7. Sekolah

10.4K 1K 15
                                    

I'm back. Thanks for vote in the previous chapter. Don't forget to vote okey. Happy reading ❤️❤️

"Kakak~"

Seorang pemuda berambut pink itu menghampiri Vellyn yang hendak menuju ke toilet. Ia berhenti sebentar lalu melihat ke sekitarnya untuk memastikan siapa yang lelaki itu panggil.

Tidak ada orang selain dirinya. Vellyn mengernyitkan dahinya bingung, ia tidak kenal siapa pemuda itu.

"Umm, Kak Lyn itu bibirnya kenapa?" tanyanya dengan nada khawatir setelah mendekatkan diri ke Vellyn.

"Siapa kamu?" Vellyn menaikkan salah satu alisnya heran. Darimana pemuda dihadapannya ini tau namanya?

"Aku Clevian. Orang yang kemarin kakak tolong," jawabnya dengan takut-takut.

Vellyn hanya menganggukkan kepalanya tanda mengingat siapa pemuda di depannya itu.

Ia menelisik penampilan pemuda di hadapannya. Rambut dan matanya berwarna sama, pink. Kulitnya terlihat halus. Badannya terlihat mungil untuk anak seukuran dirinya. Tingginya hanya sekitar alisnya.

Sebenarnya tinggi dua orang itu saat tadi malam sama, namun karena sistem telah menambahkan tinggi sebanyak 5 cm ke tubuh Vellyn maka tubuh gadis itu lebih tinggi sekarang.

Kebiasaannya ketika ada sesuatu yang tidak penting dia akan cepat melupakannya. Dan itu terus terjadi hingga sekarang.

"Kak Lyn, itu bibirnya ga mau diobatin di UKS?" Clevian bertanya sekali lagi.

"Tidak usah, ini hanya luka kecil."

"T-tapi kan--"

Kring..

Ucapan lelaki itu terpotong oleh bel masuk yang sudah berbunyi. Vellyn berjalan menuju kelas, membatalkan niatnya ke toilet, meninggalkan pemuda yang sepertinya adik kelasnya dilihat dari warna bet-nya yang berbeda itu sendirian di koridor yang sepi.

***

Pelajaran sedang berlangsung. Vellyn mendengarkan penjelasan guru PPKN itu dengan malas. Bukan bermaksud tidak sopan, hanya saja Vellyn merasa guru itu menyindir kelas XI IPS 3 secara halus.

Membandingkannya dengan kelas lain yang lebih pintar dari kelas ini. Perkataannya cukup halus hingga dipahami oleh beberapa orang saja.

Vellyn bingung kenapa guru itu selalu menceritakan kelas lain pada saat pembelajaran di kelas ini.

Sebenarnya bukan guru itu saja sih, banyak guru yang suka membanding-bandingkan kelas terbelakang dengan kelas yang lebih unggul. Yang ini lah, itu lah.

Diingat-ingat dari ingatan Vellyn yang telah diberikannya kemarin, ia jadi jengkel. Kelakuan guru dan siswa disini kebanyakan tidak patut ditiru.

Vellyn memejamkan matanya kesal. Bukan karena guru itu lagi, namun seseorang di sampingnya yang sejak tadi mengganggunya.

Menolehkan kepalanya ke kanan, Vellyn mencengkeram dagu Erland dengan kuat, King of Bullying yang duduk tepat di sebelahnya. Mendekatkan wajah mereka berdua sampai jaraknya tinggal beberapa centimeter saja, hingga jika ada salah satu yang bergerak ke depan hidung mereka akan bersentuhan. Vellyn lantas berbisik dengan nada rendah.

"Bisa ga Lo berhenti ganggu gue? Berhenti ngelempar kertas, nendang-nendang kaki gue atau kegiatan yang mengganggu ketenangan gue, hm?"

Netra birunya menyorot tajam pada netra coklat dihadapannya. Mengintimidasi lawan dengan cara menatap dalam tepat pada matanya.

Erland meneguk ludahnya beberapa kali, jakunnya terlihat naik turun. Matanya salah fokus, ia malah melihat bibir tipis didepannya yang bergerak-gerak. Hingga cengkeraman itu lepas, barulah kesadarannya kembali. Tangannya itu mengelus dagunya yang terdapat jejak kuku hasil cengkeraman gadis di sampingnya.

Vellyn mengangkat tangannya meminta atensi sang guru mapel.

"Pak, saya izin ke kamar mandi."

Usai diberi anggukan malas itu Vellyn keluar kelas.

Memuakkan juga se-ruangan dengan orang-orang yang tingkahnya mengesalkan. Yang satu suka menyindir dan membandingkan, dan yang satu lagi suka mengganggu.

Vellyn heran dengan pemilik tubuh ini yang kuat mengahadapi guru dan siswa seperti itu. Terutama Erland. Orang yang sering membully-nya.

***

Melangkahkan kaki menuju taman yang terkenal angker, Vellyn berencana akan membolos untuk beberapa jam ke depan.

Soal nilai dia tidak terlalu peduli. Seberapa rajin pun dan sesempurna apapun nilai yang diperoleh, Vellyn tidak akan mendapatkan apresiasi.

Mau bodoh atau pintar kalau sampai di rumah Vellyn akan dijadikan babu dan paling parah dijadikan samsak tinju.

Lagian dirinya sudah pernah menginjak kelas 11 SMA. Sedikit malas ketika harus mengulang pelajaran yang pernah diajarkan oleh gurunya beberapa tahun silam.

Mendudukkan pantatnya ke kursi yang berada di taman itu, lalu Vellyn berpikir. Bukankah plot seharusnya Axel yang menyelamatkan Clevian saat pelecehan itu. Kenapa malah dirinya yang menyelamatkan pemuda berambut pink itu.

'Kerusakan ya?'

Vellyn mengingat ucapan Areza kemarin. Tentang kerusakan yang membuatnya pergi tiba-tiba meninggalkannya. Dirinya jadi paham apa maksud kerusakan itu.

"Ah ah shh, f-fas-terh ughh"

Vellyn mengernyitkan dahinya tatkala mendengar suara itu. Lagi.

Rasa penasarannya yang kian tinggi membuatnya mencari asal suara suara tersebut. Menemukan semak-semak yang bergoyang dan terlihat tangan dan kaki seseorang timbul-hilang dari celah-celah daun.

Melangkahkan kakinya mendekati  tempat terjadinya 'itu'. Semakin dekat suara benturan 2 alat kelamin dan desahan juga erangan semakin terdengar.

"Huhh erghh i'm cumming ahh"

"Ahhhh"

Vellyn sekali lagi menyaksikan secara langsung orang yang berhubungan badan. Bukan laki-laki dengan perempuan. Namun lelaki dengan lelaki. Cukup menggelikan menurut Vellyn. Ia bergidik geli saat melihatnya.

Menyandarkan punggungnya di pohon, Vellyn menunggu mereka menyadari kehadiran dirinya.

Si pihak atas alias seme mengeluarkan penisnya dari lubang pantat pria di bawahnya kemudian memasukkan kembali ke celananya, tak lupa merapikan seragamnya yang berantakan.

Sedangkan si uke itu masih menetralkan nafas. Mendesah pelan saat penis itu dicabut dari lubangnya.

"Udah selesai nge-sex di sekolahnya?"

Published: 26-02-2023

Vellyn Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang