12

257 7 0
                                    

Alea dan warga itu sampai di tepian jalan raya nasional. Memang benar adanya bahwa keseluruhan wilayah ini adalah rimba. Bahkan yang melalui jalan raya ini semuanya didominasi oleh truk muatan berat.

Kecurigaan Alea sedikit terjawab dan hal itu makin membuatnya takut pada semua penghuni di villa Nathan.

Alea : bibi, terimakasih.

Warga 1 : sama-sama, nak. bibi, pamit dulu.

Alea : iya, bi. Hati-hati.

Wanita itu lekas meninggalkan Alea. Kembali masuk ke jalan setapak menuju rumahnya di pinggiran hutan.

Baiklah, sekarang Alea sendiri. Dia tak tau mau naik apa untuk pulang ke rumah orangtuanya.

Alea : ah, telpon Kris.

Idenya cemerlang. lantas dirogohnya saku kemeja dan segera mengusap nama Kris di gawainya.

Namun selang beberapa saat nomor yang dipanggil tak kunjung menjawab dan hal itu tentu membuat Alea stres. Sendirian di tempat asing ini tanpa tau kemana arah jalan.

Akhirnya diapun memutuskan untuk berjalan menyusuri jalan mengikuti nalurinya. Dia tak tau apakah jalan yang diambil mengarah ke kota atau malah sebaliknya, tersesat lebih jauh.

Alea : astaga, Kris. Kau ini kemana aja. Cepat angkat teleponnya.

Kesah Alea dalam kegundahan hatinya. Kakinya terus melangkah. Sedang hari kian menunjukkan perubahannya. Malam segera tiba dan keadaan sekitar pasti dalam kegelapan total.

Ada penyesalan menggerogoti hatinya akan putusannya ini. Namun, apa boleh buat semua telah terjadi.

Alea : Tuhan jika aku harus mati saat ini juga, tolong ringankan rasa sakitnya.

Pasrah Alea dalam kondisi menyeramkan seperti ini. Dia tak lagi punya pilihan.

Waktu berlalu dan senja benar-benar hilang dibalik rimbunnya pohon tinggi menjulang. Gelap mendominasi.

Rasa takut Alea kian besar. Langkah yang tadi cepat melambat dikarenakan kepasrahan akan keadaanya saat ini.

Suara-suara penghuni hutan bersahutan dari jauh membuat bulu kuduk Alea meremang.

Alea : apa yang harus aku lakukan? Di sini tidak ada pemukiman warga. Kenapa aku tidak menginap saja di rumah bibi tadi.

Kesahnya ketakutan. Dalam kebingungan kakinya malah belok masuk ke dalam hutan. Akibat tekanan rasa takut yang tinggi membuat Alea linglung.

Dia berjalan kedalam hutan tanpa arah tujuan pasti. Keadaan sekitar tampak menyeramkan, kabut yang mengambang ditambah batang besar pohon sekeliling seperti sebuah mimpi buruk.

Sayup-sayup dari kejauhan netra Alea menangkap sebuah cahaya redup lampu minyak. Langkahnya dipercepat menuju tempat itu. Bagai mendapat oase di Padang gurun, Alea sangat gembira.

Setelah memastikan beberapa kali bahwa yang dilihatnya ini adalah hunian, tak ada kata lain untuk mundur. Alea terus maju dan sangat lega melihat pintu gubug tersebut.

Kakinya yang gemetar tak jadi halangan untuk mengetuk pintu itu.

Tok.. tok.. tok..

Keringat yang membasahi tubuhnya sama sekali tak menyurutkan niat minta pertolongan orang asing ini. Alea tak lagi peduli baik buruknya penghuni rumah, karena yang dia inginkan adalah berjumpa dengan manusia seperti dirinya.

Selang beberapa lama pintu bergerak terbuka. Memunculkan sosok penghuni gubug.

Alea : bolehkah, aku...

Gairah Suami DinginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang