25. Dia Allan

6.3K 825 70
                                    

Vomentnya kak nanti dapat kecup online dari akuu, canda. 160 vote gass..

Srett..

"Sejak beberapa hari yang lalu kamu selalu mengawasiku, ada masalah?"

Vellyn mencekal tangan siswa itu dengan erat.

Beberapa hari ini dia merasa seseorang selalu mengawasinya. Awalnya Vellyn hanya biasa, namun semakin ke sini tatapan orang itu semakin mengganggunya.

Siswa itu tersentak, dia tak menyangka bahwa gadis yang selalu diawasinya mengetahui atensinya. Padahal ia sudah berusaha tidak menimbulkan kecurigaan sedikitpun.

"Alan Morley,"

Vellyn bergumam, membaca nama siswa yang tertera pada seragam sekolahnya.

Alan, siswa yang lengannya dicekal itu berusaha tenang. Aroma tubuh gadis di depannya membuat ia mabuk kepayang. Tangannya ingin memeluk erat dan menghirup dalam-dalam aroma siswi yang diawasinya beberapa hari Minggu ini.

"Emm, emm.."

Kebiasaan Alan ketika gugup kembali lagi. Sudah lama dia tidak merasakan perasaan ini, kecuali ketika bertemu dengan wanita incarannya, dulu.

Vellyn menarik lengan siswa itu menuju taman belakang sekolah. Mengajak siswa itu berbicara tanpa diketahui siapapun. Capek juga sebenarnya kalau berdiri di samping kelas paling ujung selama bermenit-menit, apalagi siswa yang dipergoki-nya ini tak kunjung menyampaikan penjelasan.

Keduanya duduk di bangku taman, si perempuan menyandarkan punggungnya di kursi, memejamkan matanya menikmati semilir angin yang berhembus menerbangkan anak rambutnya.

Sedangkan si laki-laki memandang intens perempuan di sebelahnya. Rambut blonde halusnya yang bergerak-gerak, matanya yang tertutup tidak menampakkan netra birunya yang seindah langit dan setenang air laut. Rasanya Alan ingin menyingkirkan anakan rambut itu hingga dia bisa memandangi dengan jelas wajah perempuan di sampingnya.

Berdehem sejenak, ia mengalihkan wajahnya ke depan lantas mengeluarkan suara memecah keheningan.

"Kau mirip dengan seseorang di masa laluku."

Vellyn membuka matanya, anak rambutnya dia singkirkan guna melihat jelas pemuda disampingnya.

"Kamu.. Allan Monroe kan?"

Sejenak pupil mata pemuda itu melebar, dia mengalihkan mukanya dengan cepat, membalas tatapan intens siswi di sampingnya.

"V-Vellyn? Vellyn Dilkhalisa?!"

Vellyn mengangguk membenarkan.

Tubuhnya sedikit terhuyung tatkala siswa di sampingnya tiba-tiba saja menerjang dan memeluknya erat.

Membalas pelukannya, Vellyn menepuk-nepuk punggung Allan dengan lembut.

Lelaki ini selalu bertindak dengan tiba-tiba saat bersamanya. Di dunia ini maupun di dunianya dahulu.

"Kamu kenapa bisa sampai ke sini?" Tanya Vellyn. Pelukan itu sedikit dia renggang kan.

Vellyn bertanya kepada Allan. Meskipun dia sendiri sudah tau jawabannya setelah bertanya ke sistem, namun ia ingin mendengar penjelasan langsung yang keluar dari bibir Allan.

"Aku tenggelam dari kolam sedalam 7 meter."

"Kamu ingat Vell, aku dulu tiba-tiba hilang tanpa kabar. Sebenarnya aku berobat ke luar negeri, mengobati luka-luka yang dibuat keluargaku sendiri."

Menelan saliva-nya, Allan sedikit tersenyum sebelum kembali melanjutkan penjelasannya.

"Mereka terus-terusan bikin luka di tubuhku, demi harta. Demi perusahaan yang udah lama aku rintis. Padahal mereka bisa meminta itu secara baik-baik, pasti bakalan aku kasih. Kamu tau kan seberapa sayang aku sama keluargaku sendiri?"

Vellyn mengangguk. Dia mengingat saat itu Allan datang kepadanya dengan tubuh penuh luka. Allan butuh tempat untuk bersembunyi dari ayahnya dengan dalih ingin bertamu ke rumah Vellyn.

Vellyn sangat mengetahui keadaan sahabat sekaligus orang yang mengajarinya tentang dunia teknologi itu. Beberapa bagian tubuh yang sedikit berlubang akibat peluru yang bersarang, jahitan-jahitan lebar yang berada di punggungnya, dan banyak bekas luka yang telah mengering namun ditimpa luka baru. Dia sangat tau.

