Setelah melakukan operasi kurang lebih lima jam, Alben dinyatakan koma. Ya, bahkan dokter terhebat seperti Ferbian pun dibuat tak berkutik karena parahnya kondisi sang keponakan. Bisa dibayangkan, tubuh yang sudah terlatih itu kini terpasang banyak alat medis untuk menopang napas. Belum lagi kain kasa yang melilit disana-sini.
"Persentase hidupnya 50 50. Aku minta kakak buat siapkan diri dengan kemungkinan terburuknya nanti."
Kalimat yang diucapkan Ferbian tiga puluh menit lalu, mampu membuat hati Hesley tercabik-cabik rasanya. Meskipun Nia dengan setia berada di sisi wanita itu, tetap tak bisa membantu banyak. Benar-benar kabar buruk untuk mereka mendengar kondisi sang anak yang sedang tidak baik-baik saja. Entah Ferbian sudah mengabari Dexter atau belum, yang jelas bisa dipastikan kalau pria itu akan mengamuk jika mengetahui kondisi putra kandungnya dalam bahaya.
Mentari sudah berganti oleh rembulan. Terang menjadi gelap, dan waktu juga terus bergerak. Namun, sepertinya bocah gembul yang sepasang iris hazel-nya sudah bengkak itu masih betah mengeluarkan air mata. Ney sampai tidak mandi karena masih terngiang kejadian yang menimpa abangnya itu. Walau kesadaran si kecil juga perlahan menghilang, tetapi fakta bahwa ia terus menggumamkan nama Alben membuat semua orang gelisah.
Kalian tau? Firasat anak kecil itu biasanya sebuah prediksi.
"Kenapa kalian lama sekali?" Itu Ferbian yang baru tiba di mansion, tepatnya ruang keamanan dimana biasanya mereka mengakses rekaman CCTV dalam skala besar. Di sana, Dexter beserta Deyn sedang fokus mengamati gerak-gerik para pelayan. Sedangkan anggota keluarga yang lain mengumpulkan semua pekerja di mansion tersebut.
Ya, terlalu janggal kalau tragedi itu disebut kecelakaan.
"Pelakunya berkomplot, entah dengan siapa. Yang jelas, beberapa rekaman CCTV sengaja disadap. Steclo masih memulihkannya," jelas Deyn. Kalau Dexter sudah tidak bisa diharap akan menjawab pertanyaan Ferbian.
"Ada yang sengaja menyuruh Ney bermain di titik lokasi?" tanya Ferbian lagi. Otak cerdasnya menyimpan banyak sekali pertanyaan, tetapi Ferbian harus memilah yang mana yang akan dikeluarkan untuk sekarang.
"Menurut Hiru, beberapa pelayan membersihkan ventilasi dan plafon, lalu seorang gadis menggelar tikar di lokasi agar Ney tidak terganggu ketika bermain." Kali ini Dexter yang menjawab. Matanya tak lepas dari setiap perilaku para pelayan yang tertangkap kamera, tapi tak ayal Ferbian dapat melihat kegundahan dari sorot mata itu.
Mereka belum menemukan pelakunya, dan mereka juga menduga bahwa Ney adalah target asli si pelaku. Lantas bagaimana mereka bisa tenang?
"Fokus lah kak, Alben sudah kutangani." Akhirnya Ferbian buka suara tentang anak bungsu kakaknya itu. Karena Ferbian juga tau, Dexter tengah memikirkan Alben sekarang.
"Alben akan baik-baik saja?"
"Hmm."
(~ ̄³ ̄)~
"Mana abang, dada?" Zam lagi-lagi harus memutar otak. Sudah belasan kali ia ditanya, dan setiap pertanyaan itu mendapat jawaban yang bervariasi pula dari Zam.
"Abang lagi sekolah, ada temannya yang sakit perut, jadi abang harus bantu 'kan?" Zam menatap mata anak bungsunya. Mata itu sayu juga bengkak, setelah menangis semalaman dan ketika terbangun ia justru terus bertanya tentang Alben.
Zam berusaha membuat Ney tenang. Pria itu dari tadi menjawab kalau Alben sedang mengurus cupang, lalu berubah menjadi Alben sedang mandi di Malaysia, kemudian berganti lagi jadi Alben sedang mengevakuasi badut bwabwa yang pingsan, dan lain sebagainya. Tetapi tak ada satupun jawaban yang membuat Ney puas. Alhasil, bocah itu hanya menyandarkan kepalanya di dada bidang sang papa dan enggan memakan apapun sama sekali. Termasuk susu dan coklat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deep Inside [Hinafuka Fam]
HumorGanas? Dingin? Sadis? Tak kenal ampun? Ya Hinafuka. Sebut saja keluarga ini Mafia, karena kekayaan mereka yang tak ternilai sudah cukup untuk membuktikan kekuasaan mereka. Wajah tanpa ekspresi dengan rupa yang harus diakui dunia, mereka bukanlah ora...