GANI
Aku enggak sangka sama sekali kalau kamu bisa menjadi pengkhianat, Ja! Kamu tahu kalau Ziva adalah milikku, tapi kamu malah jadi begitu dekat dengannya hanya setelah melalui satu hari kerja!Membaca pesan dari Gani tentu saja membuat Raja ingin sekali tertawa sinis. Gani menuduhnya berkhianat hanya karena sekarang dirinya menjadi dekat dengan Ziva. Entah apa yang ada di dalam pikiran Gani saat ini, yang jelas Raja benar-benar tidak suka saat Gani berusaha menyudutkan seseorang ataupun saat Gani berusaha ingin memaksakan kehendaknya terhadap Ziva.
Pesawat akan segera mengudara, dan Raja hanya punya sedikit waktu sebelum dirinya diminta mengubah mode ponselnya menjadi mode pesawat.
RAJA
Aku rasa kamu mulai enggak waras, Gan. Siapa yang mengkhianati kamu? Aku tidak melakukan perselingkuhan seperti yang kamu lakukan dengan Rere di belakang Ziva. Saat ini aku dan Ziva memang dekat karena kami adalah partner pada satu tempat kerja yang sama. Dan kalau memang aku terlihat sedekat itu dengan Ziva dimatamu, kenyataannya Ziva saat ini sudah bukan milik kamu lagi. Ayah dan Ibunya Ziva sudah menegaskan hal itu. Ziva sendiri juga sudah menegaskan hal itu. Kamu yang memutuskan hubungan dengan Ziva dan lebih memilih Rere. Jadi jangan pernah kamu menuduhku seakan aku telah merebut Ziva darimu.Setelah mengirim pesan itu kepada Gani, Raja pun segera mengubah mode ponselnya ke mode pesawat. Ponsel itu segera ia simpan, lalu setelahnya ia duduk tepat di samping Ziva yang sedang menatap keluar jendela.
"Pasang seat belt, Adinda Ziva. Sebentar lagi pesawat yang kita tumpangi ini akan mengudara," ujar Raja, mengingatkan.
Ziva pun tersenyum seraya menganggukkan kepalanya. Cinnamon roll yang tengah dimakannya ia simpan sejenak, lalu segera memakai seat belt seperti yang Raja katakan. Raja masih memperhatikan Ziva dalam diamnya. Benar apa yang Ibunya katakan, entah apa yang akan terjadi pada Ziva jika masih memiliki hubungan dengan Gani saat ini. Raja memang tidak ada saat pertemuan antar keluarga itu berlangsung. Tapi melalui cara Ibunya menceritakan semua, ia sudah tahu bahwa Keluarga Jatmiko pasti memperlihatkan sisi yang tak pernah mereka perlihatkan selama ini. Dari niatan mereka yang ingin memenjarakan Rere--padahal sudah jelas Rere saat itu sedang hamil--membuat Raja semakin yakin bahwa Ziva memang sudah seharusnya terlepas dari sisi Gani.
"Hei ... Kakanda Raja. Kamu kenapa? Kok melamun? Ja? Kamu baik-baik saja, 'kan?" tegur Ziva.
Raja tersadar dari lamunannya setelah merasakan tubuhnya diguncang-guncang beberapa kali oleh Ziva. Pria itu bahkan tidak sadar kalau sejak tadi Ziva sudah melambai-lambaikan tangan beberapa kali di depan wajahnya, agar Raja segera tersadar.
"Kamu betul-betul melamun, Ja? Ada apa? Kamu sedang memikirkan sesuatu yang berat? Kamu mau cerita sama aku?" tawar Ziva, tampak merasa sangat khawatir pada Raja.
"Uhm ... itu ... aku ... aku cuma ...."
Raja tidak mampu meneruskan kalimatnya dan justru malah kembali terdiam.
"Kalau kamu mau cerita, aku akan dengarkan. Tapi kalau kamu merasa belum siap untuk cerita, aku enggak akan memaksa. Cuma ... aku punya satu pesan buat kamu. Jangan pernah memendam apa pun yang terasa berat sendirian, karena menanggung beban yang berat seorang diri akan membuat mental kita menjadi tidak stabil. Kamu paham 'kan, dengan apa yang aku maksud?" tanya Ziva, begitu lembut.
Raja pun menganggukkan kepalanya seraya berusaha kembali tersenyum. Ziva juga tersenyum lagi dan kembali memakan sisa cinnamon roll yang belum habis.
