20th 'Pertanyaan

2.2K 260 4
                                    

"Dada! Kaya mana calanya ikan bobo?"

"Ya merem dong.."

"Ikan nya bobo dimana?"

"Di air."

"Ada kaculnya? Gede nda?"

Naori menahan tawa saat melihat wajah Zam yang sudah sangat tertekan. Tolong saja, mereka sudah dua jam ditodong oleh pertanyaan-pertanyaan absurd dari si kecil. Baru kali ini rasanya Zam merutuki ayah dan ibunya sendiri karena mereka sibuk. Dan sepertinya baru kali ini juga ia agak menyesal saat menghabiskan waktu dengan Ney. Padahal biasanya moment ini adalah moment yang ia dan Ran perebutkan.

"Ney, ikan gak perlu kasur.. dia bobonya berenang.." Zam mencoba bersabar. Ney memang sedang dalam fase dimana keingintahuannya tinggi. Zam bisa apa lagi?

"Oohhh.." Kali ini Zam tertawa melihat mulut putranya yang membentuk huruf O.

Pria itu mengambil satu buah pisang, kemudian membuka kulitnya setengah dan memberikan buah itu pada Ney. Ia berharap mendapat tontonan menggemaskan alih-alih pertanyaan yang tiada henti.

Ney menerima pisang itu dan langsung memakannya dengan lahap. Buah kesukaannya memang pisang, itu membuat Ney sering mendapat ejekan dari Ran.

Ketika suasana mulai damai karena si bocah asik dengan pisangnya, Hiru datang membawa roti coklat yang dijanjikannya semalam. Wanita itu menaruh roti coklat di meja depan Zam yang sedang memangku Ney.

Setelah Zam mengucapkan terima kasih, baru saja Hiru hendak kembali ke dapur, tiba-tiba pertanyaan kembali terdengar. "Bubuu! Lotinya kok nda ditanam aja? Kan bial jadi pohon tluc nanti lotinya muncul dali pohon, bubu nda ucah buatkan Ney lagi.. coalnya lama.."

Astaga. Disaat Hiru mematung mendengar pertanyaan Ney, Naori dan Zam justru tertawa karena bukan mereka yang mendapat pertanyaan. Mereka bebas kali ini, dan inilah saatnya bagi mereka bersenang-senang dengan menonton Hiru yang bingung setengah mampus.

"Nda bisa, kan roti itu bukan tumbuhan sayang.."

"Tapi 'kan.."

"Roti itu makanan, bukan tumbuhan kaya buah," jelas Hiru.

"Tapi buah bica di mam kaya loti!" Ney juga tak mau kalah. Tawa Zam semakin kencang saja.

"Hey, ayam juga bisa dimakan, tapi tidak tumbuh 'kan?" Hiru berusaha memberi pencerahan.

"Ha! Kenapa ayamnya nda ditanam caja?" Nah, sepertinya Hiru salah langkah. Wajah polos Ney tidak bisa diabaikannya walau ia sangat ingin. Jujur saja Hiru tidak akan membiarkan tuannya memberi pelajaran yang sesat pada si kecil. Yah, seperti yang sudah-sudah.

"Kan ayam bisa e'ek, kalau tumbuhan nda bisa e'ek."

"Belalti lotinya e'ek?"

"Bukan, roti itu memang harus dibikin dan prosesnya lama. Kamu e'ek juga, mau bubu tanam?" Ney terkesiap. Iya juga.. kalau ia benar-benar ditanam bagaimana?

Zam dan Naori semakin terbahak. Percakapan kedua orang itu menghibur mereka. Yah, setidaknya mereka juga sudah pernah berada di posisi Hiru, jadi tidak ada yang namanya karma.

"Sudah, kalau ada pertanyaan lagi, tanyakan pada papamu.. bubu mau masak dulu!" Hiru berlalu dengan langkah cepat. Untuk saat ini ia harus menghindari anak itu agar selamat dan jiwanya tenang.

"Makan rotimu sebelum abang yang makan nanti," suruh Zam. Ney mengangguk dan memberikan kulit pisang kepada pria itu. Si kecil kemudian mengambil dua buah roti yang salah satunya diberikan untuk Naori.

Jika para abangnya harus mencuri roti itu agar bisa dimakan, maka Naori tinggal bilang dan Ney akan dengan senang hati membaginya. Terkadang bahkan Ney inisiatif untuk memberinya sendiri sebelum diminta, membuat yang lain kerap merasa iri dengan sosok gadis bersurai ungu itu.

Deep Inside [Hinafuka Fam]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang