22 | Pengalih Perhatian

1.3K 140 0
                                    

Dudi dan Erin mengikuti ritual teluh bambu yang tengah dikerjakan oleh dukun kepercayaan mereka, yaitu Ki Sahat. Mereka mempercayakan semuanya kepada Ki Sahat agar kembali bisa melihat Tanjung menderita seperti yang mereka harapkan. Asap putih terus mengepul dari sebuah wadah besar yang berisi arang bambu. Ki Sahat terus menaburi wadah tersebut dengan kemenyan merah, agar semua kuntilanak peliharaannya berdatangan ke tempat itu.

Jonathan dan Raja tiba di sana bersama beberapa orang anggota tim dari kepolisian. Ziva meminta mereka untuk ikut bersembunyi sementara waktu, untuk mengawasi semua tindakan yang dilakukan oleh Dudi, Erin, maupun Ki Sahat.

"Bertapalah yang serius kali ini, agar teluh bambu yang aku kirimkan untuk Adik kalian tidak akan bisa lagi terlepas selamanya sampai dia mati," titah Ki Sahat.

Jonathan menggeram kesal saat mendengar apa yang dikatakan oleh Ki Sahat. Ia benar-benar tidak habis pikir, mengapa Dudi dan Erin setega itu terhadap Tanjung. Padahal selama ini Tanjung selalu baik terhadap siapa saja, meskipun dirinya sering diremehkan. Jonathan sama sekali tidak bisa memahami jalan pikiran Dudi dan Erin.

Kuntilanak yang dipanggil oleh Ki Sahat benar-benar datang dan mulai berkumpul di puncak-puncak pepohonan hutan tersebut. Anggota tim kepolisian yang dibawa oleh Jonathan pun bisa melihat sosok dari semua kuntilanak itu saat melihat ke puncak-puncak pohon. Jonathan juga menyadari betapa banyaknya kuntilanak yang berdatangan tersebut, namun dirinya lebih fokus untuk memperhatikan Ki Sahat dan ritualnya yang sedang dijalankan.

"Menurut kalian, apakah dia benar-benar akan kembali mengirimkan teluh bambu itu kepada saudara iparku?" tanya Jonathan, berbisik.

"Iya, Pak. Pasti dia akan kirimkan teluh bambu itu lagi kepada Pak Tanjung. Tapi Bapak tenang saja, saat ini Pak Tanjung sedang dibentengi dari luar maupun dari dalam oleh Rasyid dan Mika. Insya Allah, Pak Tanjung akan baik-baik saja serta dijauhkan dari teluh bambu yang akan dukun itu kirimkan," jawab Ziva.

"Lalu, sekarang apakah kita hanya perlu menunggu saja?" Jonathan ingin tahu.

"Iya, Pak Jo. Kita hanya perlu menunggu saja. Saat ritual itu selesai dan teluh bambu itu dikirimkan kepada Pak Tanjung, barulah kita akan keluar untuk menangkap mereka. Pak Jo nanti akan mengurus Pak Dudi dan Bu Erin, sementara aku dan Raja akan mengurus dukun sesat itu serta mematahkan ritual teluhnya," jelas Ziva.

Raja pun kini menatap ke arah Ziva yang ada di sebelahnya.

"Ingat, kamu jangan jauh-jauh dari aku," pinta Raja.

"Mm ... ini, peganglah," Ziva meletakkan sebotol air ke tangan Raja. "Nanti kalau kita berdua sudah berhadapan dengan dukun itu, maka tugas kamu adalah memadamkan arang bambu yang ada di dalam wadah ritualnya. Aku akan mengalihkan perhatian si dukun dan mungkin bertarung dengannya, sementara kamu fokus saja membantu untuk mematahkan ritualnya."

"Hah? Gimana? Aku yang harus patahkan ritualnya? Dengan cara apa, Ziv? Aku 'kan enggak punya keahlian seperti yang kamu ...."

"Belajar, Ja," potong Ziva. "Enggak selamanya aku yang harus mematahkan ritual, kalau kita sedang berhadapan dengan orang yang berhubungan langsung dalam ritual itu. Kita harus berbagi tugas dan terkadang kamu memang harus mematahkan ritualnya, bukan cuma aku saja."

Raja jelas tidak bisa membantah apa yang Ziva katakan saat itu. Dirinya adalah partner dari wanita tersebut, sehingga sudah jelas ada kalanya ia memang harus melakukan apa yang sering Ziva lakukan.

"Kamu harus ajari aku caranya, agar aku bisa mematahkan ritual itu," harap Raja.

"Iya, Ja. Insya Allah pasti akan aku ajari."

Kuntilanak-kuntilanak yang sejak tadi bertengger di puncak-puncak pohon kini mulai beterbangan ke bawah, menghampiri Ki Sahat yang hampir menyelesaikan ritualnya. Hal itu membuat beberapa orang berusaha bersembunyi agar tidak diganggu oleh kuntilanak-kuntilanak yang turun tersebut.

"Eh ... kuntilanak juga bisa main keroyokan, rupanya," desis Jonathan.

Semua kuntilanak peliharaan Ki Sahat benar-benar berkumpul di tempat ritual berlangsung. Dudi dan Erin sampai hampir tak terlihat oleh mereka yang sedang mengintai saat itu.

"Apa yang terjadi sekarang? Kenapa semua kuntilanak itu mendadak turun dari puncak-puncak pohon dan berkumpul di sana?" tanya Jonathan.

"Ritual itu sebentar lagi selesai, Pak Jo. Maka dari itulah semua kuntilanak peliharaan dukun tersebut turun ke bawah. Sebagian dari mereka akan menerima perintah untuk pergi ke rumah Pak Tanjung, seperti yang kami lihat kemarin saat baru tiba di sana," jawab Ziva.

"Lalu, apakah semua kuntilanak yang akan diperintah itu benar-benar akan kembali berkeliaran di rumah saudara iparku lagi?" Jonathan tampak resah.

"Insya Allah tidak, Pak Jo. Kami sudah membentengi halaman beserta rumah Pak Tanjung sejak pagi tadi. Insya Allah tidak akan ada yang bisa menembus pertahanan tersebut. Kini semuanya hanya bergantung pada usaha Rasyid dan Mika untuk membantu Pak Tanjung. Itulah yang paling terpenting."

Ziva pun kembali memperhatikan keadaan di tempat ritual dilakukan. Dudi dan Erin tampak diberi minum sesuatu oleh Ki Sahat, setelah mereka selesai bertapa. Ritual itu telah selesai dan Ki Sahat tampak sudah siap mengirimkan teluh bambu kepada Tanjung, orang yang menjadi sasaran utama bagi Dudi dan Erin. Beberapa gerombolan kuntilanak kini tampak kembali terbang mengiringi teluh bambu yang dikirimkan oleh Ki Sahat. Ziva pun langsung berlari menuju ke arah tempat melayangnya sebuah bambu yang sudah diritualkan tadi, kemudian bersiap melemparkan pedang jenawi miliknya ke arah bambu yang melayang tersebut.

"Bismillahirrahmanirrahim," lirih Ziva.

BLESSS!!! DUAARRR!!!

Teluh bambu yang awalnya sudah hampir dikirim kepada Tanjung kini hancur lebur dan berhamburan di atas jalan setapak yang tadi dilewati oleh Dudi dan Erin. Ki Sahat, Dudi, maupun Erin tampak sangat kaget saat hal itu terjadi. Pedang jenawi yang menghancurkan bambu melayang tadi kini kembali ke tangan Ziva. Dudi serta Erin jelas merasa kaget saat melihat siapa yang telah menghancurkan teluh bambu dengan sangat mudah. Ki Sahat pun maju untuk menghadapi Ziva dengan wajah penuh amarah.

"Kurang ajar! Siapa kamu? Berani-beraninya kamu menghancurkan hasil ritual yang sudah aku lakukan!" bentak Ki Sahat.

"Aku? Kamu tidak perlu tahu siapa aku," jawab Ziva.

Raja segera mendekat ke arah wadah berisi arang bambu, ketika Ki Sahat benar-benar teralihkan oleh keberadaan Ziva saat itu.

"Intinya yang perlu kamu tahu adalah, kamu tidak akan pernah bisa berhasil membuat Pak Tanjung menderita lagi seperti seminggu lalu. Kamu akan benar-benar berakhir di sini, bersama ritual laknat yang kamu lakukan untuk manusia Iblis yang suka menyiksa saudaranya sendiri seperti mereka berdua," tambah Ziva, seraya menunjuk ke arah Dudi dan Erin.

BYURRR!!! BRRUUBBHH!!!

Wadah berisi arang bambu yang baru saja disiram oleh Raja menggunakan air yang sudah didoakan langsung hancur dalam sekejap. Hal itu jelas membuat Ki Sahat, Dudi, dan Erin kembali dilanda rasa terkejut.

* * *

TELUH BAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang