Sedari pertama kali berhasil meraih cucu bungsunya, Nia benar-benar tidak membiarkan siapapun mendekati mereka. Hanya sekali saat Zam yang terpaksa harus menyuntikkan obat bius ringan agar Ney terlelap selama perjalanan. Selain itu, Nia bersungguh-sungguh dalam aksi monopoli Ney.
Zam tidak ingin putranya itu terekspos dunia, itulah mengapa sekarang Ney dibuat tidur agar tidak menarik perhatian. Walau nyatanya mereka pergi menggunakan pesawat pribadi, namun Zam tetap kekeh membalut tubuh gempal itu dengan sleepsuit karakter kelinci kesukaan Ney. Zam juga menyelimuti tubuh itu hingga Nia terlihat seperti tengah membawa karung beras yang di gendong koala.
Entah berhasil atau tidak penyamaran oleh Zam tadi, namun sekarang mereka sudah mendarat dengan aman di negara tujuan.
Kurang lebih setengah jam mereka menempuh perjalanan darat karena memang tempat landasan itu juga bersifat pribadi milik Hinafuka.
Terasa seperti sedang bernostalgia untuk Zam yang pernah menghabiskan hidupnya di tanah ini. Ia menatap sekitar lamat, mansion banyak berubah sejak terakhir kali pria itu ingat. Furaka yang merupakan pewaris tunggal membuat Zam dulu hanya bersosialisasi dengan ketiga kakaknya. Ia ingat bagaimana ketika mereka kelelahan berlatih, namun tidak bisa tidur dan berakhir terjaga semalaman berempat.
Benar-benar kenangan yang tidak akan Zam lupakan lagi.
Ran menghembuskan nafas jengah melihat ayahnya hanya menatap bangunan megah di depan mereka. Nia dan Ney sudah lebih dulu masuk sejak tadi, Hiru juga baru masuk saat Nia memanggilnya untuk membuatkan Ney susu.
Ran mengerti. Ia sudah diberi penjelasan yang cukup ketika mereka masih mengudara tadi. Sedikit rasa iba itu hadir, membuatnya malah ikut tertahan di depan mansion.
"Pa? Masuk," ujar cowok itu datar. Dapat Ran lihat melalui ekor matanya, Zam tersenyum tipis setelah menghela nafas panjang sekali lagi. Astaga, Ran tidak yakin pria itu ingat dengannya sekarang.
"Masuk, Ran."
Bodoh.
(~ ̄³ ̄)~
"Eh, mah! Kok pulangnya cepet? Loh? Apaan nih?" Suara lembut seorang wanita itu menyambut kedatangan Nia. Dia Hesley, menantu pertamanya yang juga tinggal di mansion megah ini.
"Hahah, sedikit kejutan menyambut ku ketika di Jepang. Hesley, kumpulkan semua orang tanpa terkecuali. Seseorang baru saja kembali."
Hesley menatap bingung ibu mertuanya. Tak seperti biasa wanita itu berucap panjang lebar. Biasanya, hanya ialah satu-satunya orang yang mengisi keheningan hunian itu. Mertua, suami, saudara ipar, keponakan, bahkan anak-anaknya terlampau menyebalkan ketika diajak berbicara. Belum lagi raut tanpa ekspresi itu yang mengganggu penglihatan Hesley.
Sebenarnya apa yang terjadi?
Sekitar dua puluh lima menit lamanya Hesley mengumpulkan semua orang. Kini, ruang keluarga lantai dua itu sudah penuh walau sebenarnya berukuran sangat luas. Semua orang mengeluarkan aura berbahaya, lengkap dengan wajah datar menyebalkan mereka. Bahkan, dua orang asing juga sudah bergabung. Hesley, Mirwa, dan Yoslie selaku menantu keluarga itu hanya dapat diam dan menyimak perbincangan.
"Long time no see, dads! How are u?" Zam bermaksud membuka suara, mencairkan suasana yang mulai mencekam karena hening melanda.
Bohong jika Furaka tidak mengenali sosok itu. Ia ingin bertanya sejak bertatap mata pertama kali tadi, tapi ia sendiri ragu dan merasa tak yakin akan dugaannya. Pria tua itu dibuat bimbang selama kurang lebih tujuh menit menunggu cucu-cucunya ikut berkumpul.
"Zam?" tanyanya pelan. Mendapat anggukan singkat dari yang ditanya membuat Furaka tidak bisa menahan senyum menawannya. Kakek itu menghampiri putra bungsu yang sudah lama ia kira mati. Mereka berpelukan melepas rindu yang selama ini tertahan, diikuti oleh sang anak kedua—Ferbian Hinafuka dan anak ketiga—Giordam Hinafuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deep Inside [Hinafuka Fam]
HumorGanas? Dingin? Sadis? Tak kenal ampun? Ya Hinafuka. Sebut saja keluarga ini Mafia, karena kekayaan mereka yang tak ternilai sudah cukup untuk membuktikan kekuasaan mereka. Wajah tanpa ekspresi dengan rupa yang harus diakui dunia, mereka bukanlah ora...