamol sekaligus, lalu dia membentangkan tubuhnya di atas ranjang di kamar kosannya dan memejamkan mata. Setelah itu, gelap gulita.

Ketika Winna membuka matanya, ia sudah berada di ruang makan yang tidak dikenalinya.

"Makan yang banyak, ya, Win. Jangan malu-malu." Calla, kakak perempuan Calvin mengoper sepasang sendok dan garpu yang sudah dilapnya. Dia memamerkan senyum hangat yang Winna sendiri belum pernah saksikan sebelumnya.

"Mi, Mami masak banyak, kan? Soalnya Winna kecil-kecil gini makannya banyak! Takut rebutan." Winna menoleh ke asal suara dan mendapati Calvin duduk di sebelahnya.

Kenapa... Kenapa Winna malah memimpikan Calvin dan keluarganya? Mungkin karena selama ini, di alam bawah sadarnya, Winna mendambakan hubungan keluarga yang harmonis persis keluarga Calvin. Orang tua yang utuh... figur seorang kakak yang selalu akan memihak padanya... adalah dua hal yang tidak Winna miliki di kehidupan malangnya ini.

"Winna." Terdengar suara familiar lainnya dari kejauhan. Winna menoleh ke sekelilingnya untuk mencari asal suara tersebut.

"Winna." Suara itu terdengar semakin jelas. Kini Winna merasa sensasi mengguncang di sekujur tubuhnya.

"Winna!" Panggilan terakhir sukses membangunkan Winna ke realita.

Perlahan Winna membuka matanya – pandangannya masih sayup-sayup. Panca indranya pun bekerja keras dalam mengembalikan kesadarannya yang masih mengawang. Namun Winna langsung bisa mengenali latar tempatnya berada dan pemilik suara yang tanpa jerih memanggilnya.

"Kak Ju..." Sekuat tenaga Winna memaksa tenggorokannya untuk mengeluarkan suara parau.

"Winna, kamu udah tidur berapa lama? Are you sick?" Penglihatan Winna baru bisa menangkap wajah Juan yang tengah menghalangi cahaya lampu di belakangnya. "Aku call kamu berulang kali, tapi HP kamu mati. Ya udah, aku langsung ke kosan kamu aja. Aku maksa ke penjaga buat bukain pintu kamar kosan kamu karena kamu susah dihubungin. Feeling aku gak enak."

Tangan Juan meraih strip Panadol kosong pada nakas di sebelah ranjang Winna sebelum sigap meletakkan telapak tangannya pada kening Winna. "Kamu demam? Enggak, kok... udah turun. Malah jidat kamu dingin banget."

Winna membalikkan badannya menghadap dinding dan tanpa sadar, air mata sudah berlinang menuruni pipinya. Dia belum mati dan kalau Juan menyadari percobaan bunuh dirinya itu, entah apa yang akan dia lakukan. Antara mencaci makinya atau justru meninggalkannya. Winna sendiri tidak dapat membayangkan skenario mana yang lebih menyeramkan.

eighteen [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang