27th 'Tragedi

1.8K 259 21
                                    

"Akan kulakukan." Seorang gadis menutup telepon sepihak setelah dirasanya perbincangan mereka cukup. Kaki kecilnya melangkah menuju nakas, membuka laci dan mengambil beberapa barang. Waktu sudah menyuruhnya untuk segera bekerja, dan jadwalnya adalah di kediaman Furaka hari ini.

Tak seperti biasanya, kali ini gadis itu berangkat dengan senyuman dan suasana hati yang berdebar. Setelah sekian lama ia menunggu, akhirnya tibalah momen ini. Manda nama gadis itu. Ia merencanakan sesuatu yang mampu menggemparkan mansion raksasa Hinafuka.

(⁠~⁠ ̄⁠³⁠ ̄⁠)⁠~

"Haa?" Mulut mungil itu membeo, kepalanya tanpa sadar sudah miring dengan mata bulat yang mengerjap beberapa kali. Sungguh, pemandangan yang sejuk di mata.

"Iyaa, ini di sini, terus yang terakhir di sini. Jadi deh!"

Ney masih bingung. Ia sedang bersama Alben sekarang, dan juga robot kelinci bwabwa yang dibelikan abangnya itu tempo lalu. Karena kemarin sempat di bongkar, jadilah Alben harus merakitnya lagi karena Ney ingin bermain dengan si robot.

Yah, sebenarnya robot itu baru selesai dirakit. Niat Alben ingin mengajari Ney tentang caranya menyatukan bagian-bagian robot, tetapi ternyata adiknya itu belum mampu memahami hal yang terlalu rumit. Ya sudahlah, Alben juga tidak ingin memaksa.

"Abang hebat! Nanti Ney coba.. tapi nanti!" Naori yang menonton saudaranya dari sofa hanya mampu tertawa kecil. Ia sedang mengerjakan beberapa tugas sekolah sebelum Zam datang dan mencecarnya dengan berbagai pertanyaan tentang sekolahnya.

"Terserah kamu aja. Terus robotnya mau diapakan?" tanya Alben.

Ney mengambil sesuatu dari kantong sleepsuit peri-nya, lalu kemudian menyodorkan barang itu ke mulut si robot. "Kaci mam! Dia dali kemalen belum mam.."

Itu wortel. Entah Ney dapat darimana, yang jelas sekarang robot kelinci itu dipaksa memakan wortel yang ia bawa. Walau Ney harus berjinjit untuk meraih mulut robotnya, tetapi anak itu tidak menyerah. Ia tetap menyumpal wortel yang panjang itu ke mulut kelinci bwabwa.

"Mam bwa! Nanti kamu lapal.. teluc cakit."

"Astaga, robot gak perlu makan, dia kan memang benda mati, dek.." jelas Alben perlahan. Namun, sepertinya Alben lupa kalau adiknya itu sedikit sensitif tentang masalah kematian.

"Mati? Hiks.. Ney nda apa-apakan kelin- hiks.. kelincinya.. kok mati? Hikss.." Dan benar saja. Si kecil mulai terisak sekarang. Alben panik, tapi Naori hanya menghela nafasnya. Jika bisa dihitung, mungkin sudah puluhan kali Alben keceplosan. Sepele memang, tetapi bagi Ney, hal yang disebutkan kakaknya itu sangat kejam.

"Kenapa menangis, hmm?"

Furaka menatap Alben tajam, seakan matanya itu mampu menguliti Alben hidup-hidup sekarang. Ia baru kembali dari peternakan, dan malah mendapati kesayangan gembulnya yang terisak sedih. Awalnya Furaka ingin mengajak Ney ikut dengannya dan berternak lagi seperti waktu lalu namun, nyatanya Nia dengan mode posesif melarang keras pria itu. Kata Nia Ney bisa terluka dan kecapekan kalau bermain ke peternakan. Padahal sebenarnya Nia hanya cemburu karena tidak bisa menghabiskan waktu bersama bocah gembul itu.

"Tidak! Dia cuma salah paham.." Alben berusaha menjelaskan agar opa-nya tidak salah mengira. Tetapi Naori yang sedang berkutat dengan laptopnya ikut nimbrung obrolan itu. "Bang Al bilang kalo robot Ney mati, makanya adek nangis."

Memang wanita itu ratu cepu.

Furaka mengangguk kecil, ia ingin marah sebenarnya, tetapi mengingat bahwa cucu bungsunya itu memang terlalu sensitif, jadi ia pikir agak kurang adil kalau memarahi Alben habis-habisan.

Deep Inside [Hinafuka Fam]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang