20 | Yang Terkuak

1.3K 128 1
                                    

Retno membuka amplop berisi berkas yang baru saja ia terima dari petugas laboratorium di rumah sakit. Ia sudah berada kembali di ruangannya dan kini tengah fokus memeriksa hasil yang ingin diketahuinya.

"Cocok. Alhamdulillah, hasilnya cocok. Berarti Vano tetap akan bertanggung jawab atas bayi yang dikandung oleh Rere," gumam Retno.

Berkas itu segera ia masukkan kembali ke dalam amplop, lalu setelahnya ia meraih tas dan ponsel sebelum meninggalkan ruangannya. Yanto membukakan pintu mobil saat melihat kedatangan Retno. Retno langsung masuk ke mobilnya dan meminta Yanto untuk mengantarnya menuju rumah Keluarga Adinata. Selama perjalanan itu berlangsung, Retno memotret kertas yang tadi dibacanya dan dikirimkan kepada Raja. Entah mengapa ia merasa bahwa Raja harus tahu mengenai hasil tersebut. Mungkin karena dirinya ingin Raja menyampaikannya kepada Ziva.

IBU
Assalamu'alaikum, Nak. Ini adalah hasil tes DNA prenatal yang Ibu lakukan terhadap Rere pagi ini. Rere tadi datang ke rumah sakit bersama kedua orangtuanya karena ingin tahu bagaimana kondisi kehamilan Rere. Hal itu Ibu gunakan sekalian untuk diam-diam melakukan tes DNA prenatal terhadapnya. Kebetulan Ibu punya sampel DNA milik Vano, karena dia pernah melakukan pemeriksaan kesehatan di sini. Jujur saja, Ibu rasanya tidak bisa menutup mata karena tahu bahwa Vano dan Keluarga Bareksa menolak untuk bertanggung jawab atas kehamilan Rere. Maka dari itulah, sekarang Ibu akan mengusahakan agar Vano bisa segera bertanggung jawab sebagai Ayah dari bayi yang sedang dikandung oleh Rere. Nanti Ibu kabari lagi. Kamu harus selalu hati-hati saat bekerja. Jangan lupa shalat tepat waktu.

Retno kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas setelah mengirim pesan pada Raja. Rumah Keluarga Adinata telah terlihat olehnya. Yanto turun dari mobil dan memberi tahu satpam yang berjaga bahwa Retno ingin bertemu dengan pemilik rumah. Tak lama berselang, gerbang rumah itu pun akhirnya dibuka. Mobil yang Yanto kemudikan segera memasuki halaman rumah Keluarga Adinata. Retno turun dari mobil, lalu melihat bahwa dirinya sudah ditunggu oleh Mila dan Faris secara langsung.

"Assalamu'alaikum Pak Faris ... Bu Mila ... maaf apabila kedatangan saya mengganggu aktivitas anda berdua pada hari libur seperti ini," ujar Retno.

"Wa'alaikumsalam, Bu Retno. Mari silakan masuk ke dalam. Kami tidak merasa terganggu sama sekali dengan kedatangan Bu Retno, terlebih jika ada hal yang mendesak yang mungkin harus segera Bu Retno sampaikan kepada kami," tanggap Mila, ramah seperti biasanya.

Mereka pun duduk bersama di ruang tamu. Mila pergi ke dapur sebentar, lalu kembali lagi sambil membawa tiga cangkir teh dan cemilan untuk disajikan.

"Ya Allah, Bu Mila seharusnya tidak perlu repot-repot. Saya mungkin tidak akan lama dan akan segera pergi lagi," Retno tampak tidak enak.

"Jangan terburu-buru, Bu Retno. Silakan diminum dulu tehnya dan juga cicipi cemilannya," saran Faris, sesantai biasanya.

Mereka bertiga kini sama-sama menikmati teh dan cemilan yang tersaji. Setelah itu, Retno pun menyerahkan amplop berisi hasil tes DNA prenatal yang sejak tadi dipegang olehnya ke tangan Faris. Faris pun membuka amplop itu dan melihat isi berkas di dalamnya.

"Hari ini saya tetap bekerja. Setiap hari libur, saya akan ada di rumah sakit selama setengah hari. Tadi sekitar jam sembilan pagi, Bu Anita dan Pak Harun datang ke rumah sakit tempat saya bekerja sambil membawa Rere. Mereka meminta saya untuk memeriksa kandungan Rere dan memberi tahu mereka apakah kandungannya sehat serta baik-baik saja. Saya melakukan apa yang mereka inginkan, namun Rere tampaknya hanya menatap kosong seakan sudah tidak peduli dengan kehamilannya ataupun kedua orangtuanya. Maka dari itu saya berinisiatif untuk melakukan tes DNA prenatal tersebut tanpa sepengetahuan Rere ataupun kedua orangtuanya. Saya merasa harus melakukan sesuatu, agar hidup Rere tidak terombang-ambing dalam sesuatu yang tidak pasti. Vano Bareksa harus bertanggung jawab atas kehamilan Rere, dan untuk membuat dia mau bertanggung jawab saya tentu butuh bantuan dari Pak Faris. Bukti yang saya dapatkan itu tentu saja tidak benar-benar cukup untuk memberikan tekanan pada Keluarga Bareksa agar menyuruh Putra mereka bertanggung jawab. Mereka pasti akan bersikeras menolak, terlebih saya sudah lihat sendiri bagaimana watak asli mereka semalam," jelas Retno.

Faris dan Mila pun kini saling menatap satu sama lain setelah mendengar apa yang Retno jelaskan pada mereka. Ada pertimbangan yang tampaknya begitu dalam, dari caranya menjelaskan soal hasil tes DNA prenatal tersebut.

"Kalau boleh tahu, mengapa Bu Retno akhirnya memutuskan untuk ikut campur dalam masalah ini? Jujur saja, kami berdua yang masih ada sangkut paut dengan Keluarga Hardiman merasa takut untuk ikut campur ke dalam masalah ini. Kami ... sangat tidak ingin terjebak terlalu jauh," Mila mencoba menjelaskan balik kepada Retno.

"Saya paham dengan maksud yang Bu Mila katakan. Tapi, andai Bu Mila atau Pak Faris ada di posisi saya tadi pagi, maka Bu Mila dan Pak Faris akan langsung tahu bahwa Rere sudah benar-benar kehilangan keinginan untuk melanjutkan hidup. Wajahnya, ekspresinya, dan bahkan sikapnya benar-benar berbeda dari sosok Rere yang biasa saya lihat. Saya ... takut kalau pada akhirnya akan mendengar kabar bahwa dia melakukan aborsi atau memilih mengakhiri hidupnya. Terlebih," Retno mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan beberapa foto di sana kepada Mila maupun Faris. "... saya menemukan itu di tubuh Rere, tepatnya pada bagian punggung yang selama ini tertutupi oleh pakaiannya. Saya yakin itu bukan hal yang baru terjadi, tapi sudah lama terjadi."

Faris tampak marah luar biasa saat melihat foto-foto itu. Mila sendiri kini langsung memegangi dadanya akibat merasa shock. Retno sampai harus meraih tubuh Mila dan mendekapnya dengan erat.

"Astaghfirullah ... astaghfirullah ... Ya Allah, kenapa harus terjadi hal mengerikan seperti itu? Astaghfirullah," ungkap Mila, dengan perasaan yang sudah tidak menentu.

"Kurang ajar! Benar-benar kurang ajar mereka berdua! Apa yang ada di pikiran mereka sampai di tubuh Rere terdapat bekas-bekas yang mengerikan seperti ini?" geram Faris.

"Yah ... te--telepon Rere, Yah. Telepon dia sekarang," pinta Mila.

Faris pun segera mencoba menelepon Rere, namun sayang teleponnya terus saja ditolak. Rere tampaknya tidak mau mengangkat telepon itu.

"Tidak diangkat, Bu," ujar Faris.

"Kalau begitu coba hubungi dulu Pengacara keluarga kita, Yah. Kita harus lakukan sesuatu agar Rere bisa keluar dari rumah itu lebih dulu. Kalau Rere sudah tidak bersama dengan mereka lagi, maka urusan yang lain akan menjadi jauh lebih mudah untuk diurus. Keluarkan dulu Rere dari sana, tolong keluarkan dia sebelum dia berbuat sesuatu yang buruk," mohon Mila.

"Itu benar, Pak Faris. Sebaiknya lakukan sesuatu lebih dulu pada Rere, baru setelah itu kita berurusan dengan Keluarga Bareksa," Retno ikut setuju dengan keinginan Mila.

* * *

TELUH BAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang