Sebuah Rubicon Jeep berwarna dark smoke melaju pesat melintas jalan kota Shanghai yang telah sunyi dari riuh kendaraan. Mobil itu mengarah ke jalan menuju hutan yang sangat jarang tersentuh manusia. Suara decitan rem mendadak nyaring terdengar beberapa rusa di tengah hutan sana, membuat populasi itu berlari menyelamatkan diri.
Kukukan burung hantu diiringi macam macam suara mencekam di sana tak dihiraukannya. Seorang pria dengan jas matte brown yang membalut di tubuhnya, dengan bawahan berwarna sama. Kemeja putihnya mampang terlihat dengan sehelai dasi hitam ber bros Prada melingkar di kerahnya, turun dari kursi kemudi Jeep yang di kendarainya tadi.
Kedua manik cokelatnya terkunci tatkala melihat aula besar dengan kondisi tak terlalu terbengkalai mengingat aula itu berdiri di tengah hutan yang tak lazim dari manusia, hanya remang dengan sedikit cahaya pengis. Membawa tungkai kaki ke tengah aula saat sebuah pigura besar menarik perhatiannya. Di pigura itu terlukis seorang wanita dengan abstrak namun terkesan mengerikan. Di samping pigura terdapat sebuah black box dan selembar kertas. Meraihnya hendak membuka, namun tangannya mendapati banyak bercak darah dalam lapisan luar kotak hitam itu.
Keningnya mengerut, mengikis jarak di antara kedua alis. "Darah?". Melanjutkan membuka box, matanya memicing saat melihat beberapa helai rambut panjang dalam kotak tersebut yang bersimbah darah segar manusia. Pikirannya mulai terganggu, biasanya saat menyayat tubuh manusia pun tak se khawatir ini. Namun kian dadanya berdetak tak seirama. Kini fokusnya teralih pada selembar kertas putih yang tergores kan tinta merah.
"Kau pikir akan mudah menemui ku, lagi? Aku telah menikmati setiap inchi dari tubuhnya sebelum aku melenyapkan lalu menyicipi darahnya, dan menaruh sedikit pada kotak hitam yang berisi beberapa helai rambut miliknya. Kita akan segera bertemu, sahabatku."
Ekspresi wajahnya datar. Tangannya menghempaskan selembar kertas yang telah di bacanya.
Brug!
Kakinya melemparkan tendangan ke arah pigura yang mampang tertumpu, membuat kaca dan lukisan di dalamnya hancur tak lagi terbentuk. Mematung sejenak. Membalikan badan, tangannya merogoh saku mengambil kotak kecil yang berisikan beberapa batang kecil nikotin. Menyulut korek gas membakar rokok yang diapit kedua jarinya. Menghisap batang itu dengan damai lalu menghempaskan bebas kepulan asap ke udara. Beranjak membawa tungkai kaki mendekati mobil yang terparkir pada tengah hutan yang gelap. Sulutan korek gas nya belum di padamkan, dia meninggalkan tempat dengan melemparkan korek itu ke tempat yang baru saja diinjaknya.
Berhenti sesaat membelakangi ketika kobaran api ganas melahap kalap aula. Bibirnya tersenyum smirk, "jika kau merasa pandai mengecoh ku, maka aku jauh lebih pandai jika menjadi malaikat maut brutal yang akan menyiksa mu."
----------
Sebuah panggangan barbeque berdiri tepat di bibir danau. Kepulan sedikit asap mengalun lembut dari slice - slice daging yang tengah menggeliat terpanggang.
"Wilona ayolah biar aku saja yang memasaknya untukmu." Kenneth berdecak kesal karena Wilona tak membiarkannya menyentuh apapun di sana.
"Diam lah, Kenneth."
"Aishhh, ini sudah ke dua puluh kali kau memasak daging panggang itu. Tidak bosan?"
"Kenapa kau bawel sekali?"
"Bawel, ya?" Kenneth menghampiri Wilona yang sama sekali sibuk dengan alat pemanggang itu. "Mau menyelam di danau?" Kenneth menggodanya sambil mengikis jarak di antara keduanya. Wilona berhenti bersibuk, membalikan badan hingga berhadapan dengan si pria. Kenneth lembut menatap Wilona dengan mulut yang bersibuk menguyah permen karet.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesayangan CEO Tampan (ON-GOING)
Romance"Jika malam itu kau tak lancang terbaring di ranjang ku mungkin hingga saat ini aku tidak pernah merasakan jatuh, se jatuh jatuhnya dalam cinta. Kau satu satunya wanita kriteria ku, Wilona Yin Cassela." Dalam semalam nasib seorang gadis si pemilik m...