Ziva belum menutup botol air mineral yang tadi dibukanya, setelah menyiram ke arah tempat di mana kuntilanak itu berdiam. Rintihan-rintihan yang keluar dari mulut Tanjung masih terdengar sangat jelas. Ziva menunjuk sebuah gelas yang sudah kosong pada meja di dekat tempat tidur. Rasyid mengambilkan gelas itu dan memberikannya pada Ziva. Ziva menuang air dari botol ke dalam gelas, lalu menyerahkannya kembali kepada Rasyid.
"Bantu Pak Tanjung minum, jangan lupa tuntun membaca bismillah sebelum minum," pinta Ziva kepada Rasyid.
Rianti pun segera memberi ruang pada Rasyid, agar bisa membantu suaminya minum seperti yang Ziva inginkan. Rianti kini berdiri di samping Jonathan yang ada di sisi lain tempat tidur.
"Itu tadi adalah suara kuntilanak yang tampaknya dikirim oleh orang yang memberi teluh pada Pak Tanjung," ujar Ziva kepada Bu Rianti. "Selama Pak Tanjung sakit, kuntilanak itu terus ada di sekitar rumah ini dan tampaknya juga sering berdiam lama-lama di sudut kamar yang aku siram tadi."
"Astaghfirullah hal 'adzhim! Ya Allah, kenapa sampai ada orang yang tega mengirim teluh untuk Suamiku?" sesal Rianti.
Jonathan kembali berusaha menenangkan perasaan Rianti seperti tadi. Jonathan pun kemudian menatap ke arah Ziva yang saat itu sedang memperhatikan Tanjung minum.
"Jadi, apakah teluh itu benar-benar kiriman dari lawan politik saudara iparku?" tanya Jonathan.
Ziva menggeleng dengan cepat.
"Itu tampaknya adalah dugaan yang salah, Pak Jo. Pengirim teluh itu bukanlah berasal dari luar lingkup kehidupan Pak Tanjung, dari sejauh yang aku perhatikan sejak tiba di sini semalam. Pengirim teluh itu, tampaknya berasal dari dalam lingkup kehidupan Pak Tanjung sendiri," jawab Ziva.
Jonathan dan Rianti tampak tidak bisa mempercayai jawaban yang Ziva berikan. Keduanya tampak kaget, hingga menarik perhatian Tari, Hani, dan Mika.
"Dimohon tenang dulu, Pak Jo ... Bu Rianti ... akan ada penjelasan dari jawaban yang diberikan oleh anggota kami barusan," ujar Tari, berusaha membuat keadaan tetap tenang.
"Ya, sebaiknya memang harus ada penjelasan atas jawaban barusan. Kami, khususnya aku secara pribadi, tidak bisa mempercayai kalau pengirim teluh itu berasal dari tengah-tengah keluarga kami sendiri," balas Rianti.
Ziva pun tersenyum.
"Aku juga tidak meminta pada Bu Rianti untuk langsung percaya. Aku akan membuat Ibu percaya dengan kata-kataku melalui bukti yang nyata. Saat ini, aku hanya bisa memberikan jawaban berdasar apa yang aku dan rekanku bisa lihat di luar sana. Sekarang aku hanya akan memberikan penjelasan saja terlebih dahulu, mengenai mengapa aku bisa mengatakan tentang siapa pengirim teluh terhadap Pak Tanjung."
"Ya, silakan jelaskan. Aku ingin mendengarnya, meski saat ini aku mungkin tidak akan mempercayai seratus persen," pinta Rianti.
Rintihan dari mulut Tanjung perlahan berhenti setelah meminum air yang sudah didoakan. Hal itu membuat Jonathan dan Rianti tersadar. Rianti segera mendekat kembali pada Tanjung yang kini sudah mulai membuka kedua matanya perlahan-lahan.
"Bang, bagaimana perasaan Abang sekarang? Apakah masih ada yang terasa sakit?" tanya Rianti.
Tanjung pun meraba wajah istrinya perlahan dan kemudian meneteskan airmata.
"Jangan kasar pada tamu kita, Dek. Mari kita percayakan saja pada mereka yang lebih tahu," lirih Tanjung.
Rianti pun langsung mengangguk dan menuruti apa yang Tanjung katakan. Rianti kemudian kembali menatap ke arah Ziva yang tampak sedang mengawasi bagian luar rumah melalui jendela yang ada di kamar itu.
"Sudah punya rencana, Ziv?" tanya Mika.
"Iya, sudah. Mari kita mulai seperti biasanya. Pusatnya akan kita mulai dari halaman depan. Membentengi rumah ini dan juga diri Pak Tanjung adalah hal paling utama yang harus kita lakukan. Nanti akan ada kemungkinan kalau aku dan Raja akan pergi ke suatu tempat, jika sudah aku ketahui pusat aslinya di mana," jawab Ziva.
"Kalau begitu katakan, apa saja yang harus disiapkan? Kami akan menyiapkannya bersama Pak Jonathan yang jelas tahu betul rumah ini," ujar Tari.
"Siapkan saja seperti biasanya. Utamanya siapkan air dalam jumlah banyak," balas Ziva.
Tari, Hani, Rasyid, dan Mika kini keluar dari kamar itu bersama Jonathan. Ziva dan Raja duduk di sofa yang tersedia di seberang tempat tidur, sementara Tanjung tampak mulai tenang ketika tertidur.
"Biarkan Pak Tanjung istirahat dulu, Bu Rianti. Pak Tanjung pasti sangat lelah karena kurang istirahat selama seminggu terakhir," saran Raja.
"Iya, itu jelas benar. Aku akan menyelimutinya lebih dulu, baru bicara dengan kalian," sahut Rianti.
Rianti kini menyelimuti tubuh Tanjung setelah mengambil selimut baru dari dalam lemari. Setelah Tanjung benar-benar tidur dengan nyaman, Rianti pun kini mendekat ke arah sofa tunggal yang terletak tak jauh dari sofa yang ditempati oleh Raja dan Ziva.
"Silakan, Mbak Ziva. Jika memang ada yang ingin dijelaskan, maka aku akan mendengarkannya," ujar Rianti.
Ziva dan Raja tampak saling menatap selama beberapa saat, sebelum kembali menatap ke arah Rianti.
"Sejak semalam saat kami tiba di sini, kami langsung bisa melihat beberapa makhluk tak kasat mata yang berkeliaran di halaman depan rumah ini. Itu adalah hal ganjil pertama yang aku dapatkan, padahal sebelumnya aku juga meyakini ucapan Pak Jo bahwa saudara iparnya kemungkinan diteluh oleh lawan politiknya. Tapi sayang, tampaknya itu bukanlah hal yang benar. Jika memang Pak Tanjung diteluh oleh lawan politiknya, maka seharusnya rumah ini dikelilingi oleh makhluk-makhluk tak kasat mata itu. Bukan justru dimasuki oleh makhluk-makhluk tak kasat mata dengan sangat mudah. Maka dari itulah kesimpulannya Pak Tanjung bukan diteluh oleh lawan politiknya, melainkan diteluh oleh orang yang ada di dalam kehidupannya sehari-hari. Saat ini, aku belum bisa memberikan rincian yang lebih jelas mengenai siapa orangnya. Intinya, orang itu saat ini sedang merasa tidak tenang karena Pak Tanjung sudah mulai berhenti merasakan sakit," jelas Ziva, serinci mungkin agar Rianti paham.
"Benar-benar itu adalah kesimpulan kamu atas apa yang menimpa Suamiku?" tanya Rianti.
"Iya, Bu Rianti. Itulah kesimpulan yang aku bisa sampaikan saat ini. Tapi Ibu tenang saja, aku akan mengusahakan agar bisa menyelesaikan perkara teluh ini dan membuat orang yang mengirimnya bertanggung jawab penuh atas perbuatannya terhadap Pak Tanjung. Sekarang, aku dan rekan-rekan satu timku yang lain akan mulai bekerja," jawab Ziva.
Rianti pun mengangguk-anggukkan kepalanya, pertanda bahwa ia akan belajar untuk mempercayai apa yang dikatakan oleh Ziva meski dirinya masih ragu. Ziva dan Raja pun segera keluar dari kamar itu untuk menyusul yang lainnya ke halaman depan rumah tersebut. Beberapa makhluk tak kasat mata kembali terlihat oleh Ziva dan Raja ketika mereka tiba di halaman rumah. Hal itu membuat Raja kini menatap ke arah Ziva.
"Tampaknya teluh yang dikirim untuk Pak Tanjung sangatlah kuat," ujarnya.
"Ya, kamu benar. Teluh bambu memang selalu kuat dan cukup menantang ketika akan dipatahkan," tanggap Ziva.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH BAMBU
Horror[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 2 Setelah melewati kasus pertama bersama Ziva sebagai partner kerjanya, Raja pun memutuskan untuk menetap dan tidak akan lagi mencari pekerjaan lain. Ia merasa nyaman bekerja bersama Ziva, terutama setelah Raja b...