"Aku enggak habis pikir sama Gani. Kenapa sosok sebaik Ziva malah dia sia-siakan, dan dia justru lebih memilih Rere yang hidupnya berantakan? Kalau hanya perkara sibuk bekerja, aku rasa Ziva tidak sibuk-sibuk amat dan masih bisa membuka-buka ponselnya saat ada waktu luang. Aku rasa Gani memang bodoh dan semakin bodoh ketika Rere berusaha terus mempengaruhinya agar berpaling dari Ziva," batin Raja, benar-benar sulit merasa tenang setelah menerima tuduhan dari Gani.
Ziva kembali menatap ke arah Raja setelah pesawat benar-benar sudah berada di angkasa. Pria itu masih diam saja seperti tadi, meskipun sudah tak lagi melamun. Ziva ingin mengajaknya mengobrol, tapi langsung merasa sungkan karena takut mengganggu. Raja mengeluarkan ponselnya dari dalam saku dan mendadak memperlihatkan pesan dari Gani. Ziva menerima ponsel itu dan membacanya sampai tuntas.
"Astaghfirullah hal 'adzhim," lirih Ziva yang langsung memijat keningnya karena mendadak berdenyut-denyut.
Raja baru saja mempererat seat beltnya, saat mendengar Ziva beristighfar.
"Ja, demi Allah aku enggak pernah berniat menempatkan kamu dalam posisi seperti sekarang. Aku bisa dekat dengan kamu karena kita adalah partner kerja. Aku benar-benar enggak pernah berpikir kalau Gani akan menuduhmu, menyudutkan kamu, dan bahkan berprasangka buruk tentang kedekatanmu denganku. Jadi ... mungkin ada baiknya kalau kita ...."
"Memblokir nomornya Gani dari ponsel kita masing-masing," potong Raja dengan cepat.
Ziva menatap ke arah Raja dan tampak hampir tak bisa menahan airmatanya.
"Aku enggak akan menjauh dari kamu, kalau itu adalah hal yang akan kamu cetuskan barusan. Aku senang bisa berada di dekatmu. Aku senang karena bisa bekerja sama kamu. Aku senang karena punya teman yang jahil seperti kamu. Aku senang bisa tertawa lepas, bicara hal-hal yang random, dan bahkan aku senang saat memperhatikan kamu yang super ekspresif dalam setiap kesempatan. Aku enggak mau kehilangan semua itu hanya karena satu orang macam Gani, yang pikirannya enggak stabil. Jadi ... mari kita sama-sama blokir nomor telepon mereka. Kita sama-sama janji, bahwa ini adalah terakhir kalinya kita saling kontak dengan Gani ataupun Rere," ajak Raja.
Setelah mendengar apa yang baru saja Raja utarakan--mengenai semua hal yang tidak ingin hilang dari hidupnya setelah mengenal dekat Ziva--membuat Ziva segera memantapkan hatinya untuk benar-benar berhenti berurusan dengan Gani maupun Rere. Ia mengeluarkan ponselnya sendiri lalu memperlihatkan pada Raja bahwa dirinya sudah siap untuk memblokir nomor milik Gani.
"Satu ... dua ..." Raja memberi aba-aba, "tiga ... bismillahirrahmanirrahim!"
Nomor milik Gani kini benar-benar terblokir dari ponsel milik Raja maupun Ziva. Sekarang Ziva segera beralih ke nomor ponsel milik Rere, lalu memblokirnya seperti dirinya memblokir nomor ponsel Gani.
"Alhamdulillah," ungkap Ziva, yang mendadak merasa lega setelah melakukan hal barusan.
Raja kembali tersenyum, lalu menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku.
"Sini, sandarkan kepalamu di pundak aku. Kalau perutmu sudah kenyang, itu tandanya kamu harus segera tidur," ujar Raja, sambil menepuk-nepuk pundak kirinya tiga kali.
Ziva pun tersenyum dan memenuhi apa yang Raja inginkan. Ia segera memejamkan kedua matanya setelah membaca doa sebelum tidur di dalam hati. Raja juga ikut memejamkan kedua matanya, menyusul apa yang Ziva lakukan. Hani--yang baru saja hendak mendekat ke kursi yang ditempati oleh Raja dan Ziva karena ingin membicarakan sesuatu dengan Ziva--langsung memutuskan untuk mundur pelan-pelan saat melihat adegan saling bersandar yang terjadi antara Ziva dan Raja. Ia kembali ke kursinya sambil menahan senyum dengan wajah memerah.
"Sudah bicara dengan Ziva?" tanya Mika.
"Belum. Zivanya sudah bobo di pundak Raja," jawab Hani, apa adanya.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH BAMBU
Terror[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 2 Setelah melewati kasus pertama bersama Ziva sebagai partner kerjanya, Raja pun memutuskan untuk menetap dan tidak akan lagi mencari pekerjaan lain. Ia merasa nyaman bekerja bersama Ziva, terutama setelah Raja b...