Ney menatap satu-satu wajah datar yang sedang tersenyum ke arahnya. Selepas sarapan tadi, mereka yang mulanya berencana kembali ke kamar ataupun bekerja jadi mengurungkan niat setelah mengetahui keberadaan boneka hidup baru milik Hinafuka.
Saat ini, semua orang tengah berkumpul di sofa ruang keluarga yang bentuknya melingkar. Ney berada di pangkuan
Furaka setelah pria itu berakting menangis karena Ney takut dengannya tadi. Hati Ney itu lembut, ia tidak tega melihat orang lain menangis. Kelinci bwabwa saja ketika tidak sengaja terjatuh saat beraksi, Ney langsung menatap televisinya khawatir."Sekarang Ney kenalan ya? Kalau sudah selesai nanti Ney sampai ke abang Ran."
Urutan duduk mereka saat ini adalah, Ran, Nia, Zam, dan Furaka yang tengah memangku Ney. Jika Ney sudah selesai, maka Ney setidaknya akan kembali ke pelukan Ran. Itulah goals Ney saat ini. Misi berkenalan yang terdengar remeh, nyatanya berat untuk Ney.
Anak itu turun dari pangkuan Furaka, ia mulai berpindah ke seseorang yang berada di sebelah kanan kakeknya tanpa menyahut perintah yang diberikan kepadanya.
Sosok pertama itu Mirwa, sedang menatapnya gemas di tempatnya.
"Sini sayang. Udah kenal kan sama mommy?" Mirwa meraih Ney yang mendekat, memangku anak itu dan menghujani pipinya dengan ciuman sayang. Ia jadi ingin punya anak lagi. Mungkin ia akan mengadu ke Ferbian nanti.
"Mom coklat!" Astaga, ternyata Mirwa di mata Ney adalah sosok wanita coklat karena memberikan pudingnya secara sukarela tadi. Tapi tak apa, Mirwa ikhlas lahir batin karena Ney kini memeluknya tanpa ragu. Mirwa membalas pelukan itu lebih erat lagi, seolah tak membiarkan siapapun merebut si kecil darinya.
Beralih dari pangkuan Mirwa, Ney sekarang masuk ke pangkuan si sulung anak pak dokter. Deyn Moise Hinafuka. Sosok yang sepertinya akan mengikuti jejak sang ayah dalam dunia kesehatan. Deyn gemar bereksperimen dengan makhluk hidup, membuatnya terlihat seperti seorang psikopat sadis ketika berada di laboratorium. Tapi sekarang, entah kemana perginya sosok Deyn yang semua orang kenal.
"Hai adik, nama abang Deyn. Kamu gak boleh lanjut sebelum memanggil nama abang."
Nia tersenyum. Ia menikmati saat-saat ini. Saat dimana ia akhirnya melihat sisi lain anggota keluarganya yang terkenal berdarah dingin. Sekarang mereka malah terlihat seperti anak burung yang bersiap menerima makanan dari induknya di mata Nia.
"Abang Den," cicit Ney. Ia tidak berani menatap Deyn lama-lama karena aroma musk memabukkan dari cowok itu membuatnya tak nyaman.
Ingatkan Deyn untuk membeli parfum dengan aroma baru nanti.
Ney langsung minta pindah. Deyn menuruti kemauan anak itu setelah berhasil mencuri kecupan pada kedua pipi berisi Ney.
Di samping Deyn, seorang wanita muda nan cantik tengah menantinya. Ney teringat Naori, kakak perempuannya, tetapi gadis ini lebih menyeramkan dari Naori.
"Halo maniss.. kakak anaknya papi, nama kakak Stella." Suara gadis itu terdengar lembut, tetapi juga galak di saat yang bersamaan.
Stella mencium hidung mungil Ney yang sedang menatapnya terpaksa. Akan Ney sapa dulu seperti sebelumnya, baru kemudian segera pindah lagi agar ia bisa sampai pada pelukan Ran dengan cepat.
"Kak Tela. Aloo." Ney sudah berusaha seramah mungkin. Ingat kan, dia tidak memiliki pengalaman dalam berkenalan.
"Astaga, kemarilah sayang!" ujar cowok di sebelah Stella. Cowok itu langsung merebut paksa Ney yang berakhir dicubit keras pinggangnya oleh Stella.
"Ney, selain puding Ney suka apa?" tanyanya sembari menahan sakit.
Ney yang ditanya hanya terdiam. Cowok ini terdengar sangat ramah, wajahnya juga adem seperti lantai kamar abang Ran di rumahnya dulu. Namun tetap saja, rahang itu tegas dan terlihat sangat berwibawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deep Inside [Hinafuka Fam]
HumorGanas? Dingin? Sadis? Tak kenal ampun? Ya Hinafuka. Sebut saja keluarga ini Mafia, karena kekayaan mereka yang tak ternilai sudah cukup untuk membuktikan kekuasaan mereka. Wajah tanpa ekspresi dengan rupa yang harus diakui dunia, mereka bukanlah ora...