Suasana mencekam nampak begitu kentara. Sosok pemuda dengan wajah flat itu tengah menatap tajam seorang wanita murahan yang tergeletak tak berdaya di hadapannya. Dari kejauhan, tampak satu lagi sosok yang lebih tua hanya memperhatikan dalam diam. Seluruh penghuni rumah itu tengah geram dengan kelakuan lancang sang wanita.
Berani-beraninya seorang pelayan dapur itu mencampurkan obat perangsang di makanan sang tuan. Bermaksud menggoda, namun nyatanya si tuan yang menjadi objek kenakalan jauh lebih pintar. Dan sekarang, dengan inisiatif Deyn selaku anak pertama, berniat memberi pelajaran kepada sosok calon pelakor ibunya itu.
"Merasa pantas kah anda?" ujarnya dingin.
Sungguh, rasanya seluruh pelayan yang sekarang dipaksa menonton aksi keji Deyn ingin mengundurkan diri saja. Biarlah mereka merelakan pekerjaan sepele dengan bayaran tinggi itu, karena kesehatan mental nyatanya menjadi faktor paling penting untuk keberlangsungan hidup.
Seseorang menepuk pundak Deyn, mengisyaratkan agar cowok itu segera mundur untuk berganti giliran dengannya. Itu Sanma, adiknya sekaligus anak kedua dari sang tuan.
Ctass!
Suara cambukan kembali menggelar, setelahnya Deyn benar-benar mundur untuk memberi ruang kepada sang adik.
"Padahal besok saya pengen sarapan capcay sebelum ke sekolah. Tapi kayaknya capcay besok bakal ada yang spesial deh."
Tidak. Keluarga itu tidak kanibal. Ucapan Sanma hanya gertakan semata untuk menambah suasana mencekam. Bukan mereka yang akan memakan daging wanita ini, mungkin serigala milik sepupunya.
Lima jam Sanma habiskan untuk menyiksa si mantan pelayan, hingga akhirnya wanita itu benar-benar menutup mata untuk selamanya. Beberapa bodyguard kemudian mulai membersihkan TKP dengan segera. Memungut beberapa daging yang terpisah dari tubuhnya dan membawa mayat itu ke belakang mansion.
Sudah malam. Kakak dan Daddy-nya yang semula berada di sana juga sudah membubarkan diri sejak satu jam yang lalu. Tak ada raut penyesalan dari wajah itu. Tak ada gelisah yang berarti di wajahnya. Bahkan cowok enam belas tahun itu dengan santainya berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, seolah siksaan maut barusan hanya ilusi.
(~ ̄³ ̄)~
"Ney! Jangan lari-lari dong!"
Seorang pria tampan kepala tiga itu tak henti-hentinya menyerukan nama sang anak bungsu. Sudah satu jam ia mengejar bocah tiga tahun itu, selama itu pula sang anak dengan entengnya malah tertawa riang melihatnya kewalahan kesana kemari.
"Ih! Yasudah Dada tidak mau kasih coklat ke Ney lagi!" ancamnya. Akhirnya sang anak mengindahkan suara yang ia keluarkan. Benar-benar hanya coklat yang bisa membuat bocah itu takut. Bodoh, kenapa ia tidak kepikiran sedari tadi?
Dengan langkah kecil si bocah mendekati sang ayah. Matanya menyiratkan penyesalan. Astaga, puppy eyes itu sangat menggemaskan. Kalau begini, Zamsya 'kan tidak bisa marah.
"Dada? Maap".
Oh lihatlah! Sekarang anak itu menunduk dengan bibir yang melengkung ke bawah. Kemana perginya bocah yang tadi sangat nakal dan rewel karena tidak mau mandi?
"Tidak. Ney nakal, Dada tidak akan memaafkan Ney kali ini." Ya! Sosok ayah itu akan mencoba tegas kali ini. Harus 'kan?
"Tidak ada coklat untuk Ney dua hari!" ujarnya lagi menambahkan sembari memberi tunjuk dua jarinya kepada sang anak.
Melihat hal tersebut, bocah bernama Neybara Haisaki itu menatap sang ayah sekali lagi. Kali ini sepasang iris hazel anak itu berkaca-kaca hendak menumpahkan airnya. Namun, Zamsya dengan cekatan mengambil anak itu dan membawanya menuju kamar mandi. Daripada sang anak kembali lolos dari jangkauannya, lebih baik ia bergegas.
"Tidak boleh! Kalau Ney mau coklat, Ney gak boleh nakal."
"Iyaa! Ney gak nakal lagi ya? Dada becok kaci Ney coklat ya?"
Zamsya menatap anaknya itu remeh sekaligus gemas. Ini bahkan sudah janjinya yang ketiga dalam seminggu untuk tidak nakal. Raut penyesalan yang Ney tunjukkan sifatnya sementara, dan sang ayah sudah terlampau hafal dengan kelakuan anaknya itu.
"Dada tidak mau!" serunya gembira. Berbanding terbalik dengan keadaan sang anak yang merasa sangat sedih sekarang.
Ney menenggelamkan wajahnya di perpotongan leher sang ayah, berusaha menyembunyikan fakta bahwa tangisan itu sebentar lagi akan meledak.
Lagi-lagi gemas dengan tingkah Ney, pria itu akhirnya mencium pipi bakpao Ney yang selembut sutra dan kenyal selayaknya mochi. Ciuman bertubi-tubi yang mampu membuat Ney membuka matanya yang sempat terpejam hendak menangis.
"Dada gelii! Hahahahahahah."
Tawa riang itu kembali. Zamsya yakin setelah ini ia pasti melupakan komitmennya sendiri untuk berlaku tegas terhadap Ney.
Prolog END
Halo hai! Panggil saya Ta!
Ingat ya, ini cuma prolog, nanti nextnya Ta kasi kegemoyan dedek Ney yang nakal lebih banyak!
Mau sedikit gambaran? Saya kasih karakter Mitsuki dari anime Boruto untuk referensi gaya si dedek ya. Kalo punya bayangan karakter sendiri ya silahkan aja, gak usah terlalu dipikirkan.
31 Maret 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Deep Inside [Hinafuka Fam]
HumorGanas? Dingin? Sadis? Tak kenal ampun? Ya Hinafuka. Sebut saja keluarga ini Mafia, karena kekayaan mereka yang tak ternilai sudah cukup untuk membuktikan kekuasaan mereka. Wajah tanpa ekspresi dengan rupa yang harus diakui dunia, mereka bukanlah ora...