Berkali-kali juga Vellyn menyarankan untuk melaporkan tindakan ayah sahabatnya ke polisi, namun Allan selalu menolak. Alasannya sama. Mereka keluarga kandungnya, orang yang telah membesarkannya hingga saat itu.

Rasanya Vellyn ingin melenyapkan si tua bangka dari bumi, tetapi dia tau, Allan tidak akan setuju. Dan mungkin akan membencinya setelah itu.

"Puncaknya saat aku yang masih berada di ruang perawatan. Seseorang membius-ku hingga tak sadarkan diri. Setelah siuman aku sudah berada di kolam renang, tempat yang paling aku hindari."

"Ayah di sana memandang dengan sinis. Kemudian memerintahkan bawahannya untuk menceburkan-ku ke kolam."

Mata pemuda itu mengerjap sesaat, menghalau air mata yang akan luruh ke pipinya.

"Kondisi tubuhku saat itu tidak begitu baik. Aku baru saja operasi pengeluaran peluru yang bersarang di sekitar jantung. Ketakutan ku pada dalamnya air juga semakin memperburuk keadaan."

"Aku benar-benar sudah pasrah. Jahitannya kembali terbuka, air kolam berubah menjadi merah. Nafas pun  susah. Bahkan di saat terakhir, aku benar-benar tetap tidak bisa membenci mereka."

Allan menghela nafas berat, kepalanya ia sandarkan pada bahu sempit milik gadis di sampingnya. Vellyn mengalungkan salah satu tangannya ke leher sang pemuda. Mengelus pipinya dengan lembut, kegiatan yang sangat disukai oleh Allan.

"Di alam bawah sadar aku diberikan sebuah kesempatan oleh sosok yang mirip denganku. Aku menyetujuinya. Barangkali aku bisa mendapatkan kebahagiaan di dunia yang baru."

Dan aku benar-benar mendapatkannya. Bertemu denganmu merupakan salah satu kebahagiaan terbesar untukku Vell.

Mulutnya tidak berbicara namun batinnya berucap syukur.

Vellyn mengangkat kepala siswa itu dari bahu sempitnya. Ia memegang bahu Allan, menggerakkannya ke samping guna menghadapnya.

"Ceritakan apapun keluh kesah kamu okey, jangan pernah dipendam. Di dunia sana ataupun dunia ini, bahu ini siap buat jadi sandaran saat kamu lelah. Aku akan selalu usahain menyisihkan waktu buat dengerin cerita kamu."

Netra biru milik Vellyn memandang lurus ke dalam netra coklat milik Allan. Mencoba meyakinkan bahwa dia selalu siap menjadi tempat keluh kesah bagi Allan.

Allan memandang penuh kagum gadis di hadapannya. Gadis yang telah mengisi penuh hatinya tanpa dia ketahui. Sebanyak apapun Allan menolak saran dari Vellyn, gadis itu tetap baik. Tetap memperlakukannya penuh kelembutan.

Berlalunya waktu tak membuat rasa cintanya surut, justru semakin berkembang hingga membuat Allan bingung cara menghentikannya.

Keduanya berpelukan entah siapa yang memulai. Menyalurkan kerinduan juga rasa sayang yang begitu dalam.

Vellyn mengelus dengan lembut rambut sahabatnya. Memberikan rasa nyaman bagi Allan yang menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Vellyn.

Perutnya tergelitik, jantungnya bertabuh kuat, Allan berharap gadis yang dipeluknya tidak merasakan detak jantungnya.

"Kak Lyn.."

Di seberang sana pemuda berambut pink itu melihat semuanya. Melihat interaksi keduanya yang begitu intens.

Matanya memanas, air matanya menggenang di pelupuk mata siap diteteskan. Wajahnya memerah karena menahan tangis.

Tak lama air mata itu luruh membasahi pipi berisinya yang memerah disusul isakan kecil.

Itu Clevian.

Cute boy BHS berbelok menuju ke kamar mandi pria tak jadi ke arah taman. Di situ ia menumpahkan tangisnya.

Clevian tak tau perasaan apa ini. Dia ingin gadis yang disukainya tidak berinteraksi intens dengan siswa manapun.

Rasanya tidak menyenangkan, padahal dia dan kakak kelasnya tidak mempunyai hubungan apapun.

Clevian hanya ingin seluruh perhatian Vellyn ditujukan untuknya.



Published: 09-04-2023

Vellyn Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang